Bab 123
"Bagaimana menurutmu? Kamu cukup
berani bekerja di tempat seperti ini untuk mencari uang. Sedikit saja kamu
ceroboh, nyawamu bisa melayang," ujar Adriel sembari memberinya nasihat.
Vivian benar-benar merasa ketakutan.
Dia berkata, "Aku nggak punya pilihan lain. Temanku yang mengenalkanku
bekerja di sini. Dia bilang aku bisa menghasilkan banyak uang."
"Kalau kamu kekurangan uang,
beri tahu aku saja," kata Adriel dengan singkat.
"Aku sudah mencoba mencarimu,
tapi aku nggak bisa menemukanmu. Aku bahkan diam -diam pergi ke rumahmu, tapi
sudah nggak ada orang yang tinggal di sana. Aku dengar kamu terjerat narkoba,
berjudi sampai bangkrut, lalu menghilang," jelas Vivian.
Awalnya, Vivian memang merasa takut
saat pertama kali melihat Adriel di ruang VIP.
Orang normal mana yang mau berurusan
dengan pecandu narkoba dan penjudi?
"Gadis bodoh, aku sudah
menganggapmu seperti adik kandung sendiri. Apa kamu nggak paham orang seperti
apa aku yang sebenarnya? Kenapa kamu mudah sekali percaya pada gosip?"
omel Adriel sambil mencubit pipi Vivian, Adriel sengaja memarahinya.
"Aku tahu aku salah. Kak Adriel,
sakit, sakit."
Vivian segera minta ampun.
Setelah Adriel melepaskan cubitannya,
Vivian berujar, "Kamu menghilang selama lebih dari dua tahun tanpa kabar,
siapa yang nggak curiga?"
Pada saat itu, Adriel melihat ke arah
lift barang, di mana para pengawal Istana Phoenix sedang mengangkat karung yang
jelas-jelas berisi orang.
"Kamu tunggu aku di mobil,"
perintah Adriel.
Adriel turun dari mobil, lalu
berjalan perlahan menuju lift barang.
Para pengawal itu melempar karung
secara langsung ke dalam sebuah mobil truk.
Tanpa mengatakan apa-apa, Adriel
dengan cepat menjatuhkan beberapa orang pengawal itu, lalu membuka karung untuk
membangunkan para gadis di dalamnya.
"Pak Adriel... Pak Adriel,
kenapa kamu ada di sini?"
Selvi merasa sangat terkejut melihat
Adriel. Namun, wanita itu masih tampak ketakutan.
"Dengarkan baik-baik, aku hanya
akan menyelamatkan kalian sekali. Kalau kalian merasa harus kabur, kaburlah
sekarang juga.
Adriel mengatakan ini dengan ekspresi
dingin.
"Terima kasih! Terima kasih atas
kebaikanmu menyelamatkan nyawa kami,
Pak Adriel."
Muncikari segera memimpin para gadis
itu untuk berlutut, berterima kasih pada Adriel.
Di antara mereka, hanya Selvi yang
sedikit lebih banyak berinteraksi dengan Adriel.
"Pak Adriel, terima kasih karena
sudah menyelamatkan kami meski sebelumnya kami sudah bersikap buruk padamu.
Maafkan aku yang sudah meremehkanmu," kata Selvi sambil berlutut dan
berterima kasih dengan tulus.
Adriel tidak menggubrisnya. Dia hanya
berbalik, lalu melangkah pergi.
Adriel mengendarai mobilnya
meninggalkan tempat parkir bawah tanah Istana Phoenix, lalu menuju ke Mansion
Nevada.
"Kak Adriel, kenapa kamu
menyelamatkan mereka? Di ruang VIP tadi, mereka begitu mengagungkan Brodi dan
merendahkanmu. Mereka pantas mendapatkannya," tanya Vivian.
Adriel tersenyum simpul, lalu balik
bertanya, "Apa kamu pikir aku nggak seharusnya menyelamatkan mereka?"
"Bukan begitu. Maksudku, kalau
itu orang lain, mereka mungkin akan merasa senang melihat penderitaan
gadis-gadis itu. Mereka nggak akan turun tangan membantu gadis- gadis itu. Kamu
ternyata masih sama seperti dulu, sangat baik hati," kata Vivian sambil
tersenyum gembira.
Adriel tersenyum tanpa mengatakan
apa- apa. Terhadap musuh, dia bisa sangat kejam dan tanpa ampun.
Namun, terhadap orang yang tidak ada
hubungannya, Adriel akan menolongnya jika dia bisa.
Seorang dokter harus memiliki hati yang
baik!
Sesampainya di Mansion Nevada, Vivian
melihat taman yang familier. Ini adalah tempat yang dulu juga dia anggap
sebagai rumah.
"Tempat ini masih sama seperti
dulu," komentar Vivian.
"Tamannya memang nggak berubah,
tapi dekorasi di dalamnya sudah berubah. Kamar -kamarnya sekarang kosong. Kamu
bisa tinggal di kamar lamamu di lantai dua," jelas Adriel.
Vivian memang memiliki kamar khusus
yang cukup besar di sini sementara orang tuanya dulu tinggal di lantai satu.
"Kak Adriel, kamu sekarang
tinggal di sini sendirian?" tanya Vivian.
"Iya, aku suka ketenangan."
"Kalau begitu, siapa yang
memasak dan
mencuci pakaianmu? Aku ingat kamu
nggak bisa memasak," tanya Vivian lagi.
"Aku memesan makanan atau pergi
ke restoran," jawab Adriel.
"Makanan di luar itu nggak
higienis. Kalau kamu nggak keberatan, aku bisa datang ke sini memasak untukmu
saat aku nggak sibuk," tawar Vivian dengan penuh semangat.
Adriel segera menggelengkan kepala
untuk menolak tawarannya dan berkata, "Kamu bicara seolah-olah masakanmu
lebih enak dari pada makanan di luar. Jangan bawa makanan yang nggak layak
untuk meracuniku. Aku lebih baik tetap beli makanan di luar."
No comments: