Bab 9
Adriel tetap
tenang, sedangkan Jessica dan para karyawan lainnya terkejut.
Kecantikan
dan pesona Yunna membuat wanita-wanita ini merasa cemburu.
Bagaimana
mungkin seorang wanita cantik menyukai seorang pejudi? Bukankah itu sama saja
dengan menyia-nyiakan kecantikannya?
"Kenapa
kalau dia pacarmu? Kami nggak menyambut pecandu narkoba dan pejudi di toko
kita."
Jessica
menghentak dengan nada dingin.
"Pantas
saja seorang pejudi sepertinya berani membeli baju di toko kita, ternyata
menggoda seorang wanita kaya dan menjadi gigolo."
"Nona
Cantik, kuperingatkan, bukalah matamu. Kalau mau memelihara gigolo, jangan
hanya melihat wajahnya, hati-hati tertipu."
Jessica
berkata dengan sinis dan tajam.
"Berisik
sekali! Bagaimana bisa ada karyawan sepertimu di toko Gucci, bahkan bisa
menjadi kepala toko."
Yunna
menyernyitkan keningnya.
"Mau
dibantu malah nggak mau, dasar nggak tahu terima kasih. Aku bisa jadi kepala
toko atau nggak, memangnya ada urusannya denganmu? Apa kamu bisa mengaturku?
Aku nggak akan menjual apa pun ada kalian, apa yang bisa kamu lakukan padaku?
Kalau berani, laporkan saja!"
Jessica tidak
takut karena pacarnya adalah seorang manajer. Dia bahkan memarahi Yunna.
Ekspresi
Yunna mulai muram.
"Apa
yang bisa kulakukan? Aku bisa menghancurkan pekerjaanmu," kata Yunna.
"Siapa
takut! Kalau berani, hancurkan saja. Aku mau lihat, bagaimana kamu akan
menghancurkan pekerjaanku!"
Jessica tidak
menghiraukan.
Yunna
mengeluarkan ponselnya, tetapi dia menanyakan pendapat Adriel terlebih dahulu.
"Apa
kamu mau memberinya pelajaran?"
"Bebas,"
kata Adriel.
Yunna
langsung menelepon sekretarisnya dan berkata, "Aku ada di Pusat
Perbelanjaan Surya, suruh pemilik toko Gucci di Pusat Perbelanjaan Surya segera
datang menemuiku."
"Aktingmu
hebat sekali, kamu pikir kamu siapa? Memangnya hanya dengan satu telepon, kamu
bisa memanggil bos kita?"
Jessica masih
bersikap meremehkan, dia kenal pemilik toko Gucci ini.
Bos Rory
adalah anggota Persatuan Dagang Marlion Silas, dia menguasai hampir semua
bisnis bermerek di kota Silas. Dia memiliki jaringan dan kekuatan yang kuat dan
bisa dikatakan sebagai orang penting.
Meskipun
Yunna tidak terlihat seperti orang biasa, dia tidak mungkin bisa memanggil
orang penting seperti Rory hanya dengan satu telepon.
Pegawai lain
tidak berani berbicara lagi, mereka tidak punya keberanian seperti Jessica.
Setelah
menelepon, Yunna tidak lagi beradu mulut dengan Jessica.
Hari ini,
jika bukan karena urusan Adriel, dengan posisi dan status Yunna, dia tidak akan
meladeni urusan sepele seperti ini.
Pada saat
ini, ada pelanggan lain yang masuk. Pegawai segera datang menyambut.
"Adriel?"
Kebetulan
sekali, datang lagi seorang kenalan.
Tunangan masa
lalu Adriel, Fanny Lein.
Adriel
melirik Fanny tanpa mengatakan apa-apa.
Fanny
mengolok-oloknya, "Kudengar kamu kecanduan narkoba dan berjudi. Kupikir
kamu sudah mati, tapi ternyata masih hidup, sungguh sial!"
"Nona
Fanny, apakah kamu juga mengenalnya?"
Fanny adalah
pelanggan VIP dan Jessica sebagai kepala toko sangat mengenalnya.
"Kalau
dia berubah menjadi abu, aku juga akan mengenalinya."
"Oh?
Kamu sangat mencintaiku? Bahkan setelah aku menjadi abu, kamu masih bisa
mengenaliku," sindir Adriel.
"Jangan
terlalu berlebihan, aku berharap kamu bisa mati lebih cepat! Untuk apa sampah
sepertimu tetap hidup? Hanya membuang-buang udara saja. Kalau aku jadi kamu,
aku sudah gantung diri."
Fanny
mengejek.
"Nona
Fanny benar." Jessica seolah-olah menemukan teman sejiwa.
“Selera
wanitamu seburuk itu?”
Yunna menutup
mulutnya dan tersenyum ringan.
"Aduh
... hari ini aku nggak melihat kalender sebelum keluar, sial sekali!"
Adriel menghela napas.
"Siapa
dia? Apa dia juga temanmu?"
"Dia
tunanganku, Nona Lein, Fanny Lein," kata Adriel.
"Adriel,
jaga mulutmu, siapa yang tunanganmu?"
Fanny segera
membantah, “Kita sudah nggak punya hubungan apa-apa, jangan melebih-lebihkan!
Lihatlah dirimu sekarang, apa kamu pantas? Pertunangan kita dulu adalah aib
terbesarku.”
Setelah
mendengar percakapan ini, Yunna dan Jessica sepenuhnya memahami hubungan
keduanya.
"Menurutku,
bukan dia yang nggak pantas untukmu. Apa hebatnya seorang Nona Lein, apa yang
membuatmu bangga?"
Yunna tahu
kehormatan dan martabat adalah yang terpenting bagi pria.
Terutama pada
kesempatan seperti hari ini, satu teman sekelas perempuan yang pernah menyukai
Adriel, satu lagi tunangannya.
Dia harus
mendukung Adriel.
Fanny
memerhatikan Yunna, aura dan penampilan wanita ini membuatnya cemburu.
Dia kira
Yunna hanya pelanggan yang tidak terlibat.
"Siapa
kamu? Apa kamu punya hak untuk berbicara di sini? Tutup mulutmu!"
Saat ini,
Yunna yang sudah membuat Fanny cemburu malah membela Adriel. Dia bersikap
agresif, menunjukkan aura Nona dari keluarga Lein hanya untuk melampiaskan
sebagian kecemburuan dan ketidakbahagiaannya.
Jessica
segera berkata, "Kayaknya dia wanita kaya yang memelihara Adriel."
"Huh …
"
Fannny tidak
bisa menahan tawa dan berkata, "Memelihara sampah? Aku nggak salah dengar,
'kan?"
"Nona
Fanny, kamu nggak salah dengar! Dia membawa Adriel membeli pakaian."
"Aku
sudah berbaik hati memperingatinya supaya nggak tertipu. Tapi, ada orang yang
nggak mau dibantu dan nggak tahu terima kasih, bahkan mengancam akan
menghancurkan pekerjaanku. Dia bilang dengan satu telepon bisa memanggil bosku
datang."
Jessica
dengan bersemangat menceritakan apa yang baru saja terjadi kepada Fanny.
Fanny yang
mendengarnya, tidak bisa menahan tawa.
"Kamu
gila, ya? Kamu menyia-nyiakan wajah cantikmu untuk memelihara sampah ini!"
"Lagian
apa kamu tahu siapa pemilik toko ini? Dia orang terkenal di kota Silas. Bahkan
kalau aku telepon, Pak Rory belum tentu datang. Kamu pikir kamu siapa?"
"Kamu
ingin mendukung sampah yang nggak berguna ini? Kamu nggak pantas."
Fanny dan
Jessica saling menyanyikan lagu, seperti menyanyikan lagu duet. Yunna dan
Adriel diejek seperti tidak ada harga dirinya dan mereka sangat bangga.
Yunna justru
tidak marah, dia tersenyum dan bertanya kepada Adriel, "Liat mereka,
menurutmu bukankah mereka mirip dua badut?"
Adriel
menggelengkan kepalanya, "Nggak mirip."
"Hm?"
heran Yunna.
"Bukan
mirip, tapi itulah kenyataannya."
Kata-kata
serius Adriel ini membuat Yunna tertawa terbahak-bahak hingga menutup mulutnya.
Di hadapan
Yunna dan Adriel, Fanny dan Jessica memang seperti badut yang melompat-lompat.
"Kamu
berani menghinaku?"
Fanny juga
seorang gadis manja yang cerewet. Dia tidak tahan kalau ada yang menghinanya di
depan umum.
"Aku
memujimu! Kenyataannya, kamu bahkan nggak bisa dianggap sebagai badut
loncat."
Yunna
bukanlah orang yang mudah dihadapi, setiap kalimat seperti pisau, menusuk dan
membuat Fanny marah seperti petir.
No comments: