Bab 1063
Arlin terdiam dan matanya terbuka lebar.
"Majikan, jangan salahkan aku karena bicara terlalu banyak,
hal-hal seperti ini sebaiknya dilakukan dengan porsi yang pas. Jika terlalu
berlebihan, itu bisa merusak kesehatan," kata Arlin tak tahan untuk
menasihati.
"Aku tahu batasnya. Aku pergi dulu. Jika ada apa- apa,
hubungi lewat telepon," jawab Adriel sambil melambaikan tangan.
Hubungi lewat telepon?
Setelah hari ini, sepertinya aku harus mengirim doa lewat bakaran
kertas, ya?
Arlin ingin mencoba menasihati lebih lanjut, tetapi Adriel sudah
pergi. Dia hanya bisa menghela napas dalam hatinya, merasa tak berdaya.
Tepat tengah malam, Adriel keluar dari hotel, menyuruh Pak Dennis
mengemudi menuju tujuan berikutnya.
"Ini rumah ibu angkátku, Pak Dennis. Nanti, ibu angkatku
mungkin akan pergi ke kota Majaya, aku akan menyusahkanmu untuk menjaga
dia," kata Adriel kepada Pak Dennis di dalam mobil.
"Ibu angkat..."
Pak Dennis tampak ragu sejenak.
"Nggak ada apa-apa di antara kami," jelas Adriel.
"Tuan Muda, aku nggak mengatakan apa-apa," jawab Pak
Dennis.
Adriel terdiam.
Pak Dennis hanya bisa pasrah Tuan Muda ini memang cukup flamboyan,
tapi dia hanya tersenyum ringan Ibu angkat?
Tidak masalah, asalkan bisa punya anak...
Di mata Pak Dennis, hanya ada Adriel, dan yang lainnya tidak
dianggap penting. Prioritas pertamanya adalah Adriel, dan yang kedua adalah
memastikan Adriel segera memiliki seorang ahli waris.
Dengan hadirnya Tuan Muda kecil, garis keturunan majikannya bisa
diteruskan dari generasi ke generasi, dan barulah dia bisa merasa tenang...
Sementara Adriel sedang menuju rumah Ana, dua pesawat mendarat
secara bergantian di bandara Kota Silas.
Para penumpang dari pesawat pertama telah keluar dari bandara.
Seorang pria berusia lebih dari lima puluh tahun dengan rambut
beruban berjalan ke pinggir jalan, menghentikan sebuah taksi, dan pergi.
Pria ini bernama Winsen Forez, salah satu dari sedikit anggota
Keluarga Forez yang merupakan ahli dari Guru Bumi.
Keluarga Forez telah mendapatkan kabar bahwa Adriel diam-diam
kembali ke Kota Silas dari Kota Majaya, hanya ditemani oleh Yudhistira.
Ini adalah kesempatan emas untuk membunuh Adriel, dan keluarga
Forez tidak akan melewatkannya.
Aldo berencana mempersembahkan kepala Adriel sebagai hadiah
pertemuan untuk ayah Nando.
Winsen memandang pemandangan di luar jendela dengan tatapan penuh
penghinaan.
"Siapa sangka dari kota kecil ini muncul seorang yang mampu
mengguncang Sagheru" gumam Winsen pada dirinya sendiri.
"Pak, sepertinya kamu datang dari kota besar, ya? Orang-orang
dari kota besar sering memandang rendah kami dari kota kecil, tapi di Kota
Silas, muncul seseorang yang luar biasa. Nggak lama lagi, Kota Silas akan
menjadi kota besar," kata sopir taksi dengan bangga.
Winsen mencibir, "Orang yang kamu maksud itu adalah
Adriel?"
"Betul! Dia adalah Pak Adriel, seorang naga sejati yang
muncul dari Kota Silas. Apakah kamu datang untuk menemuinya?"
Di Kota Silas saat ini, setiap orang yang menyebut nama Adriel itu
pasti dengan penuh rasa hormat.
Winsen dengan tenang menjawab, "Aku datang untuk
membunuhnya!"
Mendengar itu, wajah sopir langsung berubah, dia menghentikan mobilnya,
berbalik dan berkata, " Benar-benar nggak tahu diri! Kamu kira kamu datang
dari kota besar dan kamu sudah punya hak untuk menantang Pak Adriel? Turunlah,
aku nggak akan membawamu. Berani nggak menghormati Pak Adriel, itu berarti
menjadi musuh rakyat Kota Silas."
"Sekumpulan orang bodoh dan hina mencari mati," kata
Winsen.
Dengan satu jari, Winsen membunuh sopir taksi itu seketika dan
membuang mayatnya ke dalam selokan di tepi jalan sebelum duduk di kursi
pengemudi.
"Adriel, sepertinya kamu memang cukup terkenal di Kota Silas,
disukai banyak orang, tetapi waktu kematianmu sudah dekat."
Kedatangan Winsen kali ini tidak hanya untuk membunuh Adriel,
tetapi Aldo juga memberinya tugas untuk mendekati Wendy, melihat apakah dia
bisa mengundang Wendy untuk bergabung dengan Keluarga Forez sebagai tamu
kehormatan.
Dalam data yang diselidiki Keluarga Forez, Wendy adalah seorang
Guru Bumi yang misterius, bersembunyi di Kota Silas, dan sangat layak untuk
didekati.
Pesawat kedua yang mendarat bukan milik maskapai mana pun di
Negara Elang, tetapi sebuah pesawat pribadi, dengan lambang besar yang terlukis
di atasnya. Lambang tersebut tampak seperti simbol yang mengandung aura
tertentu. Jika diperhatikan lebih dekat, terlihat tulisan yang menyatu. Itu
adalah Romli.
No comments: