Bab 78
"Jadi, Mahaguru Yudha adalah
mahaguru tingkat kedua?"
Saat bertanya, ekspresi Adriel
terlihat datar.
Yudha merapikan pakaiannya dan
menjawab sambil membusungkan dada, " Benar!"
"Anak muda, jangan kira dirimu
sudah hebat hanya karena bisa memasuki tingkat kebangkitan sejati secepat ini.
Aku sudah bertemu dengan banyak ahli bela diri berbakat. Kamu sama sekali tidak
sebanding dengan mereka. Aku juga sudah melihat banyak ahli bela diri berbakat
yang lebih hebat darimu, tapi mereka rontok di tengah jalan. Jadi, nggak ada
alasan bagimu untuk bersikap sombong dan berpuas diri!"
Adriel tidak bisa menahan senyumnya
dan bertanya, "Apa aku terlihat sombong? Dari mana Mahaguru Yudha
mengambil kesimpulan seperti itu?"
Adriel diam-diam merasa geli. Saat
bertemu dengan Yudha kurang dari dua menit yang lalu, Adriel sudah memberi
salam padanya dengan sopan. Justru orang tua ini yang memperlihatkan
keangkuhannya dengan mengatakan bahwa Adriel sombong dan berpuas diri.
Adriel membatin, "Memangnya apa
yang bisa dibanggakan dari seorang mahaguru tingkat dua?"
"Anak muda, ini adalah nasihat
dari orang yang lebih tua. Kamu nggak suka mendengarnya?"
Yudha mengernyit dan segera
melepaskan aura yang menekan.
"Maaf, Mahaguru Yudha. Jangan
terbawa emosi," ujar Simon mencoba menengahi.
Yudha mendengus. "Setelah
memasuki tingkat kebangkitan sejati, sangat sulit untuk naik ke tingkat
berikutnya. Banyak orang yang butuh bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun untuk
naik tingkat. Kamu masih perlu berlatih beberapa tahun lagi sampai benar-benar bisa
disebut sebagai mahaguru tingkat kedua," semburnya.
"Apa benar sesulit itu? Kenapa
rasanya mudah sekali bagiku?"
Setelah berbicara, Adriel mengangkat
cangkir dan menyeruputnya.
Tiga hari yang lalu, dia masih orang
biasa. Dalam semalam, dia sudah menjadi seorang mahaguru alam bawaan alam
langit tingkat pertama. Kemarin, dia naik ke tingkat kedua dan hari ini dia
sudah masuk ke tingkat keempat. Kata-kata Yudha tidak berarti apa-apa baginya.
"Anak muda, mulutmu besar
sekali. Kalau aku nggak menghormati keluarga Millano, aku sudah menghajarmu.
Silakan saja ikut kalau kamu sudah bosan hidup. Aku nggak akan
menghalangimu."
"Tapi ingat, kalau ada apa-apa,
nyawamu bukan urusanku. Jangan menjadi beban di pertarungan nanti atau aku
nggak akan segan-segan padamu."
Yudha mendengus setelah berbicara.
Simon segera mencoba menenangkan
suasana. "Mahaguru Yudha, keluarga utama sudah mengutus Anda, jadi kami
sangat mengandalkan kemampuan Anda. Seperti yang Mahaguru Yudha katakan, Pak
Adriel masih muda dan berbakat, dia membutuhkan kesempatan seperti ini untuk
berlatih."
"Aku nggak pernah bilang kalau
día berbakat. Menurutku, dia itu nggak ada apa-apanya."
Seusai berbicara, Yudha langsung
berdiri.
"Aku akan kembali ke kamarku
dulu. Panggil saja kalau ada apa-apa."
Simon membungkuk untuk meminta maaf
kepada Adriel sebelum mengantarkan Yudha ke kamar.
"Mahaguru Yudha ini benar-benar
aneh. Pak Adriel nggak bilang apa-apa, tapi dia malah bersikap angkuh. Apa
hebatnya dia? Pak Adriel masih muda. Suatu saat nanti, Pak Adriel pasti bisa
melampaui dia.
Wina menyukai Adriel. Oleh karena
itu, dia merasa tidak senang saat melihat Adriel ditegur oleh Yudha.
"Wina, hati-hati kalau
bicara."
Yunna menatap tajam ke arah Wina,
lalu menjelaskan kepada Adriel, "Mahaguru Yudha adalah tamu kehormatan
keluarga dan dia biasa diperlakukan dengan istimewa. Jadi, dia mungkin sulit
menghilangkan kebiasaannya dan terlihat angkuh selama berada di sini. Jangan
tersinggung, ya Pak."
"Nggak masalah," jawab
Adriel dengan santai.
Dia malas berdebat dengan orang
semacam Yudha. Adriel lebih suka membuktikan sesuatu dengan
tindakannya.
"Aku rasa dia hanya iri pada Pak
Adriel," ujar Wina sambil mencebik.
"Wina sangat membela kamu.
Lihat, dia sampai kesal."
Yunna bercanda.
Adriel menyadari maksud Yunna, jadi
dia segera mengalihkan topik.
"Lalu, apa rencana
selanjutnya?"
"Doni menelepon ayahku. Dia
menyuruh kami menyerahkanmu dan memberikan kompensasi yang sesuai. Kalau kami
menolak, mereka akan mengambil tindakan."
"Doni akan dibantu oleh Sekte
Harimau Hitam. Mereka sangat sulit dihadapi. Keluarga utama juga nggak
mengizinkan kami untuk berselisih secara terbuka. Jadi, aku mengatur pertemuan
dengan Doni untuk bernegosiasi."
No comments: