Bab 102
"Ayahku sudah setuju. Dia akan
bicara langsung dengan Mahaguru Osman," kata Jessy setelah menutup telepon.
"Baiklah. Karena kita juga nggak
jadi menonton film, aku pulang duluan, ya," ujar Adriel
"Pak Adriel, lain kali aku akan
mengajakmu lagi. Sekali lagi, aku minta maaf atas kejadian hari ini," ujar
Jessy dengan penuh
rasa bersalah.
Adriel melambaikan tangan, lalu pergi
mengemudikan mobilnya.
Jessy kembali ke mobilnya sendiri
dengan wajah yang kesal.
"Sialan kamu, David! Kamu
merusak kencan pertamaku bersama Pak Adriel, menyebalkan!" ujar Jessy
dengan marah.
Tidak lama setelah Adriel dan Jessy
pergi, David kembali ke bioskop dengan membawa orang-orangnya.
Di antara mereka ada murid utama
Osman, Aric Valda, seorang petarung tingkat delapan.
"Pengecut! Beraninya dia
kabur!"
David merasa marah dan kesal karena
tidak menemukan Adriel.
"Tenang saja. Selama bocah itu
masih di Kota Silas, dia nggak akan bisa kabur," kata
Aric.
Adriel tidak kembali ke Mansion
Nevada, melainkan pergi ke vila keluarga Juwana.
Ana belum pulang. Adriel melihat
bantal sofa telah diganti dengan yang baru.
Adriel berbaring di sofa, tidak bisa
menahan diri untuk mengingat kejadian sebelumnya dengan Ana di tempat itu,
membuatnya merasa bergairah.
"Ibu sudah pulang?"
Saat itu, Yasmin turun dari lantai
atas dan terkejut melihat Adriel yang berbaring di sofa.
"Dasar buta, bagaimana kamu bisa
masuk ke sini?"
Yasmin turun tanpa mengenakan sehelai
benang pun, awalnya kaget melihat ada pria asing di rumahnya.
Namun, begitu melihat bahwa itu
adalah Adriel si buta, Yasmin tidak peduli lagi. Dia berjalan dengan santai
tanpa merasa malu sedikit pun.
Yasmin benar-benar mewarisi gen
unggul
dari Ana, dengan fitur wajah yang
indah, kulit putih, dan tubuh tinggi semampai. Dadanya juga jauh lebih
mengesankan dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.
Tubuh Yasmin tinggi dan ramping,
terutama kakinya yang panjang dan lurus. Ini membuat siapa pun ingin menyentuh
dan merasakannya.
Latihan pencak silat yang rajin
membuat tubuhnya sangat proporsional, tanpa sedikit pun lemak berlebih,
ditambah lekukan yang sempurna.
"Dasar buta, apa yang kamu
lihat?"
Yasmin sadar bahwa Adriel menatapnya
tanpa berkedip. Pandangannya terasa aneh, tidak seperti orang buta.
"Aku ingin melihat, tapi sayangnya
aku nggak bisa melihat apa pun sekarang karena ulahmu. Aku nggak tahu apakah
kamu sudah bertambah tinggi dalam dua tahun ini, dadamu membesar atau nggak,
apakah kamu tumbuh dengan baik," ujar Adriel.
Dia tetap berpura-pura buta.
Pemandangan seindah ini harus dinikmati!
"Baik atau nggaknya
pertumbuhanku itu bukan urusanmu. Sepertinya kamu gatal dan minta dipukul,
ya?" balas Yasmin.
Yasmin mengepalkan tangannya dan
tersenyum dingin. Dia melanjutkan perkataannya, "Setelah kamu kabur, nggak
ada lagi yang jadi samsak hidupku. Tanganku jadi gatal setelah melihat
pecundang sepertimu."
"Aku juga gatal," kata
Adriel sambil tersenyum lebar.
"Dasar nggak tahu malu. Hari ini
aku akan memukulmu sampai gigimu rontok!" ancam Yasmin.
Dia langsung mengangkat kakinya dan
menendang tinggi, memberikan Adriel
pemandangan yang memuaskan.
Adriel tidak melawan dan berpura-pura
menghindar dengan canggung.
"Hmm?"
Yasmin heran bahwa Adriel yang buta
bisa menghindari serangannya. Dia segera menyerang lagi, menggunakan teknik
tendangan beruntun, menargetkan kepala Adriel.
Adriel terus menghindar ke kiri dan
kanan, sementara matanya tetap sibuk menikmati pemandangan.
Ketika Yasmin menendang lagi, Adriel
langsung menangkap pergelangan kakinya dan menahannya di bahunya, membuat api
gairah dalam dirinya berkobar.
Yasmin segera sadar bahwa ada yang
tidak beres. Adriel bukan hanya bisa menghindari serangannya, tapi lelaki itu
juga terus memandang bagian pribadinya.
Dengan satu kaki diangkat oleh
Adriel, Yasmin tidak bisa bergerak. Dia pun langsung membentuk cakar dengan
tangannya dan membidik ke mata Adriel.
Adriel segera menangkap jari telunjuk
dan jari tengah Yasmin dengan tangan satunya.
"Kamu nggak buta, kamu bisa
melihat!" seru Yasmin dengan kaget.
No comments: