Membakar Langit ~ Bab 106

 

Bab 106

 

"Ebert, kenapa kamu nggak mengungkapkan perasaanmu kalau memang suka dengan Lisa?" tanya Adriel.

 

"Dia nggak suka denganku, apa aku nggak malu jika aku menyatakan cinta?" ucap Ebert.

 

"Kalau kamu nggak mengungkapkan perasaanmu, bagaimana kamu tahu dia nggak akan menyukaimu? Kamu nggak punya nyali, ya?" ejek Adriel.

 

"Ada beberapa perasaan suka yang cukup disimpan dalam hati, nggak semuanya harus punya hasil. Kalau aku nggak bilang, kami masih bisa jadi teman sekelas. Tapi kalau aku bilang, mungkin kami nggak akan bisa jadi teman sekelas lagi. Aku akan mendoakan yang terbaik untuk Lisa, tapi aku merasa nggak nyaman kalau dia pacaran dengan orang seperti Diro," jelas Ebert.

 

"Meskipun Diro lebih kaya dariku, dalam hal kepribadian, dia lebih nggak pantas dengan Lisa dibandingkan aku," timpal Ebert lagi sambil tersenyum.

 

"Terserah kamu saja. Kamu juga bukan anak kecil lagi. Kamu punya rencana sendiri untuk urusan perasaan," sahut Adriel.

 

Adriel dan Ebert pun masuk ke dalam lift dan langsung menuju ke ruang karaoke Istana Phoenix.

 

Ebert memang pelanggan tetap di sini. Begitu masuk, terlihat seorang muncikari dengan riasan tebal dan mengenakan gaun ketat berbelahan tinggi. Dia berlenggak- lenggok sambil menyapa Ebert dengan ramah.

 

Setelah pernah melihat pesona Yunna mengenakan pakaian seperti itu, Adriel merasa sulit untuk jatuh cinta kepada wanita lain yang berpakaian seperti itu.

 

Setelah masuk ke ruang VIP, muncikari tersebut segera mengatur sekelompok wanita yang muda dan cantik, berpakaian seksi, serta bertubuh tinggi. Mereka berjalan masuk, lalu berdiri berjajar dan memperkenalkan diri dari kiri ke kanan.

 

"Kak Adriel, kamu pilih dulu," kata Ebert.

 

Dia keluar hanya untuk bersenang-senang. Oleh sebab itu, Adriel juga tidak merasa keberatan.

 

Saat Adriel memandang, para gadis tersebut bergegas membusungkan dadanya. Mata mereka tampak berbinar-binar dan memandang Adriel dengan penuh cinta. Hanya ada satu orang yang menundukkan kepala, menaruh tangannya di belakang badan, dan tidak berani menatap Adriel.

 

Mengetahui bahwa ini adalah pertama kalinya Adriel datang ke dunia hiburan bisnis, muncikari di samping memberi penjelasan kepada Adriel dengan suara pelan, "Kak Adriel, gadis yang menaruh tangan di depan bisa tampil. Mereka juga sangat pandai bermain dan patuh. Sedangkan yang menaruh tangan di belakang nggak bisa tampil."

 

"Oh, begitu. Aku mengerti," jawab Adriel sambil mengangguk.

 

Tiba-tiba, muncikari tersebut berkata, " Vivian, kenapa kamu menunduk? Angkat kepalamu."

 

Vivian tetap menunduk. Lantaran khawatir akan menyinggung pelanggan, muncikari tersebut segera berkata dengan tegas, " Kamu keluar saja."

 

"Nggak perlu, aku pilih dia," kata Adriel.

 

"Kak Adriel, gadis ini baru datang dua hari yang lalu. Dia masih agak kesulitan untuk bermain. Aku khawatir dia nggak bisa mengurusmu dengan baik, jadi bagaimana kalau kamu pilih yang lain?" tanya muncikari tersebut.

 

"Aku nggak mau ganti, aku pilih dia saja," ucap Adriel.

 

Muncikari itu pun berkata kepada Vivian, " Apa kamu nggak dengar? Duduk di sini dan temani Kak Adriel dengan baik. Kamu harus menemaninya dengan baik. Kalau berani menyinggung pelanggan, aku akan membuatmu tahu rasanya."

 

Vivian menundukkan kepala, tampak enggan dan tidak biasa.

 

Secara logis, para gadis yang masuk ke Istana Phoenix telah melewati pelatihan. Meskipun tamu tersebut buruk rupa, jika mereka terpilih, mereka harus melayani

 

dengan antusias. Ini adalah etika profesional.

 

"Kenapa lambat sekali? Aku memanggilmu, apa kamu tuli?" panggil muncikari itu lagi.

 

Dia sontak berdiri dan tatapan yang anggun tiba-tiba menjadi tajam.

 

Baru setelah melihatnya, Vivian perlahan mendekati dan duduk di samping Adriel.

 

"Kak Adriel, gadis ini masih pemula. Kamu pilih lagi dua orang supaya lebih seru. Nggak perlu menghemat denganku," pungkas Ebert.

 

"Baiklah," sahut Adriel.

 

Adriel memilih yang lain lagi. Kemudian, muncikari itu berkata, "Kak Adriel, pilihanmu memang bagus. Namanya Selvi, dia salah satu bintang utama di Istana Phoenix."

 

"Aku hanya butuh dua, Ebert giliranmu pilih, "kata Adriel.

 

Adriel juga memilih dua orang. Kedua gadis tersebut melayaninya di sisi kiri dan kanan.

 

Berbeda dengan semangat yang membara dari Selvi, Vivian duduk di samping tanpa bergerak. Dia tidak memberikan minuman kepada Adriel dan tidak bersuara.

 

Kemudian, Adriel meletakkan satu tangan di bahu Vivian sehingga membuatnya terkejut.

 

"Kamu takut denganku atau membenciku?" tanya Adriel.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 106 Membakar Langit ~ Bab 106 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on November 28, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.