Bab 108
Penampilan Lisa memang sangat memukau
dan lebih berkelas jika dipadukan dengan kalung berlian biru itu.
Wiryo sudah tidak sabar. Dia langsung
memeluk Lisa dan ingin menciumnya. Namun, Lisa mengelakkan kepalanya.
"Pak Wiryo, jangan begitu."
Lisa mendorong Wiryo. Dalam hatinya
masih saja merasa tidak nyaman dan tidak ingin menjual tubuhnya sendiri.
"Kenapa? Kamu menyesal?"
ucap Wiryo dengan wajah yang tidak senang.
Lisa melepaskan kalung dilehernya dan
berkata, "Aku ... aku belum mandi."
Wiryo tersenyum dan berkata,
"Kalau begitu, cepat kamu mandi. Aku akan menunggumu."
Lisa bergegas masuk ke kamar mandi.
Dia bersandar di pintu dan memejamkan matanya. Dia tidak bisa menenangkan
dirinya dalam waktu lama.
Meskipun Lisa sudah mempersiapkan
mental, tetap ada sebuah rintangan di hatinya yang sulit untuk diatasi.
Setelah lama menenangkan diri, Lisa
baru melepas pakaiannya dan membuka keran air untuk mulai mandi.
Namun, begitu terpikir bahwa dirinya
akan ditindih di bawah tubuh Wiryo si pria tua yang seumuran ayahnya dengan
berbagai macam penindasan dan pelecehan, Lisa tidak bisa menahan rasa jijik
dalam hatinya.
Setelah mandi, dia tetap tidak punya
keberanian untuk membuka pintu dan keluar.
Saat ini, ponselnya bergetar. Ibu
Lisa yang menelepon.
Lisa ragu sejenak sebelum menjawab
telepon tersebut.
"Lisa, kamu di mana? Sudah malam
begini kamu belum pulang."
"Aku di rumah Stella. Aku nggak
pulang malam ini."
"Kamu bohong! Ibu baru saja
menelepon Stella. Dia sudah beri tahu Ibu. Cepat pulang! "ucap Jesica
dengan tegas.
Stella adalah sahabat Lisa. Stella
adalah satu -satunya orang yang dia ceritakan tentang niatnya untuk tidur
dengan Wiryo. Stella juga pernah berusaha untuk membujuknya.
"Ibu, aku nggak punya cara lain.
Ayah berutang pululian miliar kepada rentenir. Bunganya terus bertambah dan
kita nggak mampu membayarnya. Kalau aku nggak berbuat seperti ini, keluarga
kita nggak akan bisa tenang," jawab Lisa dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Ibu tahu kamu sangat berbakti,
tapi Ibu nggak bisa membiarkan putri Ibu mengorbankan dirinya seperti ini.
Ayahmu yang salah. Ini nggak ada hubungannya denganmu."
"Lagi pula, Wiryo bukan orang
baik. Keluarga kita bisa jadi seperti ini karena ulahnya. Semua ini adalah
konspirasinya," ujar Jesica dengan khawatir dalam telepon.
Lisa segera bertanya, "Apa
hubungannya dengan Pak Wiryo?"
"Wiryo yang membawa ayahmu ke
kasino bawah tanah. Dia pemilik kasino bawah tanah itu. Awalnya, Wiryo ingin
mengakuisisi pabrik kita karena tempat itu akan segera dibongkar untuk
pengembangan."
"Ayahmu menolaknya. Jadi, Wiryo
menjebak ayahmu untuk kalah banyak uang di kasino dan memaksa kita untuk
menjual pabrik dengan harga murah. Sekarang, dia kembali mengincarmu. Kamu
nggak boleh masuk ke perangkapnya."
Setelah mendengar penjelasan Jesica,
Lisa seketika merasa takut dan berkata, "Kenapa kalian nggak memberitahuku
lebih awal?"
"Apa gunanya memberitahumu?
Bagaimanapun, ini salah ayahmu sendiri. Kami akan memikirkan cara. Cepatlah
pulang. Wiryo orangnya sangat licik, berbahaya, dan kejam. Dia bukan orang
baik. Sekalipun kamu memenuhi permintaannya, dia nggak akan melepaskan
ayahmu."
Setelah mengakhiri telepon, Lisa
segera mengenakan pakaiannya.
Namun, dia tidak langsung keluar dan
bertengkar dengan Wiryo.
"Lisa, sudah belum? Ayo, keluar
dan minum bersamaku," ucap Wiryo sambil mengetuk pintu.
"Sebentar lagi."
Lisa menjawabnya dan memikirkan cara
untuk melarikan diri.
Saat datang, dia sudah melihat bahwa
ada pengawal Wiryo yang berjaga di pintu. Jika bertengkar dengannya, dia tidak
akan bisa melarikan diri.
Saat ini, Lisa melihat pesan yang
diterimanya tadi. Pesan itu dari Adriel.
No comments: