Bab 99
Pesan yang dikirim oleh Diro membuat
seisi
grup heboh dan mulai bertanya-tanya
apa yang terjadi pada Adriel.
"Dia cari masalah dengan Jamie
Luosa dari Vitalis Farma."
"Jamie itu nggak kenal ampun.
Siapa pun yang berani mencari masalah dengannya pasti dihabisi. Nggak mati saja
sudah beruntung."
"Adriel, tanganmu atau kakimu
yang dipotong? Sekarang kamu terbaring sekarat di rumah sakit mana?"
Berhubung namanya terus-menerus
disebut dan ditandai oleh Diro, Adriel pun tersenyum dan membalas, "Maaf
kalau nggak sesuai harapanmu, tapi aku baik-baik saja. Kamu yang kena pukul
Jamie, 'kan? Sepertinya lukamu lumayan parah. Wajahmu masih bengkak atau sudah
sembuh?"
"Sialan, jangan mengada-ada ya!
Kapan aku pernah kena pukul Jamie?"
Diro membalas lagi dengan umpatan
kasar.
"Yah, kamu yang tahu kapan kena
pukul Jamie. Kamu juga berlutut di hadapannya dan memohon belas kasihan. Banyak
yang lihat, kok."
Begitu selesai mengetik, Adriel
langsung menyimpan ponselnya, dia malas untuk melanjutkan.
Di Mansion Nevada, seluruh wajah Diro
memerah menahan perasaan geram. Dia tidak tahan untuk mengumpat, "Adriel
sialan, lihat saja nanti! Berani-beraninya dia membocorkan aibku di grup. Aku
akan membuatmu menyesal seumur hidup!"
Sesaat kemudian, Lisa menelepon
Adriel untuk meminta maaf. Padahal dia menambahkan pria itu ke grup dengan
maksud baik, tetapi Adriel malah dipermalukan seperti ini.
"Nggak apa-apa. Aku nggak marah,
kok."
Panggilan pun berakhir dan Adriel
sudah tidak berminat membuka obrolan grup lagi.
Jessy baru tiba tepat saat dia
meletakkan ponselnya.
"Pak Adriel, maaf membuatmu
menunggu lama."
Tubuh indah Jessy dibalut dengan gaun
yang anggun. Riasannya tipis dan tidak berlebihan, membuat wajah cantiknya
terlihat lebih segar dan menawan.
"Aku juga baru sampai kok,"
kata Adriel.
Mereka pun membagi tugas. Jessy
mencetak tiket, sementara Adriel membeli camilan dan minuman. Setelah
masing-masing selesai, mereka langsung menuju pintu pemeriksaan tiket.
"Nona Jessy, kamu juga mau
menonton film ini?"
Di dekat pintu masuk, mereka
berpapasan dengan pasangan pria dan wanita.
"Ya."
Jessy hanya menjawab sekenanya, tidak
menunjukkan sikap terlalu ramah.
"Siapa dia? Wajahnya sama sekali
nggak familier!"
Pria itu mengamati Adriel dengan
tatapan yang sarat akan permusuhan.
"Dia temanku, namanya Pak Adriel
Lavali," jawab Jessy.
"Adriel Lavali? Nggak pernah
dengar."
Pria itu kemudian beralih kepada
Adriel dan bertanya dengan arogan, "Hei, apa hubunganmu dengan Nona
Jessy?"
"Lho, apa urusanmu?" Adriel
malah balas bertanya.
"Bocah, kamu nggak tahu sedang
bicara dengan siapa? Kamu sedang berhadapan dengan David Kusuma," kata
pria itu dengan arogan.
"Nggak pernah dengar."
Jawaban itu membuat mata David
berkilat dingin. Dia melanjutkan, "Ayahku Osman Kusuma."
"Nggak pernah dengar."
Sebenarnya, Adriel tahu Osman Kusuma
yang terkenal itu. Dia adalah salah satu dari Empat Mahaguru di Kota Silas yang
menguasai Distrik Barat dan merupakan tokoh paling berpengaruh di Distrik
Barat.
"Ayahku adalah salah satu dari
Empat Mahaguru di Kota Silas dan kamu bilang nggak pernah dengar namanya?
Bocah, sombong sekali kamu."
Nada suara David terdengar begitu
dingin.
"Yah, banyak yang bilang
begitu," jawab Adriel acuh tak acuh.
"Nona Jessy adalah perempuan
yang
kusukai. Siapa kamu sampai berani
berjalan- jalan dan menonton bioskop dengannya? Lebih baik kamu pergi dari
hadapanku sekarang juga atau aku akan membuatmu menyesal seumur hidup."
Padahal mereka baru bertemu, tetapi
David langsung mengancamnya.
"David, kamu apa-apaan, sih?
Terserah aku mau menonton bioskop dengan siapa. Kamu punya hak apa seenaknya
mengatur
hidupku?"
Jessy menegur David dengan ketus.
"Satu lagi, kamu bahkan membawa
seorang gadis untuk kencan ke bioskop. Kamu masih punya muka untuk bilang suka
padaku? Dasar nggak tahu malu."
Jessy menatap wajah David dengan
jijik.
"Jangan salah paham, Nona Jessy.
Dia ini sepupuku."
David buru-buru meluruskan sambil
memberi isyarat kepada gadis di sampingnya. Gadis itu langsung paham dan
berkata, "Kak David, siapa Nona Jessy ini?"
No comments: