Bab 63
Danang menerjang ke arah Ana.
Ana sibuk menghindar dengan tergesa
gesa, wajahnya pucat karena ketakutan.
Danang juga tidak terburu-buru. Dia
bermain permainan kucing dan tikus dengan Ana sambil tertawa dengan bangga.
"Bu Ana, kamu nggak akan bisa
lari dariku, kemarilah dengan patuh."
Danang sekali lagi menyerang, Ana
sudah terdesak ke sudut taman hingga tidak ada jalan mundur.
"Nggak ada tempat buat lari,
'kan? Awalnya aku ingin membunuh pria itu kemudian bercinta denganmu. Tapi anak
itu penakut sampai nggak berani datang begini. Jadi, malam ini kita akan
menghabiskan malam menyenangkan bersama."
Danang menggosok tangannya dengan
tatapan mesum, air liurnya juga menetes.
Ana yang melihat situasi pun merasa
mual ingin muntah.
Dia merasa sangat menyesal saat ini.
Berhubungan seks dengan Adriel setidaknya dia tidak merasa jijik, bahkan
menikmatinya.
Sedangkan orang di depannya ini, Ana
tidak ingin disentuh olehnya sampai mati.
"Tania sialan, orang macam apa
yang dia carikan untukku!"
Ana tidak punya jalan lain untuk
mundur, dia telah memutuskan di dalam hatinya bahwa dia tidak akan pernah
menerima penghinaan meski dia harus mati di sini.
Ana memutuskan untuk mati begitu
melihat Danang makin mendekat.
Namun, pada saat ini Adriel tiba-tiba
melompat dari luar tembok dan menggenggam pinggang Ana dengan satu tangan.
"Kamu juga berani menodai
wanitaku?"
"Adriel!"
Ana merasa senang saat melihat
kemunculan Adriel saat ini seperti telah melihat penyelamat.
Dia sepenuhnya lupa alasan kenapa
Danang berada di sini, yaitu datang untuk membunuh Adriel.
"Kamu akhirnya datang juga.
Baiklah, aku akan membunuhmu dulu, Ana tetap jadi milikku."
Danang tersenyum jahat, sama sekali
tidak menganggap Adriel yang masih muda ini dengan serius.
"Adriel, hati-hati, dia... dia
ahli tingkat enam, apa kamu bisa mengalahkannya?"
Saat ini Ana sama sekali tidak ingin
Adriel mati.
Tanpa perbandingan, kita tidak bisa
menghargai sesuatu dengan sungguh- sungguh.
Dibandingkan dengan Danang, Ana
merasa bahwa Adriel lebih menarik.
Akhirnya Adriel adalah daging segar
kecil, tampan, tubuhnya bagus, dan kuat!
"Dia orang yang kamu sewa untuk
membunuhku, 'kan? Kamu masih khawatir aku nggak bisa mengalahkannya?" ujar
Adriel mengolok- olok.
"Aku..."
Ana seketika menjadi tidak bisa
berkata - kata.
"Hei, mati saja kamu!"
Danang tertawa aneh dan langsung
berlari menuju Adriel bak harimau lapar yang melompat untuk makan. Dia tampak
sangat bersemangat.
Sekarang Adriel tidak berselera untuk
membuang-buang waktu dengan Danang. Dia langsung memukul Danang dengan satu
pukulan hingga membuat Danang terbang.
Danang terbang keluar sejauh sepuluh
meter. Danang membelalakkan mata dan mulutnya mengeluarkan darah, dia pun mati
seketika.
Danang tidak pernah bisa membayangkan
bahwa dia akan mati karena satu pukulan.
Ana juga tidak pernah berpikir bahwa
dia masih mengkhawatirkan Adriel tidak bisa menang dan tidak tahu harus
bagaimana.
Siapa sangka, Danang terbang keluar
dalam sekejap.
"Apa... Dia sudah
meninggal?" tanya Ana yang tidak bisa memercayainya.
"Sudah mati."
"Bagaimana kamu bisa
melakukannya?" tanya Ana dengan tatapan cerah.
Adriel mengangkat tinjunya dan
berkata, " Satu pukulan sudah cukup."
Ana mendapati bahwa dirinya benar-
benar tidak bisa melihat seberapa dalamnya Adriel, Tania dikalahkan dengan
mudah olehnya, dan sekarang ahli tingkat enam juga mati hanya dengan satu
pukulan.
No comments: