Bab 51
"Keputusan Bu Yunna pasti ada
alasannya sendiri, selain itu bukan hal yang bisa aku tebak," kata Irish.
"Terus Pak Adriel? Siapa dia
sebenarnya?
"Ana terus bertanya.
"Nggak tahu. Nanti kalau ada
informasi lebih lanjut, aku akan memberitahumu."
Ana melihat bahwa situasinya sudah
menjadi keputusan yang pasti, jadi dia hanya bisa membiarkannya, lalu
memikirkan tentang Pak Adriel.
"Bantu aku cari cara buat
menghubungi Pak Adriel, aku akan sangat berterima kasih padamu."
Irish mengangguk, kemudian pergi.
Keluarga Cheky sangat bahagia karena
berhasil mendapatkan kerja sama dengan Grup Jahaya sekaligus dapat menantu
kaya, ini sungguh menguntungkan.
"Di mana Adriel? Bukankah aku
menyuruhnya menunggu di luar?" tanya Cheky.
"Buat apa kamu mencarinya ?
Sekarang dia sudah dihidupi wanita kaya, nggak perlu kamu khawatirkan,"
kata Sri sambil menipiskan bibir.
"Ayah, jangan-jangan kamu masih
ingin aku menikah dengannya, ya?" tanya Fanny.
"Nggak mungkin! Fanny tenang
saja, aku nggak akan setuju meski ayahmu ada pemikiran ini. Yang akan jadi
menantuku itu Thomas, si pecundang Adriel itu mana pantas bersanding
denganmu?" ujar Sri.
Cheky menanggapi, "Aku bisa
memahami masalah ini dengan jelas kalau Thomas memang lebih cocok bersanding
denganmu, nggak akan membuat kebingungan. Aku hanya ingin sedikit lebih
memperhatikan Adriel, kalau nggak, bagaimana caraku bisa membalas budi kepada
Michael?"
"Ayah, Ibu, Thomas mengajakku
pergi jalan-jalan, aku pergi dulu," ucap Fanny setelah menerima panggilan
telepon.
"Perhatikan batasan, pulanglah
lebih awal," kata Cheky.
Sri kemudian melirik Cheky dengan
pandangan sinis, lalu berkata pada Fanny, "Jangan dengarkan ayahmu yang
sudah kuno. Kamu pergi dan bersenang- senanglah, Ibu nggak akan terlalu banyak
ikut campur karena sekarang kamu sudah dewasa, ada beberapa hal yang kamu bisa
putuskan sendiri. Tapi, ingat untuk selalu mengambil tindakan pencegahan,
mengerti?"
"Ibu bilang apa, sih? Aku bukan
gadis sembarangan."
Wajah cantik Fanny memerah karena
agak malu-malu, kemudian dia langsung pergi mencari Thomas.
Setelah Fanny pergi, Sri mengatakan
kepada Cheky, "Aku memperingatkanmu, kalau berani membawa Adriel tinggal
di rumah, jangan salahkan sikapku yang berubah padamu."
"Aku mau atur dia agar masuk ke
perusahaan dan mendukungnya agar dapat membangun kariernya sendiri di masa
depan," kata Cheky.
"Nggak bisa! Dia itu anak yang
sama sekali nggak berguna."
Sikap Sri sudah tegas. Setelah bicara
demikian, dia langsung menuju mobil.
Cheky terlihat bingung. Dia ingin
lebih memperhatikan Adriel, tetapi kenyataannya sangat sulit.
Yunna mengendarai mobil keluar dari
hotel sembari menghubungi Adriel.
"Pak Adriel, kenapa kamu
mendadak pergi? Malam ini kamulah bintang utamanya," tanya Yunna melalui sambungan
telepon.
"Aku nggak mau terlalu cepat
mengungkapkan identitas, terlalu mencolok bukanlah hal yang baik. Kamu pergi
mengurus urusan di pesta ulang tahun saja, nggak perlu mengurusku."
"Tapi aku hanya ingin
menemanimu, kamu di mana? Aku akan mendatangimu."
Suara Yunna begitu menyenangkan
didengar, membuat tubuh terasa nyaman.
"Aku mau cari tempat buat
minum," jawab Adriel.
"Minum sendirian mana asyik?
Menyedihkan dan merusak tubuh, gimana kalau aku temani minum?" tanya
Yunna.
"Ada wanita cantik yang menemani
nggak bisa ditolak."
"Aku akan kirimkan lokasinya,
aku balik dulu buat ganti baju, kita bertemu setengah jam lagi."
Adriel tiba di tempat janji temu
dengan Yunna di tepi Tepi Sungai Silas, yaitu di sebuah bar yang sangat
bergaya.
Dia mencari tempat duduk di dekat
jendela, tidak lama kemudian, Yunna pun tiba.
Yunna mengganti kebaya yang
menonjolkan gaya elegannya dengan gaun berpotongan rendah yang memperlihatkan
belahan dadanya yang tidak berdasar.
Bagian bawah tubuhnya dipadukan
dengan stoking hitam yang membalut kaki panjang yang ramping dan pinggul yang
bulat. Dengan sedikit riasan tipis, seluruh auranya berubah dari klasik elegan
menjadi seksi dan memesona.
Pakaian yang berbeda menonjolkan
kepribadiannya yang berbeda-beda, dia bisa disebut sebagai ratu seribu wajah.
"Kamu pakai begini sangat
berbeda dengan biasanya."
"Bagus, nggak?" tanya Yunna
sambil tersenyum.
"Bagus," jawab Adriel
sambil mengangguk dengan jujur.
No comments: