Bab 41
"Apa? Kamu sudah memiliki akta
nikah?" tanya Henni dengan kebingungan.
Deon mengeluarkan akta nikahnya dan
Luna dengan enggan. Benar saja, itu adalah akta nikah dengan tulisan berwarna
emas dan segel besar berwarna merah yang khas!
Pokoknya, aku harus menghindari
kencan buta hari ini apa pun ceritanya!' batin Deon.
Henni memandang foto wanita yang
tercetak di akta nikah tersebut dan terperanjat.
"Bukankah ini wanita cantik yang
kemarin membawamu pergi dari restoran itu? Ternyata begitu... tapi, dari mana
kalian berkenalan?"
Deon berkata, "Namanya Luna, dia
adalah atasanku. Kami... yah, kami sudah lama saling jatuh cinta!"
Tanpa diduga, Henni malah menangis
kegirangan.
"Putraku punya masa depan! Dia
telah bertemu wanita yang luar biasa! Akhirnya, keluarga malang kita punya
harapan juga! Akhirnya, ayahmu bisa berbahagia di alam sana!"
Setelah itu, dia berlari ke potret
ayah Deon sambil menangis.
Deon sama sekali tidak menyangka
ibunya akan bereaksi seheboh itu.
Deon buru-buru menahan ibunya sambil
berkata, "Bu, kesehatan Ibu sedang nggak bagus, jangan terlalu banyak
bergerak!"
Henni berbalik dan tersenyum secerah
sinar matahari.
"Nak, bawalah menantu Ibu ke
rumah dan perkenalkan dia kepada Ibu. Kebetulan adikmu juga akan segera pulang
selama masa liburannya, ayo kita berkumpul bersama!"
Deon membelalak! Dia kira masalahnya
sudah selesai, tetapi dia malah dihadapkan dengan masalah yang lebih besar!
Ibunya bahkan menyebut Luna sebagai
menantu. Hal itu menunjukkan bahwa ibunya tidak main-main!
Namun ... membawa Bu Luna ke rumah?
Ini bahkan lebih sulit daripada memenangkan lotre!
"Itu... dia selalu sibuk bekerja
dan nggak punya banyak waktu luang, jadi aku harus bertanya padanya dulu."
Deon menjelaskan sambil berdeham.
Setelah itu, dia buru -buru kabur ke dapur untuk menghindari pertanyaan lebih
lanjut dari ibunya.
Namun, dia tiba-tiba mendengar suara
dari telepon rumah.
"Pak Deon, Bu Henni, ini Gian,
manajer properti Pantai Mas. Ada beberapa orang yang mengaku sebagai teman
kalian dan meminta masuk ke komplek untuk mengunjungi rumah kalian."
"Siapa nama mereka?" tanya
Deon.
"Cindy, Camila dan Carlos."
Deon mengerutkan kening sejenak, lalu
menjawab, " Mereka lagi? Bilang saja bahwa aku nggak mengenal mereka, lalu
usir mereka!"
Henni buru-buru menyela.
"Deon, nggak boleh begitu.
Bagaimanapun, mereka dulunya adalah tetangga dekat kita. Kita nggak boleh melupakan
asal usul kita dan mengacuhkan orang lain begitu saja hanya karena kita pindah
ke rumah yang lebih besar!"
Deon berkata, "Bu, mereka itu
orang-orang jahat yang memeras kita, masa Ibu sudah lupa?"
"Itu bukan sepenuhnya salah
mereka, lagi pula kita memang memiliki utang yang harus dibayar kepada
mereka," ucap Henni. 1
Kelemahan terbesar Henni adalah
hatinya yang lembut.
Mau tak mau, Deon berkata kepada
Gian, "Biarkan mereka masuk!"
Setelah beberapa saat.
Tentu saja, Cindy dan keluarganya
datang dengan tangan kosong dan berkata dengan terkejut.
"Wah, gila! Rumahnya besar
sekali!"
"Bahkan semua ubinnya pun
bertatahkan emas! Komplek kelas atas memang berbeda, ya! Aku iri banget!"
Seolah-olah sedang berada di rumah
sendiri, mereka masuk tanpa melepas sepatu dan menyentuh ini dan itu tanpa
henti.
Ketika Cindy melihat Henni, dia
langsung tersenyum sumringah.
"Bi Henni, kami sadar akan
kesalahan karni sebelumnya, jadi hari ini kami datang untuk meminta maaf!"
Camila juga tersenyum dan menggenggam
lengan Henni.
"Kak Henni, hubungan kita yang
sudah terjalin selama beberapa dekade nggak mungkin akan putus hanya karena
satu kesalahpahaman, 'kan?"
Henni berkata dengan agak bingung,
"Te-tentu saja tidak, aku sangat senang kalian bisa datang. Ke depannya,
kuharap kita semua dapat hidup berdampingan dengan damai."
Carlos yang berdiri di sampingnya
tiba-tiba tertawa keras.
"Kak Henni, sebenarnya masih ada
satu hal yang ingin kami bahas dengan kalian!"
"Aku ingin mengembalikan semua
tanah dan rumah kalian."
"Bagaimana? Kami sangat baik
hati dan dermawan, 'kan? "2
Henni langsung tersenyum bahagia.
"Benarkah? Kak Carlos, aku nggak
menyangka kamu begitu baik hati! Sebenarnya aku ingin kembali ke rumah kami
dulu, tapi sayangnya uangku nggak cukup untuk menebusnya."
Dengan tatapan yang agak licik,
Carlos terkekeh dan berkata, "Tapi, tentu saja aku nggak bisa
mengembalikannya secara Cuma-cuma. Sebagai imbalannya, kalian cukup memberikan
sebuah rumah di Komplek Pantai Mas kepada kami."
"Kami nggak akan pilih-pilih.
Asalkan lebih dari sepuluh lantai, luasnya minimal 300 meter persegi,
dilengkapi tiga kamar tidur, satu ruang tamu dan teknologi tertanam, kami sudah
puas!"
No comments: