Bab 109
Isi pesannya juga sangat sederhana:
"Jika kamu mengalami masalah apa pun, aku bisa membantumu."
Lisa ragu sejenak dan menelepon
Adriel. Namun, tidak lama kemudian, Lisa menutup kembali teleponnya.
Wiryo sangat berkuasa di Kota Silas.
Dia adalah preman besar setempat. Istana Phoenix adalah miliknya, dia juga
mengelola kasino bawah tanah dan memiliki bisnis pinjaman uang dengan bunga
yang tinggi. Dia juga memiliki puluhan anggota. Tidak mungkin menantangnya.
Lisa tidak ingin melibatkan Adriel.
Dia memutuskan untuk menghadapinya sendiri.
Dia membuka pintu dan keluar. Wiryo
memegang segelas anggur merah dan bertanya, "Kamu nggak ganti pakaian
setelah mandi?"
"Maaf, Pak Wiryo. Aku sedang
datang bulan, jadi nggak bisa menemani kamu malam ini. Bagaimana jika lain kali
aja?" ujar Lisa.
"Benarkah?" tanya Wiryo
ragu.
"Benar. Aku juga nggak tahu
kenapa bisa tiba -tiba maju dua hari. Aku baru sadar waktu mandi tadi,"
jawab Lisa.
"Aku nggak percaya. Coba aku
lihat," kata Wiryo sambil tersenyum jahat.
Lisa terkejut dan segera berkata,
"Sungguh, aku nggak berani bohongi kamu. Lagi pula, suatu hari nanti aku
akan menjadi milikmu, nggak perlu terburu-buru malam ini."
"Aku hanya bercanda. Kenapa
tegang sekali? " ujar Wiryo.
Wiryo tertawa dan berkata,
"Lisa, aku sungguh menyukaimu dan juga sangat menghormatimu. Aku nggak
akan memaksa kamu. Bagaimana jika kamu menemaniku minum segelas anggur. Supirku
akan mengantar kamu pulang."
"Nggak usah repot-repot. Aku
harus segera pulang karena nggak bawa pembalut," tolak Lisa.
"Kamu nggak menghargaiku?"
kata Wiryo sambil mengerutkan keningnya dan menyipitkan matanya.
Lisa tidak punya pilihan lain dan
hanya bisa duduk sambil mengambil gelas minuman.
"Aku nggak akan memaksamu. Temani
aku minum sebentar, lalu kamu boleh pulang," ujar Wiryo sambil mengangkat
gelasnya.
Kedua gelas berdenting. Lisa hanya
minum dua teguk anggur merah, lalu berdiri sambil berkata, "Pak Wiryo, aku
pamit."
"Pergilah," jawab Wiryo.
Wiryo melambaikan tangannya. Lisa
tidak menyangka Wiryo begitu mudah diajak bicara dan dia merasa lega. Namun,
setelah berjalan beberapa langkah, dia merasa pusing, tiba-tiba dunia seperti
berputar dan hampir terjatuh ke lantai.
Lalu Wiryo berjalan ke arah Lisa dan
menopangnya.
"Minum dua teguk saja kamu sudah
mabuk? "tanya Wiryo.
"Aku baik-baik saja. Aku pergi
dulu," jawab Lisa.
Lisa menyadari sesuatu yang tidak
beres dan ingin segera pergi, tetapi dia ditahan oleh Wiryo.
"Pergi? Kamu pikir kamu bisa
pergi begitu saja setelah memasuki kamarku? Aku tahu kamu akan mempermainkanku,
jadi aku mencampurkan obat ke dalam anggur kamu, " ujar Wiryo sambil
tersenyum jahat.
Ekspresi Lisa berubah. Dia mendorong
Wiryo sekuat tenaganya. Namun, seluruh tubuhnya tidak bertenaga dan sangat
lemas.
"Nggak perlu menghabiskan
tenagamu lagi. Obat ini awalnya akan membuatmu pusing, lalu tubuhmu akan lemas
dan terasa sangat panas. Setelah itu, kamu akan menjadi sangat liar dan memohon
aku untuk tidur denganmu," kata Wiryo sambil menggendong Lisa dan
membawanya ke ranjang.
"Pak Wiryo, tolong lepaskan aku.
Aku sungguh sedang datang bulan. Kamu nggak boleh seperti ini," ujar Lisa.
Lisa sangat takut. Dia tidak ada
tenaga untuk melawan dan hanya bisa memohon belas kasihan kepada Wiryo.
"Kamu pikir aku bodoh? Sudah
banyak wanita yang aku tiduri, mereka juga memiliki berbagai macam alasan. Kamu
tetap nggak bisa lari dariku meskipun sedang datang bulan," ujar Wiryo.
Wiryo meletakkan Lisa di atas ranjang
dengan wajah yang penuh senyuman jahat.
"Aku mau lihat apa kamu
benar-benar datang bulan atau nggak," kata Wiryo sambil membuka celana
Lisa.
Lisa berjuang dan melawan dengan sisa
tenaganya. Namun, semua itu hanya sia-sia. Kini celana jeans yang dia kenakan
sudah dibuka oleh Wiryo.
No comments: