Bab 115
Adriel tersenyum simpul.
Di sebelahnya, Vivian dengan lembut
menarik lengan Adriel sambil menggelengkan kepalanya, lalu memberi isyarat agar
dia tidak bersikap keras kepala dan sok berani.
Ebert juga buru-buru berbisik,
"Kak Adriel, sudahlah. Pria sejati tahu kapan harus mundur. Diro memang
bukan siapa-siapa, tapi Brodi adalah putra Pak Petra. Ini juga adalah wilayah
Istana Phoenix, kita nggak bisa melawannya. Lebih baik kamu bersabar
saja."
"Ini bukan masalah. Mereka hanya
anjing gila yang menggonggong kurang disiplin saja. Nggak ada yang perlu
ditakutkan," jawab Adriel.
Para gadis penghibur di dalam ruang
VIP semuanya menunjukkan ekspresi menghina. Mereka menganggap Adriel
benar-benar sudah bosan hidup.
Brodi berkata pada muncikari di ruang
VIP tersebut, "Pergilah, panggil orang-orang ke sini. Jangan biarkan dia
keluar dari Istana Phoenix dengan mudah."
Muncikari segera keluar ruang VIP
untuk memanggil petugas keamanan. Sementara itu, Selvi yang sebelumnya minum
bersama Adriel tampak menggelengkan kepala. Dia menatap Adriel dengan pandangan
iba.
"Kamu benar-benar cari mati.
Nggak ada yang bisa membantumu," ujar Selvi.
"Kamu bisa membantuku. Bukannya
kamu yang paling terkenal di sini? Barusan saat kita minum-minum dan
berbincang, kamu selalu memanggilku dengan sebutan Kakak. Sekarang kamu nggak
mau membantuku?" ejek Adriel.
Selvi mencibir dengan dingin,
"Apa kamu sudah gila? Apa kita sangat akrab? Apa kamu benar-benar mengira
aku jatuh cinta padamu karena kamu tampan? Lucu sekali! Kamu sendiri yang cari
mati, itu bukan urusanku."
Adriel menghela napas, lalu berujar,
" Ternyata benar kata orang, pelacur memang nggak punya hati, sementara
aktor nggak punya kesetiaan. Kalau hari ini kamu yang ada dalam masalah, aku
pasti akan membantumu."
"Nggak perlu banyak bicara.
Lihat dirimu di cermin, apa kamu pantas menantang Pak Brodi? Mati pun kamu
nggak layak," sahut Selvi yang mengejek Adriel dengan penuh hina.
Brodi merangkul Selvi sambil berkata,
" Nanti aku akan membuat dia berlutut minta maaf di depanmu, lalu menjilat
sol sepatumu hingga bersih, bagaimana?"
""Terima kasih, Pak Brodi.
Ini ide yang bagus, aku suka. Sepatu hak tinggiku ini memang agak kotor,"
kata Selvi dengan nada yang manja.
Para gadis penghibur lainnya juga
ikut berseru, "Pak Brodi, sol sepatu kami juga kotor."
"Baiklah! Nanti aku akan membuat
dia menjilat bersih sol sepatu kalian semua. Puas kalian sekarang?" kata
Brodi dengan bangga sambil tertawa terbahak-bahak.
"Pak Brodi memang hebat!"
"Aku mencintaimu, Pak
Brodi."
Sekelompok gadis penghibur segera
berteriak histeris. Wajah mereka terlihat begitu bersemangat, seperti baru saja
mengonsumsi obat afrodisiak.
Pada saat itu, muncikari masuk dengan
membawa para pengawal Istana Phoenix.
Para pengawal mengelilingi Adriel dan
Ebert lalu mengunci pintu. Vivian yang ada di samping tampak ketakutan hingga
wajahnya berubah pucat. Dia tidak tahu harus bersembunyi ke mana.
"Takut? Kalau takut, kamu bisa
berlindung di pihak mereka," kata Adriel pada Vivian.
Vivian menggigit bibirnya, terlihat
jelas bahwa dia sangat ketakutan. Namun, dia tidak bergerak menuju ke arah
Brodi.
"Bocah, kamu sudah lihat, 'kan?
Hari ini, meski dewa yang turun sekali pun, dia nggak akan bisa
menyelamatkanmu," cibir Brodi.
Brodi meletakkan satu kaki di atas
meja. Sikapnya sangat sombong.
Ebert yang tidak pernah mengalami
situasi seperti ini tidak bisa menahan rasa takutnya. Wajahnya pucat, keringat
mengucur deras, serta tubuhnya gemetaran tanpa terkendali.
"Ebert, aku memanggilmu ke sini
dengan niat baik untuk membicarakan bisnis denganmu, juga memberimu kesempatan.
Sekarang adalah saatnya bagimu untuk menunjukkan sikapmu," ujar Diro.
Diro beralih menatap Ebert sebelum
melanjutkan, "Kamu tadi bilang mau berterima kasih padaku, 'kan? Kalau
begitu, hajar Adriel. Pukul dia sampai mati. Makin keras kamu memukulnya, makin
bahagia aku dan Pak Brodi. Kami juga akan memberikan lebih banyak bantuan
padamu."
No comments: