Bab 55 "Astaga ..."
Thomas yang tidak siap pun wajahnya
terkena guyuran minuman keras, seketika dia mengumpat dengan keras.
Namun, sebelum dia selesai mengumpat,
Adriel bangkit dan menampar dua telinganya dengan keras, membuat tubuh Thomas
berputar-putar, matanya berkunang-kunang dan telinganya berdengung.
Thomas belum sempat sadar, Adriel
mengambil botol wiski yang barusan Thomas panggil dan langsung memukulkannya ke
kepala Thomas.
Botol arak pun pecah, Thomas menutupi
dahinya sambil berteriak kesakitan. Darah segar mengalir melalui celah jari
tangannya, kepalanya terluka dan berdarah lagi!
Fanny juga terkejut melihat Adriel
berani memukul Thomas.
Adriel segera menangkap kerah Thomas
dan langsung melemparkannya keluar jendela.
"Adriel ... kamu ... sudah gila
kamu! Beraninya kamu memukulku!"
"Merasa kasihan?"
Adriel mengambil tisu dan mengelap
tangannya.
"Habis kamu! Sekarang Thomas
bukanlah orang yang bisa kamu ganggu! Dengan sekali telepon, dia bisa membantu
kami mendapatkan kerja sama yang besar, bahkan keluarga Millano harus memberi
penghormatan kepada ayahnya. Kamu pasti sudah habis! Jangan pikir wanita ini
bisa melindungimu hanya karena dia punya sedikit uang.
Fanny berkata dengan marah dan
frustrasi.
"Aku nggak butuh dilindungi
siapa pun," ucap Adriel.
Saat ini Yunna tidak bisa menahan
diri dan berkata, "Kamu ini, jadi wanita kenapa bodoh sekali! Kamu pikir
karena keluarga Lein menjadi mitra keluarga Millano, kamu jadi sangat hebat,
begitu? Kalian bahkan nggak tahu siapa yang membantu kalian, sungguh
lucu."
"Apa maksudmu?" tanya
Fanny.
"Cepat pergi lihat apa pacarmu
sudah mati atau belum, jangan buat malu di sini.
Yunna juga malas menjelaskan. Fanny
juga tidak lagi mengganggu, dia segera pergi dari bar untuk mencari Thomas.
Manajer bar kemudian datang,
"Maaf, di bar kami nggak diizinkan adanya perkelahian. Tolong keluar dari
sini."
Yunna mengeluarkan sebuah kartu dari
tasnya dan meletakkannya di atas meja.
Sikap manajer berubah seketika saat
melihat kartu itu.
"Ternyata Nona Yunna. Maaf, kami
sudah memberikan pengalaman yang nggak menyenangkan bagimu. Apa kalian
membutuhkan bantuan kami?"
Kartu ini adalah kartu VIP eksklusif
dari bar ini, total ada sepuluh kartu yang diberikan. Setiap kartu adalah
kustom eksklusif dengan nama pemilik kartu yang terukir.
"Nggak usah, bersihkan tempat
ini saja," kata Yunna.
Manajer segera mengatur orang untuk
membersihkan lantai, sedangkan Adriel berucap tanpa daya, "Nggak bisa
minum dengan santai, selalu saja ada orang bodoh yang mencari malu sendiri. Apa
sekarang keluarga Thomas punya pengaruh besar?"
"Nggak mungkin. Hanya karena
tiga tahun yang lalu aku memilih untuk bekerja sama dengan Grup Makmur dan
menyetujui Heri untuk bergabung dengan Persatuan Dagang Marlion. Tapi, berani
sekali Thomas ini merebut prestasimu, nggak heran kamu marah sampai
memukulnya," ucap Yunna sambil tersenyum.
"Aku memukulnya bukan karena
masalah ini, murni karena dia mengganggu. Aku sama sekali nggak peduli dengan
prestasi semacam ini," timpal Adriel sambil menipiskan bibir.
"Ya! Pak Adriel sekarang
memiliki status apa, kenapa juga peduli dengan hal-hal ini. Yang kamu pedulikan
itu, kok bisa Fanny jadi pacarnya, 'kan?" tanya Yunna.
"Itu lebih nggak mungkin lagi.
Aku sudah lama nggak ada hubungan dengan dia dan boleh jadi pacar siapa pun,
nggak ada hubungannya denganku," kata Adriel menyangkal.
"Nggak usah buat alasan, kalian
sebagai pria sangat egois dalam hal ini."
"Kamu paham betul dengan pria,
ya?" Adriel malah balik bertanya.
"Aku sangat memahami sifat
manusia. Buku yang paling sering aku baca adalah tentang sifat manusia dan
psikologi, ini sangat membantu dalam berbisnis," jelas Yunna sambil
tersenyum.
Di luar jendela, wajah Thomas
terhempas ke tanah. Terjadi kontak yang begitu dekat dengan tanah membuat wajah
tampannya menjadi tidak dikenali, dia juga dalam keadaan pingsan.
Fanny ketakutan saat melihat wajah
Thomas penuh darah. Dia memanggil Thomas sedari tadi tapi Thomas tidak bisa
bangun, jadi dia harus menelepon ambulans darurat untuk membawa Thomas ke rumah
sakit lebih dulu.
No comments: