Bab 44
Thomas tersenyum.
"Tuan Thomas, apa Anda kenal
dengan dia?" tanya Irish.
"Tentu saja kenal! Aku dan Fanny
adalah teman satu sekolah di sebuah SMA, saat itu aku sudah menyukainya.
Sayangnya, Fanny tidak tertarik padaku, sampai sekarang pun aku masih ada
penyesalan," ucap Thomas sambil tersenyum.
Fanny diam-diam merasa puas melihat
ekspresi sedih Irish setelah mendengar perkataan Tuan Thomas, akhirnya dia bisa
membanggakan diri di hadapan teman-teman sekelasnya.
"Saat SMA aku masih kurang paham
tentang percintaan. Selain itu, keluargaku sangat ketat, mereka nggak
mengizinkanku pacaran," jelas Fanny.
Teman Thomas langsung berkata,
"Kalau gitu berarti sekarang kamu sudah paham dong, jadi kalau Tuan Thomas
kembali mendekatimu, kamu nggak akan menolaknya, 'kan?"
Fanny seketika merasa canggung,
sebenarnya dia tidak menyukai Thomas, tetapi dia harus menyenangi Thomas, tidak
boleh menyinggung perasaannya
"Soal pacaran, santai saja,
nggak usah buru-buru. Lagi pula, siapa tahu Tuan Thomas sudah ada yang baru dan
dia sudah nggak tertarik padaku lagi,"
ucap Fanny dengan cerdas.
"Selama tiga tahun ini, di
hatiku selalu ada kamu, aku bahkan nggak pernah pacaran," ucap Thomas.
"Nona Fanny, kamu sudah dengar,
'kan? Thomas benaran sudah tergila-gila denganmu."
Orang di sebelahnya berusaha untuk
menjodohkan mereka, Fanny merasa kesulitan untuk keluar dari situasi yang
canggung ini.
Thomas berkata, "Kalian jangan
berisik, aku setuju dengan perkataan Fanny bahwa urusan pacaran nggak boleh
terburu-buru, masih ada banyak waktu."
Fanny menghela napas lega, lalu
berbisik kepada Thomas, "Terima kasih."
Keberadaan Thomas memang membuat
Fanny merasa bangga di hadapan teman - teman sekolahnya.
Fanny sangat menikmati perasaan ini
dan mulai menyukai Thomas.
Setelah beberapa saat, Fanny mengajak
Thomas ke tempat lain dan membahas masalah yang dipesan oleh Sri.
Thomas tersenyum. "Kupikir
masalah besar, ini hanya masalah kecil. Percayakan saja padaku."
"Benarkah?" Fanny sangat
bahagia.
"Tentu saja itu benar. Aku akan
menelepon ayah untuk membantumu mengonfirmasi hal ini."
Kemudian Thomas langsung mengeluarkan
ponselnya dan pergi ke balkon di luar ruang pesta untuk menelepon.
"Ayah, aku ada seorang teman
yang keluarganya ingin menjadi anggota Persatuan Dagang Marlion. Bisakah Ayah
bantu?" tanya Thomas.
Di sisi lain telepon, terdengar suara
terengah-engah Heri dan seorang wanita.
"Bantu matamu! Kamu kira aku
bos? Sialan kamu! Pulang-pulang dari luar negeri sudah cari banyak masalah buat
ayahmu."
Setelah selesai berbicara, Heri
langsung menutup teleponnya kemudian melanjutkan rapat dengan sekretaris
wanitanya.
Thomas meraba dagunya dan kembali ke
ruang pesta.
"Bagaimana? Apa kata
ayahmu?" tanya Fanny dengan wajah gembira.
"Tentu saja nggak masalah.
Ayahku bilang ini hanya masalah kecil. Namun untuk resmi menjadi anggota harus
menunggu rapat dewan berikutnya, tunggu pemberitahuan saja."
Thomas mempunyai niat buruk. Dia
ingin menipu Fanny untuk tidur dengannya.
"Terima kasih! Kamu yang
terbaik."
Fanny sangat senang, wajahnya penuh
dengan kebahagiaan.
"Ayo kita kasih tahu kabar baik
ini kepada orangtuaku."
"Bantu matamu! Kamu kira aku
bos? Sialan kamu! Pulang-pulang dari luar negeri sudah cari banyak masalah buat
ayahmu."
Setelah selesai berbicara, Heri
langsung menutup teleponnya kemudian melanjutkan rapat dengan sekretaris
wanitanya.
Thomas meraba dagunya dan kembali ke
ruang pesta.
"Bagaimana? Apa kata ayahmu?"
tanya Fanny dengan wajah gembira.
"Tentu saja nggak masalah.
Ayahku bilang ini hanya masalah kecil. Namun untuk resmi menjadi anggota harus
menunggu rapat dewan berikutnya, tunggu pemberitahuan saja."
Thomas mempunyai niat buruk. Dia
ingin menipu Fanny untuk tidur dengannya.
"Terima kasih! Kamu yang
terbaik."
Fanny sangat senang, wajahnya penuh
dengan kebahagiaan.
"Ayo kita kasih tahu kabar baik
ini kepada orangtuaku."
No comments: