Bab 32
"Aku sudah memukul anakmu,
kenapa kamu nggak membalas dendam?"
"Anakku bodoh, dia yang mencari
masalah denganmu, itu kesalahannya sendiri. Aku akan memberinya
pelajaran."
"Kamu nggak usah berharap untuk
menjadi muridku lagi, tapi kalau kamu bisa lebih banyak mengobati orang biasa
dan mengurangi biaya pengobatannya Terus kamu bisa membantuku mencari beberapa
bahan obat, aku bisa memberikan sedikit petunjuk dalam bidang medis."
Latihan Adriel membutuhkan banyak
bahan obat, membeli semuanya sendiri sangatlah repot.
Bagas pasti punya saluran untuk
mendapatkan bahan obat, menyuruhnya mengurusnya akan mempermudah masalah ini.
Terutama tanaman obat langka seperti
rumput air liur naga, itu sangat sulit untuk didapatkan, satu tanaman rumput
air liur naga saja tidak cukup.
"Terima kasih Dokter Adriel, aku
pasti akan melakukan apa yang kamu katakan. Tuliskanlah daftar bahan obat yang
kamu butuhkan, aku akan mencarinya."
Tiba-tiba Bagas tersenyum lebar, dia
sudah merasa puas bisa mendapatkan petunjuk dari Adriel.
Setengah jam berlalu dengan cepat,
Adriel masuk lagi untuk mencabut jarum perak.
Tiba-tiba Tobby memuntahkan darah
hitam yang berbau busuk.
Setelah racunnya dikeluarkan, indeks
pada alat pendeteksi kembali normal.
Adriel memberikan resep obat kepada
Jessy.
"Pergi ke apotek dan beli
obat-obatan di resep ini. Obat ini bisa memperkuat tubuh dan memperkaya elemen.
Racun memang sudah dibersihkan, tapi racun ini sangat ganas dan merusak elemen
dasar, jadi perlu dipulihkan dan diobati."
Jessy menyimpan resep obat dengan
hati- hati.
"Setengah jam lagi, Pak Tobby
harusnya sudah bangun, jaga dia dengan baik, aku pamit dulu."
Shalina dan putrinya sekali lagi
berterima kasih dengan tulus dan menyimpan nomor telepon Adriel.
Yunna dan Wina keluar dari rumah
sakit bersama Adriel.
"Terima kasih, Pak Adriel,"
ucap Yunna tiba-tiba.
"Kenapa kamu berterima kasih
padaku?" tanya Adriel.
"Terima kasih sudah membantuku
mendapatkan bantuan besar dari keluarga Buana. Meski Pak Tobby bukan orang yang
sangat baik, dia termasuk orang yang jujur, sulit mendapatkan bantuan seperti
ini."
Kata Yunna.
"Kalau gitu kamu memang
seharusnya berterima kasih padaku. Tapi, hanya sekedar ucapan terima kasih?
Bukankah itu agak nggak tulus?"
Adriel mengolok-olok.
"Pak Adriel mau aku berterima
kasih dengan cara apa?"
"Kamu mau berterima kasih dengan
cara apa?"
"Bagaimana dengan menikah?"
kata Yunna sambil tersenyum tipis.
"Eh..." Adriel agak
kesulitan menghadapi trik ini.
"Kakak..."
Wina di samping terlihat agak gugup.
"Aku pergi dulu, sampai jumpa
nanti malam."
Adriel segera pergi ke tempat parkir.
"Kak, kamu jatuh cinta pada
Adriel?" tanya Wina.
"Kayaknya bukan aku yang jatuh
cinta padanya, tapi kamu yang jatuh cinta padanya, 'kan?" kata Yunna
sambil mengelus kepala Wina.
Wajah Wina memerah, dia berkata
dengan malu-malu, "Aku cuma ... cuma mengagumi dan mengidolakannya
saja."
"Kalau gitu bersemangatlah,
kayaknya Jessy juga mengagumi dan mengidolakan Adriel sepertimu, persaingannya
sengit loh," kata Yunna.
"Aku nggak akan kalah
darinya!"
"Tapi, Kakak, bagaimana perasaanmu
terhadap Adriel?"
Wina yakin bisa bersaing dengan
Jessy, tetapi kalau kakaknya juga menyukai Adriel, maka dia pasti tidak bisa
mengalahkannya.
Yunna berpikir sejenak, lalu
tersenyum santai. "Sama sepertimu, aku juga mengagumi dan
mengidolakannya."
"Apa? Nggak mungkin! Kak, jangan
lupa, kamu itu sudah bertunangan."
Meskipun hubungan mereka sangat baik,
tetapi ketika bersaing untuk pria, mereka tidak bisa mempertimbangkan perasaan
saudara perempuan.
Pertempuran tidak mengenal hubungan
ayah dan anak, sedangkan asmara tidak mengenal saudara perempuan!
No comments: