Membakar Langit ~ Bab 121

   

Bab 121

 

Adriel melambaikan tangan pada Feri yang terluka.

 

Feri langsung menjawab, "Akan aku jilat!"

 

Feri segera menyerah. Dia juga sangat responsif. Dia segera melepaskan sepatu salah satu gadis, lalu mulai menjilatnya.

 

Adriel tidak bisa menahan tawanya. Sebenarnya dia tidak berniat menyuruh Feri menjilati sol sepatu.

 

Para gadis itu semuanya tampak terpaku melihat tiga orang menjilati sol sepatu mereka, membuat mereka merasa sedang dalam dunia mimpi.

 

Terutama Feri yang merupakan orang paling berwibawa di Istana Phoenix. Semua orang takut padanya. Sekarang, mereka melihat Feri menjilati sol sepatu dengan mata kepala mereka sendiri. Ini memberikan mereka perasaan yang sulit digambarkan.

 

"Katakan pada Wiryo, kalau dia mau balas dendam, datarig saja langsung mencariku. Aku siap kapan saja. Aku tinggal di Mansion Nevada Vila 18."

 

Setelah mengatakan ini, Adriel tidak lagi menghiraukan mereka yang menjilati sol sepatu. Pemandangan ini agak sedikit menjijikkan.

 

Adriel menggenggam tangan Vivian, lalu lanjut berujar pada Feri, "Gadis ini, aku tertarik padanya. Dia nggak perlu lagi datang bekerja."

 

Adriel menarik Vivian, juga memanggil Ebert untuk keluar dari ruang VIP.

 

Para gadis penghibur akhirnya bisa bernapas lega. Mereka bersyukur karena sudah lolos dari bencana.

 

Brodi segera melemparkan sepatu yang dipegangnya. Wajahnya berubah penuh dengan ekspresi marah.

 

"Adriel! Kalau aku nggak membunuhmu atau menghancurkanmu menjadi makanan anjingku, aku, Brodi Juwono, bukan manusia!" teriak Brodi sambil menggertakkan giginya.

 

Matanya tampak terbelalak.

 

Diro yang berdiri di samping menimpali, " Dia sungguh sangat sombong! Kita nggak bisa membiarkannya lolos begitu saja!"

 

Ekspresinya murka dan penuh kebencian.

 

Feri melemparkan sepatu yang dipegangnya sambil berkata, "Pak Wiryo juga nggak akan melepaskannya."

 

"Kak Feri, bagaimana kamu akan menangani mereka? Mereka semua sudah melihat kejadian malam ini. Nggak boleh ada seorang pun yang membocorkannya," tanya Brodi dengan tatapan dingin.

 

"Pak Brodi, bagaimana menurut pendapatmu?" tanya Feri.

 

Muncikari adalah orang yang cukup cerdik. Dia sudah menyadari seriusnya masalah ini. Mungkin mereka semua akan dibungkam

 

"Pak Brodi, Kak Feri, aku nggak melihat apa- apa. Aku juga nggak akan pernah membocorkan tentang hal ini. Tolong belas kasihannya, ampuni nyawaku."

 

Muncikari dan para gadis penghibur itu segera berlutut memohon belas kasihan. Mereka yang baru saja bersyukur karena tidak menerima balas dendam Adriel, sekarang sudah menyadari situasinya.

 

Kejadian di dalam ruang VIP malam ini adalah aib besar bagi mereka. Untuk menutupinya, cara terbaik adalah membunuh dan menghilangkan bukti.

 

Para gadis itu juga ikut berlutut memohon belas kasihan, menangis penuh ketakutan.

 

"Orang mati nggak akan bicara. Lemparkan semuanya ke Sungai Silas untuk menjadi makanan ikan," perintah Brodi dengan sikap acuh tak acuh.

 

Feri mengangguk setuju.

 

Muncikari dan para gadis itu menangis histeris. Hati mereka penuh dengan ketakutan.

 

Muncikari merangkak mendekat. Dia memeluk celana Feri sambil terus memohon belas kasihan.

 

"Kak Feri, tolong ampuni aku. Aku akan melakukan apa saja untukmu. Aku bisa memberikan semua uang yang aku miliki padamu. Aku benar-benar nggak akan mengatakan apa pun."

 

Feri menendang Muncikari menjauh. Wajahnya terlihat dingin tanpa kepedulian sedikit pun.

 

"Pak Brodi, apa kamu nggak menyukaiku? Jangan bunuh aku, aku mohon jangan bunuh aku," pinta Selvi sambil berlutut dan memohon dengan penuh air mata.

 

Brodi bahkan tidak meliriknya sedikit pun. Dia hanya melepaskan jaketnya untuk menutupi kepalanya, lalu cepat-cepat meninggalkan ruang VIP.

 

"Jangan bilang aku sudah berbuat kejam. Kalau kalian ingin menyalahkan seseorang, salahkan saja orang bernama Adriel itu. Dia yang membuat kalian melihat sesuatu yang nggak seharusnya kalian lihat. Kalau kalian menjadi hantu, cari saja dia, lalu ambil nyawanya," ujar Brodi dengan nada yang dingin.

 

Dari luar, sekelompok pengawal melangkah masuk ke dalam ruang VIP. Feri pun langsung memberikan perintah.

 

"Buat mereka semua pingsan, masukkan ke dalam karung goni, lalu buang semuanya ke sungai," kata Feri.

 

Bagi orang-orang seperti Feri dan Brodi, nyawa manusia sama seperti rumput liar. Membunuh beberapa orang gadis penghibur tidak ada apa-apanya.

 

Di dalam ruang VIP, para gadis penghibur itu meraung keras, memohon pertolongan. Namun, semua itu percuma saja. Mereka dipukul hingga pingsan satu per satu.

 

Sebelum pingsan, Selvi sangat menyesali keputusannya.

 

Dia hanya berpikir, jika dia sama seperti Vivian yang selalu bersama Adriel, dia tidak hanya bisa keluar dari Istana Phoenix ini, melainkan juga bisa terhindar dari takdir kematian ini.

 

Sayangnya, tidak ada yang namanya obat untuk penyesalan di dunia ini!

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 121 Membakar Langit ~ Bab 121 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 04, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.