Bab 7
Minho berdiri diam di tempat.
Kemudian, dia berjalan menuju Mila.
Mila masih tetap menundukkan
kepalanya. Mungkin malu atas apa yang telah di ucapkannya kepada Minho.
Minho sudah tiba di depan Mila.
Pintu ruangan secara otomatis
kembali tertutup. Minho tidak peduli, karena dia sudah tahu bagaimana cara
membuka pintu tersebut.
Minho saat ini, sangat penasaran
dengan ucapan Mila. Sejak kapan Minho menjadi tunangannya Mila. Minho tidak
menampik bahwa dia akan senang jikalau dia bisa menikahi Mila pada akhirnya.
Siapa juga yang tidak senang menikah
sama wanita yang sudah jelas - jelas sangat cantik, bodi nya pun aduhai, juga
sepertinya pintar.
Tetapi, Minho hanya penasaran,
kenapa dia menjadi tunangan Mila. Minho melihat gelagat Mila, sepertinya Mila
tidak berbohong.
Minho akhirnya bertanya kepada Mila.
"Mila... Apa maksudmu kalau aku
adalah tunanganmu?" tanya Minho.
"Dan kapan kita bertunangan?
Siapa yang menjodohkan kita?" lanjut Minho kepada Mila.
Mila akhirnya berani mengangkat
wajahnya. Tatapan mata Mila jatuh ke wajah Minho. Kemudian kedua mata mereka
bertemu. Minho tiba tiba saja merasakan hatinya berdetak kencang. Detak jantung
Minho saat ini jauh lebih kencang dari saat tadi Minho selesai berlari lari.
Mungkin karena Minho menatap mata Indah Mila... Tunggu, yang Indah itu matanya
Mila ya, bukan matanya si Indah, teman Minho ketika masih sekolahh dasar.
Minho memperhatikan wajah Mila yang
kembali kemerahan. Kali ini, merahnya awet, mungkin menandakan bahwa Mila
memang benar benar malu besar. Karena mengucapkan bahwa dia dan Minho adalah
tunangan.
Begitupun, Mila akhirnya menjawab
pertanyaan Minho dengan pertanyaan kembali.
"Kamu tidak mau?" tanya
Mila kepada Minho. Walaupun nada suara Mila menjadi dingin, tapi wajahnya masih
bersemu merah. Apalagi setelah Mila mengajukan pertanyaan terakhir. Betapa
malunya dirinya, jika Minho akhirnya memilih untuk berkata tidak.
Minho semakin gugup dengan
pertanyaan Mila. Siapa yang akan menolak coba. Tapi...
"Tentu saja mau, Mila..."
ucap Minho terhenti karena Minho bisa merasakan ekspresi Mila yang menunjukkan
bahwa dia lega akan pernyataan Minho.
"Tapi kan, aku harus tahu, dari
mana asalnya kita adalah tunangan..." lanjut Minho.
Mila sudah berhasil sepenuhnya
menghilangkan semu merah di wajahnya. Wajahnya kembali ke awal, yakni cantik
dingin.
"Kalau mau jawabannya,
jawabannya itu, ada di ujung langit. Dirimu bisa kesana dengan seorang anak.
Anak yang tangkas dan juga pemberani. Itu lah songok*. Tapi kalau mau tau asal
muasal dirimu adalah tunanganku, maka temani aku dalam perjalanan ini."
jawab Mila panjang lebar. Entah kenapa lah masuk soundtrack lagu dragon boolll
di penjelasan Mila.
Minho terdiam kembali memikirkan.
Sebenarnya di awal, Minho hanya
menggertak. Minho sudah menutuskan dari awal, kalau gak salah di bab 2 ya,
bahwa dia akan menuntaskan cerita ini. Bukan artinya akhirnya bab ini selesai,
tapi Minho memang bertekad mencari apa ujung dari gading hitam ini, dan
ujungnya adalah Harta Karun Terbesar. Minho berpura pura seperti dia tidak
tertarik untuk pergi bareng Mila. Seperti di film film juga, Minho sebenarnya
sudah menebak, bahwa dalam hitungan ketiga, Mila akan memanggil dirinya.
Tetapi, ternyata masih hitungan kedua, Mila malah mengejutkan Minho dengan
mengatakan mereka adalah tunangan.
"Baiklah... Aku akan
ikut." jawab Minho setelah berpura pura selama satu menit memikirkan tawaran
Mila.
"Tetapi harus dirimu ingat,
jangan bermain trik dengan ku ya, karena aku tidak suka di khianati."
lanjut Minho menjelaskan.
Minho melihat ekspresi wajah Mila
setelah Minho menyebutkan keputusannya. Walaupun di tutupi wajah dinginnya,
Minho bisa melihat tipis senyuman yang dibentuk Mila.
'Apa yang sebenarnya di rencanakan
Mila, aku akan mencari tahu...' batin Minho meyakinkan dirinya harus mewaspadai
pergerakan Mila nantinya.
"Baiklah. Terima kasih Minho.
Ayoo kita segera bergegas untuk pergi ke kota AB. Kita harus cepat sebelum ada
yang menyusul kita." ucap Mila kepada Minho.
Mila sendiri langsung bergegas. Mila
mengambil perangkat komputer virtual yang disimpan dalam tombol tadi, dan
memasukkan nya ke dalam tas nya. Itulah kemajuan teknologi saat ini ya.
Komputer virtual sebesar tadi, dan informasi hebat di dalamnya, ternyata bisa
di bentuk menjadi tombol sebesar jengkol utuh. Mila perlu membawa komputer
virtualnya, karena berguna untuk menentukan destinasi berikutnya setelah mereka
mandapatkan artefak kedua.
Setelah membereskan peralatan, dan
memasukkan semuanya ke tas sandang Mila yang memiliki dimensi luas 20 cm x 30
cm itu, Mila segera bergegas menuju pintu.
Minho heran. Mila kan cewek. Kenapa
tidak ada persiapan membawa alat make up dan sebagainya.
"Udah semua rupanya di bawa,
Mila?" tanya Minho yang jelas jelas heran karena Mila tidak membawa
sehelai pun pakaian untuk dirinya.
"Sudah..." ucap Mila
sambil mengambil sebuah kartu debit dari sakunya dan menunjukkannya ke arah
Minho.
"Uang disini ada ratusan
milliar. Jadi aku tidak takut menghabiskannys untuk membeli pakaian ganti.
Yukkk ah, kita harus segera pergi, agar kita tidak gampang terlacak" ucap
Mila santai. Mila berjalan kembali menuju pintu. Dan Minho akhirnya
mengikutinya.
Ketika jarak Mila ke pintu keluar
tinggal sekitar satu meter lagi, tiba tiba terdengar suara yang sangat keras,
diikuti dengan benda yang merupakan pintu masuk ruangan laboratorium. Pintu
tersebut memiliki bentuk yang keras, tetapi Minho dan Mila bisa melihat pintu
yang sudah lepas dari sangkarnya, tepst di depan mereka. Mereka segera
menyadari, ini adalah penyerangan.
Minho dan Mila secara refleks melihat
ke pintu masuk. Menunggu siapa yang berani mendobrak pintu masuk.
No comments: