Bab 1236
"Sejak kapan?"
Elin sedikit tidak percaya. Sekarang
dia sudah menjadi Guru Bumi tingkat satu, dengan daya paham yang luar biasa,
bahkan tadi dia sudah bersiap untuk membantu Adriel.
Namun, bahkan dia tidak menyadari
teknik pengganti bayangan Yulianto ini!
"Ilmu bela diri di Akademi
Arjuna bukanlah sesuatu yang bisa kalian pahami!" kata Yuliantor
Pada saat itu, memanfaatkan momen ketika
Adriel dan Elin tidak siap, Yulianto menunjukkan senyum menyeramkan dan
mengayunkan pedangnya dengan keras ke punggung Adriel!
Semua orang mengira dia adalah
seorang praktisi pedang, padahal sebenarnya dia adalah seorang pembunuh. Dengan
memanfaatkan celah psikologis lawan, dia telah beberapa kali melanggar batas
dan membunuh musuh!
Namun, ketika pedang itu turun, sosok
Adriel juga berubah menjadi bayangan dan lenyap di tempatnya!
"Bagaimana mungkin?!"
Yulianto terkejut karena serangannya
meleset. Saat itu, tiba-tiba terdengar suara ketidakpuasan, " Sepertinya
ilmu bela diri di Akademi Arjuna nggak ada masalah, hanya saja kamu yang nggak
bisa pelajari dengan baik..."
Setelah kata-katanya selesai, dia
dengan terkejut menoleh, tetapi melihat Adriel hampir berdiri tepat di
belakangnya dengan ekspresi cemberut yang menunjukkan ketidakpuasan Seketika,
pupilnya menyempit, dan tinjunya tampak membesar dalam pandangannya!
Bam!
Sebuah pukulan datang!
Sederhana dan tidak ada jurus yang
digunakan, hanya kekuatan fisik yang kuat. Suara jeritan terdengar saat
Yulianto langsung terlempar beberapa meter ke belakang menghantam sebuah pohon
besar!
Bam!
Pohon itu bergetar hebat.
Yulianto terbatuk darah tanpa henti!
"Kamu juga mempelajari teknik
penyergapan?!" tanya Yulianto dengan nada tidak percaya. Dia menatap
Adriel dengan marah.
"Apakah teknik penyergapan masih
perlu dipelajari? Nggak bisa belajar langsung?" kata Adriel sambil
melangkah maju.
Dengan bantuan kekuatan mata ganda
yang istimewa, teknik penyergapan itu tidak dapat tersembunyi dan dengan
kemampuan replikasi, dia juga langsung mereplikasi ilmu bela diri Yulianto.
"Kau nggak boleh
membunuhku!" teriak Yulianto!
"Benarkah?" tanya Adriel.
Dia tersenyum sinis dan perlahan mendekat.
"Orang ini memang nggak bisa
kamu bunuh."
Pada saat itu, terdengar suara lembut
seperti melodi dari seorang wanita."
Kemudian, terlihat sosok tinggi dan
ramping melangkah di antara pepohonan. Mengenakan gaun putih bersih dengan
rambut panjang tergerai.
Dia melangkah maju dan pepohonan
serta sulur- sulur di sekelilingnya secara diam-diam mengalah, memberi jalan
untuknya.
Mata yang dalam dan cerah itu
memancarkan kekuatan yang menenangkan hati. Ketika dia muncul, Yulianto yang
sebelumnya tampak angkuh langsung menunjukkan ekspresi penuh kegembiraan dan
ketenangan.
Bahkan Adriel pun tertegun
melihatnya. Dia bisa dibilang sudah cukup mengenal banyak wanita dan memiliki
kekebalan yang tinggi terhadap kecantikan.
Namun, wanita ini terlihať baru
berusia sekitar dua puluh tahun, tetapi sudah memancarkan aura yang luar biasa,
membuatnya merasa bahwa ini adalah sesuatu yang sangat langka.
Elin menatap wanita itu dan alisnya
berkerut. Dia merasakan aura bahaya yang tidak biasa. Wanita ini sangat kuat!
"Kakak, tolong aku!" teriak
Yulianto dengan semangat.
"Nggak perlu banyak bicara, aku
sudah tahu."
Wanita itu menghela napas lembut dan
berkata, " Kamu menyamar sebagai murid inti Akademi Arjuna itu adalah
kesalahan besar. Selain itu, kamu menyerang rakyat biasa, melanggar peraturan
dan hukum akademi. Selain itu, kamu masih saja kalah... bagaimana akademi bisa
membantumu? Cepat minta maaf kepada mereka!"
"Kau menyamar?" tanya
Adriel sambil menatap Yulianto dengan tatapan aneh. Tidak heran jika dia begitu
lemah!
"Aku ... " Yulianto merasa
malu saat wanita itu mengungkapkan kebohongannya di depan umum. Wajahnya
berubah pucat dan merasa sangat memalukan.
Dia memang terkenal keras kepala.
Namun saat menghadapi teguran wanita itu, dia terpaksa menundukkan kepala dan
berkata kepada Adriel, Maaf, aku salah... " 11
"Sekadar minta maaf nggak cukup,
kamu harus mengganti rugi. Pedangmu itu bagus!" kata Adriel.
"Itu senjata tingkat bumi!
Ayahku akan membunuhku!" balas Yulianto. Seketika, ekspresi wajahnya
berubah!
Dia kemudian memandang wanita itu
dengan penuh harapan dan berkata, "Kakak, aku ... "
Wanita itu sedikit mengerutkan dahi,
tetapi dia melanjutkan, "Kesalahan yang kamu buat harus diakui, apalagi,
keluarga kamu seharusnya tidak kekurangan senjata tingkat bumi. Nyawamu jauh
lebih berharga daripada senjatamu."
No comments: