Bab 105
"Jangan ganggu, aku sedang
masak. Jauhkan tangan nakalmu itu," seru Ana dengan emosi.
Namun, Adriel bukan orang yang mudah
menyerah.
Ana tahu bahwa dia telah sepenuhnya
terjerumus di hadapan Adriel. Dia tidak lagi peduli dengan citranya dan sepenuhnya
melepaskan sifat alaminya.
Pada malam yang sunyi itu, Ana
berbaring di pelukan Adriel dan segera tertidur.
Adriel tetap meninggalkan vila
keluarga Junawa sebelum fajar. Dia kembali ke Mansion Nevada, lalu mendaki
Gunung Violet dan berlatih kemampuan mata ganda.
Wendy juga tiba di puncak gunung
lebih dulu dari Adriel seperti biasa.
"Selamat pagi, Mahaguru
Wendy," sapa Adriel.
Wendy menganggukkan kepala sedikit.
Setelah kabut ungu menghilang, Adriel
berinisiatif mencari Wendy.
"Mahaguru Wendy, mengenai
petunjuk yang kamu berikan kemarin, aku telah berlatih sedikit gerakan tubuh
ringan. Mohon berikan petunjuk lagi, Mahaguru Wendy," kata Adriel.
"Kamu memang rajin, ya.
Kemarilah," jawab Wendy sambil tersenyum.
Adriel langsung menggunakan Jurus Tiga
Ribu Halilintar. Kecepatannya meningkat pesat dan pada saat yang sama, Adriel
juga mengumpulkan seluruh kekuatannya di atas tinjunya.
Kemampuan tempurnya sekarang memiliki
peningkatan yang jelas dibandingkan kemarin.
Meskipun begitu, Wendy tetap berhasil
menghindar. Tinju yang dilayangkan Adriel hampir menyentuh ujung hidungnya.
Adriel memilih menyerang, sedangkan
Wendy mengambil posisi pertahanan.
Namun, tidak peduli seberapa cepat
serangan Adriel, itu tidak bisa melukai Wendy sedikit pun. Sebaliknya, satu
pukulannya langsung membuat Adriel mundur beberapa langkah.
"Bagus, kecepatan dan responsmu
meningkat pesat," ucap Wendy dengan kagum.
"Sayangnya, aku masih nggak
cukup cepat di hadapanmu. Aku bahkan nggak bisa menyentuh ujung bajumu,"
seru Adriel.
Kabar yang beredar di dunia
persilatan menyebutkan bahwa Wendy adalah salah satu dari Empat Mahaguru yang
paling lemah dengan peringkat mahaguru tingkat empat.
Namun, setelah bertarung selama dua
hari ini, Adriel berani menyimpulkan bahwa kekuatan Wendy setidaknya berada di
atas tingkat enam.
"Dengan kekuatanmu saat ini,
kamu bisa bertarung dengan seorang mahaguru tingkat lima," kata Wendy.
Adriel kembali menyerang. Ada seorang
ahli yang tidak pelit untuk membimbingnya, Adriel tentu tidak akan melewati
kesempatan ini.
"Keterampilan meringankan
tubuhmu ini bagus, bisa dikatakan sebagai keterampilan meringankan tubuh
terbaik. Hanya saja kamu belum cukup terlatih," ucap Wendy yang saling
menjauh dengan Adriel. Mereka telah saling berlatih hingga hampir 100 gerakan.
"Ini namanya Jurus Tiga Ribu
Halilintar," sahut Adriel.
"Waktunya sudah larut, aku turun
gunung dulu. Kamu latihan dengan baik. Dengan teknik meringankan tubuh ini,
ditambah dengan keterampilanmu yang hebat dan mendominasi, kamu bisa dengan
mudah menghadapi lawan yang lebih kuat," pungkas Wendy.
"Terima kasih untuk
bimbingannya, Mahaguru Wendy," balas Adriel sambil menangkupkan tangannya.
Setelah Wendy pergi, Adriel
melanjutkan latihan Jurus Tiga Ribu Halilintar di dalam pegunungan sebelum
turun gunung pada tengah hari.
Sore itu, Ebert menelepon dan
mengajaknya untuk makan malam bersama. Adriel pun dengan cepat menyetujuinya.
Ketika mereka bertemu, Ebert langsung
memeluk Adriel.
"Halo, Kak Adriel. Sudah lama
nggak ketemu, aku rindu sekali," seru Ebert.
"Jangan begitu menggelikan, aku
nggak tahan," balas Adriel sambil memukul punggung Ebert.
Kemudian, Ebert meninju Adriel dengan
satu pukulan dan mereka saling tersenyum.
"Nyalimu besar sekali. Kamu
berani mengajak pecandu narkoba dan penjudi yang buruk sepertiku untuk makan
bersama. Apa kamu nggak takut aku meminjam uang darimu?" kata Adriel
dengan nada bercanda.
"Meskipun aku nggak punya banyak
uang, asal kamu meminta, aku juga bisa mengumpulkan ratusan juta untukmu dengan
menjual semua yang aku punya. Aku nggak percaya omong kosong kalau kamu adalah
pecandu narkoba dan penjudi yang buruk," seru Ebert.
"Ucapanmu itu sudah cukup
untukku. Ayo, kita masuk dan minum bir," pungkas Adriel.
Dia pun merangkul pundak Ebert dan
bersama-sama masuk ke dalam restoran.
"Kak Adriel, kamu pergi ke mana
selama dua tahun ini? Aku nggak bisa menghubungimu, "tanya Ebert.
"Aku sangat terpukul dengan
kematian orang tuaku, jadi aku pergi ke sebuah kuil di luar kota, menjauh dari
dunia dan bermeditasi selama dua tahun," jelas Adriel.
"Bagus juga, menjaga diri dan
memperbaiki kepribadian. Melihat kondisimu sekarang, itu sudah sangat
baik," pungkas Ebert sambil mengangkat gelasnya.
Mereka saling bersulang dan mengobrol
dengan sangat gembira. Adriel juga sangat bersyukur bisa memiliki teman dan
sahabat yang baik seperti ini.
Setelah makan, Ebert mengusulkan
untuk pergi bernyanyi ke ruang karaoke dan Adriel menyetujuinya.
Ebert langsung membawa Adriel ke
pusat lokasi bisnis kelas atas.
Saat berada di parkir bawah tanah,
mereka kebetulan bertemu dengan Lisa.
"Ketua Kelas Lisa, apa yang kamu
lakukan di sini?" tanya Ebert.
Lisa terlihat agak canggung. Dia
melirik Adriel sekilas dan berkata, "Aku datang mencari seorang teman. Apa
kalian berdua mau pergi ke Istana Phoenix untuk karaoke?"
Istana Phoenix adalah tempat hiburan
yang terkenal di Kota Silas. Jadi, Lisa tentu saja tahu apa yang ada di
dalamnya.
Adriel tidak keberatan. Keluar untuk
bersenang-senang adalah hal yang normal, dia juga tidak ingin menyembunyikan
apa- apa.
Namun, Ebert menjawab lebih dulu,
"Tentu saja nggak, kami nggak mungkin ke tempat seperti Istana Phoenix.
Kami kemari juga untuk mencari orang."
Lisa tersenyum dan berkata,
"Bermain juga nggak masalah. Bersenang-senang saat menerima tamu adalah
hal yang wajar. Bukannya kamu sudah menjadi pelanggan tetap di sini?"
"Kamu salah paham! Ketua Kelas
Lisa, aku belum pernah pergi ke Istana Phoenix, mana mungkin menjadi pelanggan
tetap?" elak Ebert yang mencoba membela diri.
"Oke, selamat bermain. Aku ada
urusan, aku pergi dulu," ucap Lisa.
Lisa pun langsung menuju lift dan
tidak berniat untuk pergi bersama mereka.
"Gawat! Kenapa kita bisa bertemu
Lisa? Dia pasti mengira aku adalah orang yang suka berfoya -foya dan
bermain-main di luar," kata Ebert dengan ekspresi putus asa.
"Memangnya bukan begitu,
ya?" ejek Adriel.
"Aku hanya main-main saja,"
sahut Ebert.
"Kamu suka dengan Lisa?"
tanya Adriel.
"Kamu sengaja menanyakan hal
yang sudah jelas seperti ini, ya? Tapi aku dengar sepertinya dia sedang pacaran
dengan Diro. Aku sepertinya nggak ada harapan lagi," pungkas Ebert.
Sejak masih bersekolah, Ebert selalu
diarn - diam menyukai Lisa. Dia bahkan belum pernah mengungkapkan perasaannya
hingga sekarang.
"Adriel, di atas ini adalah
Istana Phoenix dan hotel. Apa Lisa datang sendirian saat ini untuk menginap
bersama Diro?" ucap Ebert yang tampak cemburu.
"Sialan, Diro si bajingan itu!
Kenapa Lisa bisa berpacaran dengannya?" timpal Ebert lagi.
"Jangan khawatir, hubungan Lisa
dan Diro nggak akan bertahan. Mungkin mereka sudah putus sekarang," jawab
Adriel.
Setelah kejadian di Gunung Violet
hari itu, Adriel yakin bahwa dengan kepribadian Lisa, dia tidak akan pacaran
dengan Diro lagi.
Namun, ucapan tanpa sengaja dari
Ebert ini membuat Adriel juga merasa bingung dalam hatinya.
Apa yang Lisa lakukan di sini?
Selain itu, Adriel baru saja
memperhatikan bahwa Lisa terlihat sedikit gugup dan panik. Lisa terlihat tidak
normal seperti memiliki masalah.
No comments: