Membakar Langit ~ Bab 116

   

Bab 116

 

Saat Ebert mendengar perkataan Diro, wajahnya langsung menunjukkan ekspresi kesulitan. Dia juga memahami niat jahat Diro.

 

Melihat Ebert yang ragu-ragu, Diro dengan licik berkata, "Kamu nggak sanggup? Ebert, kamu harus memikirkannya baik-baik. Menunjukkan kesetiaan padaku dan Pak Brodi akan memberimu banyak keuntungan besar."

 

"Tapi, kalau kamu nggak mau mengambil tindakan, itu berarti kamu melawan kami. Bukan hanya kamu nggak akan mendapatkan proyek apa pun, tapi kamu juga akan diboikot. Perusahaan kecilmu itu nggak akan bisa bertahan lama, lalu akan segera bangkrut. Hari ini, kamu juga nggak akan bisa keluar dari sini dengan selamat."

 

"Mana yang lebih penting? Bahkan orang bodoh pun bisa mengerti, 'kan?" desak Diro dengan agresif.

 

Ebert sangat menyadari untung dan ruginya.

 

Dua pilihan yang berbeda, dengan keuntungan dan kerugian yang sangat jelas. Diro yakin bahwa Ebert pasti akan memilih berpihak pada mereka.

 

Tentu saja, ini hanyaran permainan kucing dan tikus bagi Diro. Dia hanya ingin mempermainkan Ebert dan Adriel.

 

Meski Ebert memilih berpihak pada mereka, dia tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun.

 

Adriel membuka suara, "Ebert, kamu adalah orang yang pintar. Orang pintar nggak boleh melakukan hal bodoh. Kita bukan anak-anak lagi, harusnya sudah memahami prinsip dunia ini. Kepentingan adalah segalanya."

 

"Di hadapan kepentingan, persahabatan semasa sekolah nggak ada artinya. Aku hanya akan memberimu waktu satu menit untuk berpikir," lanjutnya.

 

Adriel menghela napas dalam hati saat melihat Ebert yang ragu dan terjebak dalam dilema.

 

Pilihan seperti ini memang sangat menguji sifat manusia. Meski Ebert memilih untuk menyerangnya, Adriel tidak akan menyalahkannya.

 

Selain itu, Adriel juga tidak ingin menguji Ebert dengan cara seperti ini. Ini tidak ada gunanya.

 

"Ebert, kamu nggak perlu bimbang. Pukul saja, aku nggak akan menyalahkanmu," kata Adriel.

 

"Kak Adriel..."

 

Wajah Ebert tampak penuh dengan kesulitan.

 

"Majulah, kamu juga belum tentu bisa mengalahkanku," ucap Adriel sambil mengangkat tangan sebagai isyarat pada Ebert.

 

Diro menyeringai licik sambil berujar, " Ebert, kenapa kamu masih belum bertindak?

 

Brodi menyalakan sebatang rokok, menonton Adriel dan Ebert dengan penuh minat. Dia merasa bahwa permainan kucing dan tikus seperti ini cukup menghibur.

 

Diro berjalan ke arah salah satu pengawal. Dia mengambil sebuah tongkat bisbol, lalu melemparkannya pada Ebert.

 

"Kamu hanya punya setengah menit terakhir. Kalau kamu nggak mengambil tindakan, kamu akan ikut dipukuli bersama Adriel," desak Diro lagi.

 

Ebert mengambil tongkat bisbol dari tanah. Dia berjalan ke depan Adriel, lalu mengangkatnya tinggi seolah-olah akan memukul Adriel.

 

Namun, akhirnya Ebert tidak menyerang Adriel, melainkan berbalik menghadap Diro.

 

"Diro, aku tahu kamnya niat jahat! Dengar, aku nggak akan terjebak oleh tipu muslihatmu. Aku nggak akan mengkhianati Kak Adriel. Hanya berkelahi saja, 'kan? Siapa yang takut? Aku bukan orang yang nggak pernah dipukuli sebelumnya. Ayo maju!" jerit Ebert.

 

Ebert menggenggam tongkat bisbol sambil berdiri menantang di hadapan semua orang.

 

Diro tidak menyangka bahwa Ebert akan membuat pilihan yang paling bodoh. Ini membuat permainan tidak bisa dilanjutkan.

 

"Dasar kamu anjing bodoh sialan!" umpat Diro dengan ekspresi wajah yang muram.

 

Brodi berdiri lalu bertepuk tangan pelan.

 

"Sungguh persahabatan yang mendalam, benar-benar membuatku terharu. Tapi kamu sudah membuatku sangat nggak senang. Bersiaplah perusahaanmu bangkrut!" ancam Brodi.

 

Ebert tertawa dingin, tidak takut dengan ancaman Brodi.

 

"Kak Adriel, nanti kalau perkelahian dimulai, kamu bisa pergi lebih dulu. Aku akan menahan mereka," kata Ebert.

 

"Kamu... Kenapa kamu nggak menyerangku saja?" tanya Adriel sambil tersenyum.

 

"Omong kosong apa itu? Aku, Ebert Gesman, bukan orang yang nggak setia dan nggak tahu terima kasih. Lagi pula, malam ini aku yang sudah membawamu ke sini. Bagaimana mungkin aku mengkhianatimu?"

 

Brodi mengangkat tangannya, lalu memberikan perintah, "Serang! Hajar mereka. Jangan sampai mereka mati, biarkan mereka tetap bernapas."

 

Begitu Brodi memberikan perintah, salah satu pengawal di dalam ruang VIP mulai bergerak.

 

Ebert menggenggam erat tongkat bisbol sambil berkata, "Kamu cari kesempatan untuk pergi lebih dulu. Aku bisa menahan mereka."

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 116 Membakar Langit ~ Bab 116 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 04, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.