Membakar Langit ~ Bab 119

   

Bab 119

 

"Bukannya aku sudah bilang? Tingkat enam nggak ada apa-apanya." ujar Adriel dengan seulas senyuman.

 

Brodi dan Diro yang tadinya berkoar -koar akhirnya tersadar. Namun, wajah mereka tampak sangat pucat seperti baru saja kehilangan orang tua.

 

Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Feri bisa dikalahkan oleh Adriel hanya dengan satu pukulan.

 

"Apa di sini masih ada ahli lainnya?" tanya Adriel.

 

Semua orang tidak berani bersuara lagi. Pada saat itu, mereka akhirnya mengerti bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang ahli sejati.

 

Feri bangkit dari lantai dengan wajah yang pucat dan satu tangan yang patah. Dia berkata, "Aku nggak menyangka kamu ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa. Ini adalah kesalahanku. Kamu bisa pergi dari Istana Phoenix kapan saja."

 

"Nggak perlu buru-buru, urusan ini belum selesai," pungkas Adriel.

 

"Ada apa? Apakah kamu ingin membantai kami semua? Bosku adalah Wiryo Lesmana, dia adalah orang yang berpengaruh di Kota Silas. Jangan kira kamu bisa berbuat seenaknya di sini hanya karena kamu punya sedikit kemampuan bela diri," kata Feri dengan nada yang serius.

 

Sebuah seringai muncul di bibir Adriel sebelum menjawab, "Wiryo? Sekarang dia seharusnya sedang dalam perawatan di rumah sakit, 'kan?"

 

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Feri dengan terkejut.

 

"Karena orang yang melukai Wiryo adalah aku."

 

Perkataan Adriel langsung membuat ekspresi semua orang sekali lagi berubah.

 

Wiryo bukanlah orang yang mudah dihadapi. Dia sudah bertahun-tahun berkuasa di dunia jalanan Kota Silas. Dia terkenal sebagai orang yang kejam dan licik.

 

Di belakang Wiryo ada Osman Kusuma, salah satu dari Empat Mahaguru.

 

Seluruh distrik barat adalah wilayah keluarga Kusuma, sehingga distrik barat dikenal sebagai kawasan keluarga Kusuma. Sementara itu, Wiryo adalah anjing yang dipelihara oleh keluarga Kusuma.

 

Muncikari dan para gadis penghibur di Istana Phoenix paling takut dengan Wiryo. Dia adalah orang besar yang berkuasa.

 

Wajah Selvi terlihat penuh keterkejutan. Sekarang, dia memandang Adriel dengan sedikit rasa kagum. Dia tidak percaya bahwa pria muda dan tampan di depannya ini bisa melukai Wiryo.

 

Dia merasa bahwa dia seolah-olah sudah melewatkan kesempatan untuk mengubah takdirnya sendiri.

 

Ebert menelan ludah, lalu bertanya dengan suara pelan, "Kak Adriel, ini sungguh- sungguh atau nggak?"

 

Adriel bertanya balik, "Kamu pikir aku sedang berbohong?"

 

"Kapan kamu melukai Pak Wiryo? Bukannya kamu selalu bernyanyi di dalam ruang VIP sepanjang waktu?" tanya Ebert dengan kebingungan.

 

"Saat aku pergi keluar sebentar," jawab Adriel sambil tersenyum.

 

Ebert juga terkejut sampai tidak bisa berkata -kata. Adriel sudah berhasil menjatuhkan Wiryo hingga mengirimnya ke rumah sakit saat dia pergi ke toilet.

 

"Jadi kamu yang melukai Pak Wiryo?" tanya Feri.

 

"Benar! Jadi, lucu sekali kalau kamu mengancamku dengan nama Wiryo," kata Adriel.

 

Feri mengerucutkan bibirnya, lalu bertanya, "Kalau begitu, apa kamu tahu siapa yang ada di belakang Pak Wiryo?"

 

"Osman Kusuma, salah satu dari Empat Mahaguru, 'kan?"

 

"Kalau kamu sudah tahu, seharusnya kamu menyerah saja! Apa kamu tahu apa akibatnya kalau kamu membuat masalah dengan seorang mahaguru?" tanya Feri.

 

Adriel menunjukkan senyum sinis saat berkata, "Wiryo hanyalah anjing yang dipelihara oleh keluarga Kusuma, jangan terlalu mengagung-agungkannya. Apa artinya memukul seekor anjing? Aku juga sudah mengalahkan putra Osman, David Kusuma. Apa yang bisa dia lakukan padaku?"

 

Perkataan Adriel sekali lagi menggemparkan semua orang.

 

Dia bahkan berani melawan putra seorang mahaguru?

 

Dia sungguh gila, terlalu berani!

 

"Adriel, kamu hanya membual saja. Bicaralah dengan lebih sombong lagi! Kalau kamu benar-benar melukai David, apa mungkin kamu masih bisa hidup dan berdiri di sini sekarang? Siapa yang kamu takuti?" kata Diro yang tidak percaya dan tidak bisa menahan diri untuk menyerang Adriel dengan pertanyaan-pertanyaannya.

 

"Percaya atau nggak, itu terserah padamu."

 

Adriel tidak berniat menjelaskan lebih jauh. Dia melanjutkan, "Diro, kamu lebih baik memikirkan apakah kamu akan berjalan keluar dari sini atau digotong."

 

"Aku ... Kamu ... "

 

Wajah Diro tampak sangat tidak enak dipandang. Dia ingin mempermalukan Adriel dan Ebert, tapi sebaliknya, malah dia yang menjadi badut di sini.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 119 Membakar Langit ~ Bab 119 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 04, 2024 Rating: 5

Post Comments

No comments:

Powered by Blogger.