Bab 1241
Tak lama kemudian, rombongan itu tiba
di kedalaman hutan yang lebat. Mereka melihat seorang pria dengan alis yang
tajam duduk bersila, menutup mata sambil mengatur napas.
Pada saat itu, dia tiba-tiba membuka
matanya. Pancaran tajam muncul dari kedua matanya, membuatnya tampak cukup
mengesankan.
Namun, ketika dia melihat Wennie,
tekanan itu lenyap. Dia tersenyum lembut sambil berkata, "Adik junior
Wennie."
Kemudian, pandangannya beralih ke
wajah tampan Adriel. Alisnya langsung berkerut sedikit, lalu dengan rasa ingin
tahu dia bertanya, "Siapa ini?"
"Kakak senior Finn, aku akan
memperkenalkanmu, "kata Wennie sambil melangkah maju.
"Ini adalah Leo Lavali. Dia
memiliki petunjuk tentang Herios dan ingin bekerja sama dengan kita."
"Oh?"
Mata pria itu tampak bersinar. Dia
bertanya, "Kamu dari keluarga Lavali? Apa saudara Leo dari keluarga Lavali
di wilayah utara kota Srijaya?"
"Bukan, aku orang Sagheru,"
jawab Adriel sambil tersenyum.
"Sagheru?"
Pancaran di mata pria itu tampak
mereda. Dia berujar dengan senyum simpul, "Kalau adik junior Wennie sudah
menyetujuinya, kita bisa bekerja sama."
"Ini adalah kakak seniorku, Finn
Diwasta," kata Wennie memperkenalkan Finn pada Adriel.
Pada saat itu, Yulianto seolah
menemukan pendukung baru. Dia menyindir di samping, "Nggak seperti kamu
yang berasal dari Sagheru, kakak seniorku adalah orang dari keluarga besar di
kota Srijaya! Bahkan hanya sedikit di bawah keluarga Buana. Dia sendiri adalah
Guru Bumi setengah langkah!"
Tampaknya, makin kuat Finn, makin
besar perasaan superioritas yang dirasakan Yulianto di depan Adriel.
"Adik junior Yulianto, jangan
berteriak-teriak seperti itu," kata Finn dengan tenang, membuat Yulianto
langsung terdiam.
Kemudian, Finn menatap Adriel dengan
senyum sopan sambil berkata, "Selanjutnya, kami akan sangat mengandalkan
bantuanmu untuk memimpin jalan."
Adriel hanya meliriknya sejenak
dengan senyum simpul sambil mengangguk.
"Lalu soal pembagian hasil ...
"
Mata Elin tampak berkilat.
Kening Finn berkerut. Namun, sejenak
kemudian dia tersenyum dengan tenang sembari membalas, " Ini harus
mengikuti prosedur. Setelah dilaporkan ke akademi, akademi pasti akan
memberikan beberapa barang yang bagus untuk kalian."
Mengikuti prosedur?
Ini adalah cara yang khas untuk
menghindar.
Finn merasa Adriel dan yang lainnya
tidak layak untuk diajak bekerja sama. Jadi dia hanya mencoba menyenangkan
mereka untuk sementara ini.
Elin memahami hal ini dengan sangat
baik.
Namun, Adriel tidak mengatakan
apa-apa, hanya tersenyum sambil mengangguk tanpa keberatan Karena dia hanya
ingin membantu Wennie saja, tanpa peduli soal pembagian hasil.
Adriel segera sedikit menyesuaikan
arah, lalu mulai memimpin jalan.
Sepanjang perjalanan, Finn tidak lagi
memedulikan Adriel, dia hanya bercanda dengan Wennie. Hanya saja, Wennie
sendiri tidak banyak bicara dan menunjukkan sikap yang dingin.
Sementara itu, Yulianto terlihat
ingin ikut berbicara, tetapi sepertinya ragu. Dia hanya bisa memandang Wennie
dengan rasa kagum.
Adapun Adriel, dia seakan dikucilkan
dari kelompok.
"Wennie memang populer, ya.
Sepertinya Finn menyukainya. Dia juga tampak sedang memanfaatkanmu," kata
Elin dengan suara pelan sambil melirik Adriel dengan tatapan penasaran.
Adriel langsung menepuk pantat Elin
tanpa menunjukkan ekspresi apa-apa.
Dia bahkan tidak ingin bergabung
dengan lingkaran pertemanan ini.
"Apakah itu darah Herios?"
Pada saat itu, Yulianto tiba-tiba
bersemangat. Dia tampak menunjuk ke tanah. Ada jejak kaki berwarna merah darah
di sana. Sepertinya seseorang yang terluka parah sedang melarikan diri dari
sini.
Di depan, ada sebuah gua yang gelap
dan dalam.
Semua orang pun langsung bersiap
dengan antusias.
"Kita nggak boleh lengah. Hal
ini perlu dipastikan terlebih dulu!"
Finn terlihat bersemangat. Namun,
mengingat Herios adalah seorang Guru Bumi tingkat sembilan, mereka tidak pernah
berpikir untuk membunuhnya sama sekali. Tujuan mereka hanya ingin menjual
lokasi persembunyiannya.
No comments: