Baca dengan Tab Samaran ~ Incognito Tab
Bab 1369 –
Kata Peramal Aku Jago Makan
Tentu saja Vivien tahu yang datang bukan Thomas Qin,
karena dia baru saja selesai telepon dengan Thomas, dan Kakak Sepupunya itu
tidak mungkin datang begitu cepat, hanya saja, orang yang berdiri di depan mata
membuatnya tercengang.
Paman Kedua?
Bagaimana bisa yang datang mereka?
Dan yang datang bukan Paman Kedua sendiri, tetapi juga
Bibi Kedua, Yingna Sun, Kakak Sepupunya Kangsan Tang, serta seorang perempuan
berdandan tebal…
Apa-apaan ini? Rombongan besar?
Vivien merasa kesal, tadinya mengira akan makan dengan
puas, tetapi malah kedatangan orang lain. Meski yang datang adalah kerabatnya
sendiri, tetapi bagaimanapun juga mereka sudah lama sekali tidak berkomunikasi,
timbul sedikit rasa asing dalam hati Vivien.
Waktu itu saja dirinya tidak makan hingga kenyang,
jangan bilang kali ini Paman dan Bibi Kedua datang sambil membawa kantong.
Tetapi semua orang yang datang adalah tamu, dirinya
tentu tidak boleh bersikap tidak sopan kan? Jika tidak, Ayah Ibunya pasti tidak
akan memberi ampun.
Waktu itu suasana sudah cukup canggung, kini malah
bertambah seorang perempuan, jangan bilang dia calon istri Kangsan Tang?
Yang paling mencolok adalah dandanannya yang tebal,
bentuk badan menggoda, dan pakaian tidak tertutup rapat, melihatnya saja sudah
ada firasat bukan perempuan baik-baik, intinya Vivien tidak suka dengan
perempuan berpenampilan seperti itu, rambut dibuat bergelombang, memberikan
kesan yang sangat berlebihan.
“Paman Kedua, ada apa kalian datang kesini?” Tanya
Vivien.
“Memangnya kenapa, kamu tidak menyambut kedatangan
kami, Vivien? Hehehe, Bibi Kedua bawakan kamu buah-buahan.”
Yingna Sun langsung melangkah ke depan, menyodorkan
Vivien sekantong buah, bagus sekali, hanya 1 kg apel, kelihatan sudah hampir
busuk, sepertinya hasil pembelian dengan harga diskon.
Tetapi pada akhirnya tetap menjulurkan tangan
menerimanya, bagaimanapun juga sudah diantar ke rumah sendiri kan? Bagaimana
mungkin ditolak dengan keras.
“Siapa yang datang, Vivien?” Tanya Ernie Tang sambil
menongolkan kepala dari balik pintu dapur.
“Keluarga Paman Kedua.”
Kata Vivien, raut wajah Paman Kedua terlihat tidak
begitu baik, tetapi kali itu pun seperti ini, dalam hati Vivien berpikir
biasanya Paman Kedua memang tidak banyak bicara, apalagi tersenyum.
“Ha??”
Ernie Tang terkejut mendengarnya, segera mematikan api
kompor, mencuci tangan dan keluar dari dapur.
“Cepat masuk, Kakak Kedua, Kakak Ipar, kalian sudah
datang ya.”
Kata Ernie sambil tersenyum, kedatangan Kakak Kedua
tetap membuatnya merasa senang, dan kali ini mereka datang satu keluarga, dalam
hati merasa sangat senang, bagaimanapun juga berkumpulnya keluarga adalah hal
yang baik, apalagi Ernie Tang selalu menantikan kedatangan Kakak Keduanya.
“Datang merepotkanmu lagi, Ernie, sungguh tidak enak
hati.”
Kata Wanton Tang sambil tersenyum pahit.
“Apa yang kamu katakan, Kakak Kedua, kita satu
keluarga loh, cepat masuk, apakah ini calon istri Kangsan?”
Ernie Tang melihat sekilas perempuan berdandan tebal
itu, tersenyum berkata.
“Apa kabar Bibi, aku pacar Kangsan, namaku Johanna.”
Jawab Johanna sambil tersenyum.
“Anak ini lumayan, mari masuk.” Kata Ernie sambil
tersenyum.
“Tentu saja, hei laki-laki tua, untuk apa selalu
mengasingkan diri seperti itu, bukankah ini sama saja dengan rumah kita
sendiri? Ernie adalah adik kandung kita, jika kamu seperti ini terus, aku pun
akan menjadi tidak senang. Jika orang lain, aku tidak mungkin mau datang, kamu
kira siapa mampu menggerakkanku? Benar kata pepatah, istana sebagus apapun tidak
lebih nyaman dari kandang sendiri, aku datang ke tempat Ernie, tujuannya demi
mempererat hubungan persaudaraan kalian, bukankah semua aku lakukan demi kamu?”
Kata Yingna Sun dengan penuh tegas, dia melototi
Wanton Tang sekilas, setiap keluar rumah pasti bersikap membuat malu.
“Benar sekali kata Kakak Ipar, Kakak Kedua, kamu tidak
perlu sungkan, kelak jika ada waktu sering-seringlah datang, kita satu
keluarga, untuk apa tidak enak hati, hehe…” Kata Ernie sambil tersenyum.
“Wangi sekali, apa yang sedang Adik Kedua masak dalam
panci? Kami sungguh datang di waktu yang tepat, hahaha. Pantas saja kata
peramal aku jago makan, kemanapun akan selalu bertemu makanan enak, menurutmu
bagaimana, kebetulan sekali kan, hahaha…”
Kata Yingna Sun sambil tersenyum, wajahnya penuh
kegembiraan, terus memandang ke dalam dapur.
Paman Kedua sekeluarga pun masuk ke dalam rumah, hati
Vivien tak kunjung tenang, entah apa penyebabnya, yang pasti selalu merasa
seperti masuknya iblis ke dalam desa.
“Sudah lihat belum, Johanna, ini adalah rumah Bibi
Keduamu, bagus sekali kan, luasnya 100 meter lebih, besar sekali kan.” Kata
Yingna Sun sambil tersenyum manis.
“Keluarga Bibi Keduamu sangat kaya, termasuk keluarga
ternama di dalam kota.”
“Kakak Ipar Kedua, perkataanmu sedikit berlebihan deh,
hehe..” Kata Ernie Tang sambil tersenyum menggelengkan kepala.
“Kamu jangan terlalu rendah hati, Adik Kedua, kita
satu keluarga, untuk apa malu-malu seperti itu.” Kata Yingna dengan ekspresi
wajah sedikit cemberut.
“Kebetulan sekali tiba pada jam makan, mari duduk dan
makan bersama.” Kata Ernie Tang.
“Niat baik tidak boleh ditolak, niat baik tidak boleh
ditolak, hahaha, kamu sibuk dulu, Adik Kedua, kami akan duduk santai terlebih
dahulu, kita satu keluarga, tidak perlu sungkan seperti itu.”
Yingna Sun kesenangan hingga mulut tidak dapat
ditutup, dia tersenyum manis, segera menggandeng Kangsan Tang dan Johanna duduk
ke kursi.
“Keluarga Bibi Kedua memang kaya raya.”
Johanna Yu melihat ke sekeliling, tatapan mata
berbinar-binar.
“Kalian duduk dulu, Kakak Kedua, Kakak Ipar Kedua,
dalam panciku ada kepiting dan makanan laut yang masih sedang dimasak.”
Setelah berpesan, Ernie pun kembali ke dapur untuk
melanjutkan masak.
“Kebetulan sekali aku sedang haus, datangnya
terburu-buru, Vivien, segera suguhkan sedikit teh untuk Bibi Kedua.”
Yingna Sun duduk dengan penuh santai, malah mulai
memerintah Vivien, dalam hati Vivien merasa sangat kesal, sakitku belum
sepenuhnya pulih, masih sedang merawat diri di rumah, kamu malah menjadikanku
babu.
Jika bukan karena menghormati Paman Kedua, Vivien
sungguh malas melayani Bibi Kedua yang tidak menganggap dirinya sendiri menjadi
orang luar itu.
Dengan penuh terpaksa menyuguhkan seteko teh, Vivien
duduk ke sofa sambil bermain handphone.
“Aduhhl!”
Baru menyeruput sedikit teh, raut wajah Yingna Sun
menjadi sangat buruk.
“Kamu ingin membuat Bibi mati kepanasan ya Vivien,
bukankah hanya ingin meminum sedikit teh buatanmu, panas sekali.”
Kata Yingna Sun dengan nada setengah bercanda, timbul
rasa kesal dan benci dalam hati Vivien, tetapi bagaimanapun juga itu adalah
orangtua, yang bisa dilakukan hanya tersenyum pahit.
“Sudah lihat belum Johanna, Bibi Keduaku kaya raya
kan.”
Kata Kangsan Tang dengan penuh bangga, seolah ikut
berbahagia.
Vivien pun berekspresi sinis, mengerutkan kening, apa
hubungannya denganmu jika keluargaku kaya raya? Seolah-olah kekayaan kami juga
menjadi kekayaanmu.
“Hm, Vivien bahagia sekali, begitu melihatnya sudah
pasti seorang putri kesayangan dari keluarga terpandang.”
Kata Johanna Yu sambil tersenyum, Vivien selalu merasa
dia tidak menyimpan maksud baik, karena dari sikap saja Johanna tidak memberi
kesan yang baik, terlalu pandai menyombongkan diri, terlalu melebih-lebihkan
sesuatu, tidak masalah jika sangat memerhatikan kecantikan di usia muda, tetapi
pakaiannya sungguh terlalu vulgar, juga di hadapan orangtua dan calon suami,
yang pasti Vivien tidak bisa menerimanya.
“Kakak Ipar sungguh pandai bercanda.”
Kata Vivien sambil tersenyum, tidak mungkin marah di
rumah sendiri kan, siapa suruh Ibunya berhati terlalu baik.
“Jangan sembarang bicara, aku dan Kakakmu belum pergi
mencocokkan jodoh loh.”
Kata Johanna Yu sambil tersenyum, Kangsan Tang yang
berada di samping merasa canggung, Vivien pun bisa melihat, sepertinya Johanna
Yu tidak sedang bercanda. Memangnya ada ancaman dalam hubungan mereka berdua?
Anak saja sudah dimiliki, dan sudah datang menemui orangtua pasangan, kenapa
kelihatannya ekspresi wajah Kangsan Tang, tidak begitu alami?
“Kakak Kedua dan Kakak Ipar Kedua sudah datang ya,
baru saja aku bekerja di dalam ruang kerja, mohon maaf tidak menyadarinya.”
Saat ini Hartanto Lin keluar dari ruang kerja, melihat
Wanton Tang sekeluarga disana, dia pun tersenyum menganggukkan kepala.
“Tidak masalah, tidak masalah, semua satu keluarga,
untuk apa merasa sungkan, juga bukan pertama kali datang kok, Kakak Ipar Kedua,
tidak perlu repot-repot sambut kami.”
Kata Yingna Sun sambil tersenyum, sama sekali tidak
menganggap diri sendiri sebagai tamu, mereka berempat duduk rapi di depan meja,
sekaligus mengambil alih kursi utama, membuat Vivien tercengang, apakah mereka
bersiap-siap mulai makan?
Tidakkah ini terlalu terang-terangan? Sekaligus ingin
membungkus pulang?
Tentu saja Vivien tahu yang datang bukan Thomas Qin,
karena dia baru saja selesai telepon dengan Thomas, dan Kakak Sepupunya itu
tidak mungkin datang begitu cepat, hanya saja, orang yang berdiri di depan mata
membuatnya tercengang.
Paman Kedua?
Bagaimana bisa yang datang mereka?
Dan yang datang bukan Paman Kedua sendiri, tetapi juga
Bibi Kedua, Yingna Sun, Kakak Sepupunya Kangsan Tang, serta seorang perempuan
berdandan tebal…
Apa-apaan ini? Rombongan besar?
Vivien merasa kesal, tadinya mengira akan makan dengan
puas, tetapi malah kedatangan orang lain. Meski yang datang adalah kerabatnya
sendiri, tetapi bagaimanapun juga mereka sudah lama sekali tidak berkomunikasi,
timbul sedikit rasa asing dalam hati Vivien.
Waktu itu saja dirinya tidak makan hingga kenyang,
jangan bilang kali ini Paman dan Bibi Kedua datang sambil membawa kantong.
Tetapi semua orang yang datang adalah tamu, dirinya
tentu tidak boleh bersikap tidak sopan kan? Jika tidak, Ayah Ibunya pasti tidak
akan memberi ampun.
Waktu itu suasana sudah cukup canggung, kini malah
bertambah seorang perempuan, jangan bilang dia calon istri Kangsan Tang?
Yang paling mencolok adalah dandanannya yang tebal,
bentuk badan menggoda, dan pakaian tidak tertutup rapat, melihatnya saja sudah
ada firasat bukan perempuan baik-baik, intinya Vivien tidak suka dengan
perempuan berpenampilan seperti itu, rambut dibuat bergelombang, memberikan
kesan yang sangat berlebihan.
“Paman Kedua, ada apa kalian datang kesini?” Tanya
Vivien.
“Memangnya kenapa, kamu tidak menyambut kedatangan
kami, Vivien? Hehehe, Bibi Kedua bawakan kamu buah-buahan.”
Yingna Sun langsung melangkah ke depan, menyodorkan
Vivien sekantong buah, bagus sekali, hanya 1 kg apel, kelihatan sudah hampir
busuk, sepertinya hasil pembelian dengan harga diskon.
Tetapi pada akhirnya tetap menjulurkan tangan
menerimanya, bagaimanapun juga sudah diantar ke rumah sendiri kan? Bagaimana
mungkin ditolak dengan keras.
“Siapa yang datang, Vivien?” Tanya Ernie Tang sambil
menongolkan kepala dari balik pintu dapur.
“Keluarga Paman Kedua.”
Kata Vivien, raut wajah Paman Kedua terlihat tidak
begitu baik, tetapi kali itu pun seperti ini, dalam hati Vivien berpikir
biasanya Paman Kedua memang tidak banyak bicara, apalagi tersenyum.
“Ha??”
Ernie Tang terkejut mendengarnya, segera mematikan api
kompor, mencuci tangan dan keluar dari dapur.
“Cepat masuk, Kakak Kedua, Kakak Ipar, kalian sudah
datang ya.”
Kata Ernie sambil tersenyum, kedatangan Kakak Kedua
tetap membuatnya merasa senang, dan kali ini mereka datang satu keluarga, dalam
hati merasa sangat senang, bagaimanapun juga berkumpulnya keluarga adalah hal
yang baik, apalagi Ernie Tang selalu menantikan kedatangan Kakak Keduanya.
“Datang merepotkanmu lagi, Ernie, sungguh tidak enak
hati.”
Kata Wanton Tang sambil tersenyum pahit.
“Apa yang kamu katakan, Kakak Kedua, kita satu
keluarga loh, cepat masuk, apakah ini calon istri Kangsan?”
Ernie Tang melihat sekilas perempuan berdandan tebal
itu, tersenyum berkata.
“Apa kabar Bibi, aku pacar Kangsan, namaku Johanna.”
Jawab Johanna sambil tersenyum.
“Anak ini lumayan, mari masuk.” Kata Ernie sambil
tersenyum.
“Tentu saja, hei laki-laki tua, untuk apa selalu
mengasingkan diri seperti itu, bukankah ini sama saja dengan rumah kita
sendiri? Ernie adalah adik kandung kita, jika kamu seperti ini terus, aku pun
akan menjadi tidak senang. Jika orang lain, aku tidak mungkin mau datang, kamu
kira siapa mampu menggerakkanku? Benar kata pepatah, istana sebagus apapun tidak
lebih nyaman dari kandang sendiri, aku datang ke tempat Ernie, tujuannya demi
mempererat hubungan persaudaraan kalian, bukankah semua aku lakukan demi kamu?”
Kata Yingna Sun dengan penuh tegas, dia melototi
Wanton Tang sekilas, setiap keluar rumah pasti bersikap membuat malu.
“Benar sekali kata Kakak Ipar, Kakak Kedua, kamu tidak
perlu sungkan, kelak jika ada waktu sering-seringlah datang, kita satu
keluarga, untuk apa tidak enak hati, hehe…” Kata Ernie sambil tersenyum.
“Wangi sekali, apa yang sedang Adik Kedua masak dalam
panci? Kami sungguh datang di waktu yang tepat, hahaha. Pantas saja kata
peramal aku jago makan, kemanapun akan selalu bertemu makanan enak, menurutmu
bagaimana, kebetulan sekali kan, hahaha…”
Kata Yingna Sun sambil tersenyum, wajahnya penuh
kegembiraan, terus memandang ke dalam dapur.
Paman Kedua sekeluarga pun masuk ke dalam rumah, hati
Vivien tak kunjung tenang, entah apa penyebabnya, yang pasti selalu merasa
seperti masuknya iblis ke dalam desa.
“Sudah lihat belum, Johanna, ini adalah rumah Bibi
Keduamu, bagus sekali kan, luasnya 100 meter lebih, besar sekali kan.” Kata
Yingna Sun sambil tersenyum manis.
“Keluarga Bibi Keduamu sangat kaya, termasuk keluarga
ternama di dalam kota.”
“Kakak Ipar Kedua, perkataanmu sedikit berlebihan deh,
hehe..” Kata Ernie Tang sambil tersenyum menggelengkan kepala.
“Kamu jangan terlalu rendah hati, Adik Kedua, kita
satu keluarga, untuk apa malu-malu seperti itu.” Kata Yingna dengan ekspresi
wajah sedikit cemberut.
“Kebetulan sekali tiba pada jam makan, mari duduk dan
makan bersama.” Kata Ernie Tang.
“Niat baik tidak boleh ditolak, niat baik tidak boleh
ditolak, hahaha, kamu sibuk dulu, Adik Kedua, kami akan duduk santai terlebih
dahulu, kita satu keluarga, tidak perlu sungkan seperti itu.”
Yingna Sun kesenangan hingga mulut tidak dapat
ditutup, dia tersenyum manis, segera menggandeng Kangsan Tang dan Johanna duduk
ke kursi.
“Keluarga Bibi Kedua memang kaya raya.”
Johanna Yu melihat ke sekeliling, tatapan mata
berbinar-binar.
“Kalian duduk dulu, Kakak Kedua, Kakak Ipar Kedua,
dalam panciku ada kepiting dan makanan laut yang masih sedang dimasak.”
Setelah berpesan, Ernie pun kembali ke dapur untuk
melanjutkan masak.
“Kebetulan sekali aku sedang haus, datangnya
terburu-buru, Vivien, segera suguhkan sedikit teh untuk Bibi Kedua.”
Yingna Sun duduk dengan penuh santai, malah mulai
memerintah Vivien, dalam hati Vivien merasa sangat kesal, sakitku belum
sepenuhnya pulih, masih sedang merawat diri di rumah, kamu malah menjadikanku
babu.
Jika bukan karena menghormati Paman Kedua, Vivien
sungguh malas melayani Bibi Kedua yang tidak menganggap dirinya sendiri menjadi
orang luar itu.
Dengan penuh terpaksa menyuguhkan seteko teh, Vivien
duduk ke sofa sambil bermain handphone.
“Aduhhl!”
Baru menyeruput sedikit teh, raut wajah Yingna Sun
menjadi sangat buruk.
“Kamu ingin membuat Bibi mati kepanasan ya Vivien,
bukankah hanya ingin meminum sedikit teh buatanmu, panas sekali.”
Kata Yingna Sun dengan nada setengah bercanda, timbul
rasa kesal dan benci dalam hati Vivien, tetapi bagaimanapun juga itu adalah
orangtua, yang bisa dilakukan hanya tersenyum pahit.
“Sudah lihat belum Johanna, Bibi Keduaku kaya raya
kan.”
Kata Kangsan Tang dengan penuh bangga, seolah ikut
berbahagia.
Vivien pun berekspresi sinis, mengerutkan kening, apa
hubungannya denganmu jika keluargaku kaya raya? Seolah-olah kekayaan kami juga
menjadi kekayaanmu.
“Hm, Vivien bahagia sekali, begitu melihatnya sudah
pasti seorang putri kesayangan dari keluarga terpandang.”
Kata Johanna Yu sambil tersenyum, Vivien selalu merasa
dia tidak menyimpan maksud baik, karena dari sikap saja Johanna tidak memberi
kesan yang baik, terlalu pandai menyombongkan diri, terlalu melebih-lebihkan
sesuatu, tidak masalah jika sangat memerhatikan kecantikan di usia muda, tetapi
pakaiannya sungguh terlalu vulgar, juga di hadapan orangtua dan calon suami,
yang pasti Vivien tidak bisa menerimanya.
“Kakak Ipar sungguh pandai bercanda.”
Kata Vivien sambil tersenyum, tidak mungkin marah di
rumah sendiri kan, siapa suruh Ibunya berhati terlalu baik.
“Jangan sembarang bicara, aku dan Kakakmu belum pergi
mencocokkan jodoh loh.”
Kata Johanna Yu sambil tersenyum, Kangsan Tang yang
berada di samping merasa canggung, Vivien pun bisa melihat, sepertinya Johanna
Yu tidak sedang bercanda. Memangnya ada ancaman dalam hubungan mereka berdua?
Anak saja sudah dimiliki, dan sudah datang menemui orangtua pasangan, kenapa
kelihatannya ekspresi wajah Kangsan Tang, tidak begitu alami?
“Kakak Kedua dan Kakak Ipar Kedua sudah datang ya,
baru saja aku bekerja di dalam ruang kerja, mohon maaf tidak menyadarinya.”
Saat ini Hartanto Lin keluar dari ruang kerja, melihat
Wanton Tang sekeluarga disana, dia pun tersenyum menganggukkan kepala.
“Tidak masalah, tidak masalah, semua satu keluarga,
untuk apa merasa sungkan, juga bukan pertama kali datang kok, Kakak Ipar Kedua,
tidak perlu repot-repot sambut kami.”
Kata Yingna Sun sambil tersenyum, sama sekali tidak
menganggap diri sendiri sebagai tamu, mereka berempat duduk rapi di depan meja,
sekaligus mengambil alih kursi utama, membuat Vivien tercengang, apakah mereka
bersiap-siap mulai makan?
Tidakkah ini terlalu terang-terangan? Sekaligus ingin
membungkus pulang?
No comments: