Bab 1239
Wennie menatap senjata ekor kuda itu
sangat lama, lalu perlahan mengangguk, "Selama kamu mau membawa kami ke
tempat ditemukannya benda ini, kamu bisa bergabung."
"Tapi, Kak, bagaimana dengan Kak
Finn?" tanya Yulianto dengan cemas.
Namun, hanya dengan sedikit kerutan
dari Wennie, Yulianto langsung terdiam dan tidak berani protes lagi.
Meski terlihat tenang dan ramah,
wanita ini jelas memiliki wibawa dan ketegasan yang luar biasa.
"Herios sangat berbahaya, kita
harus bergabung dengan Kakakku," kata Wennie sambil menatap Adriel.
Wennie sudah benar-benar memahami
bahwa meski Elin adalah seorang Guru Bumi, Adriel adalah sosok yang memegang
kendali di antara mereka.
"Baik," jawab Adriel sambil
tersenyum, diikuti tatapan penuh arti dari Elin.
"Bagus kalau begitu,"
Wennie tampak lega, lalu bertanya, "Saudara, boleh tahu nama
lengkapmu?"
"Nama keluargaku Lavali, nama
lengkapku Leo Lavali," jawab Adriel tersenyum.
"Apakah keluargamu berasal dari
suatu tempat khusus?" tanya Wennie dengan sopan.
"Aku tidak berasal dari keluarga
besar atau tempat istimewa. Aku hanya berasal dari Sagheru," jelas Adriel
dengan santai.
"Sagheru itu daerah pedalaman
yang seperti daerah pedesaan! Dari nada bicaranya juga mirip dengan pedesaan
sana!" kata Yulianto.
Kemudian dia mendengus dan tampak
berpikir sejenak, lalu melanjutkan. "Eh, bukankah Harta Karun Iblis Darah
juga ditemukan di Sagheru? Oh ya, dan juga siapa itu... "
Saat mengatakannya, dia tiba-tiba
merasa dingin di sekujur tubuh. Ternyata Kak Wennie hanya meliriknya sekali dan
Yulianto langsung diam, merasa ngeri.
"Mari kita pergi," ujar
Wennie sambil tersenyum kecil.
Dia tampak tidak ambil pusing dan
segera melangkah hendak bertemu kakaknya.
Di sepanjang perjalanan, Elin menatap
Adriel sambil tersenyum sinis, sementara Adriel pura-pura bertanya dengan
santai, "Kalau boleh tahu, apakah Nona Wennie punya ikatan masa lalu di Sagheru?"
"Ikatan? Apa maksudnya?!"
Yulianto menyela dengan nada tak
sabar, seolah takut Adriel memulai percakapan dengan Wennie, " Hanya
seorang pengganggu nggak berguna di sana!"
"Pengganggu?"
Adriel tampak tertarik, lalu berkata
heran, "Jadi, Nona Wennie pernah menikah dan punya anak yang ditinggalkan
di Sagheru?"
Wennie hanya terdiam.
Bahkan Elin yang dapat dengan jelas
membaca gerak -gerik Wennie tahu bahwa wanita itu masih perawan dan dia sulit
percaya Adriel bisa berpura - pura tidak tahu.
"Kamu bicara apa, dasar kurang
ajar! Mau kubelah dua sekarang juga?" teriak Yulianto.
Dia langsung marah dan hendak
menghunus pedangnya demi kehormatan wanita pujaannya.
"Taruh pedangmu!" kata
Wennie.
Perintah itu membuat Yulianto
akhirnya menyerah meski masih terlihat kesal.
"Maafkan dia. Aku sebenarnya
belum punya anak. Aku ... hanya punya tunangan di Sagheru," ujar Wennie
sambil tersenyum pahit.
"Keluarga sudah menentukan
pertunanganku sejak kecil. Namun beberapa waktu lalu, tunanganku meninggal...
" lanjut Wennie dengan nada lirih.
Mendengar itu, Elin tampak terkejut
dan mencoba bersikap tenang. Namun tetap melirik antara Adriel dan Wennie
dengan ekspresi bingung.
"Turut berduka," kata
Adriel seolah baru mengerti.
"Turut berduka? Turut berduka
apanya!" bentak Yulianto sinis.
"Itu cuma Adriel, si pengganggu
tak berguna! Kakakku ini wanita pilihan langit, malah harus menikah dengan
orang semacam dia! Semua murid di Akademi Arjuna marah besar. Malah sekarang
mereka sudah berencana membongkar makam si rendahan itu!" lanjut Yulianto.
No comments: