Bab 1242
Seorang Guru Bumi tingkat sembilan
yang terjebak tanpa jalan keluar jelas bukan seseorang yang bisa mereka hadapi
dengan mudah.
Finn memandang gua itu sejenak,
kemudian matanya tertuju pada Adriel. Dia berujar, "Leo, suruh gadis di
sampingmu itu masuk untuk melihat kondisi di dalam."
Elin langsung marah ketika mendengar
ini.
Ini sama saja dengan mengirimnya
menuju kematian!
Wennie juga tampak sedikit panik. Dia
berkata, " Kakak senior Finn, kita nggak boleh melakukan ini. Kita punya
Serangga Racun Nirwana dari akademi yang bisa memaksa Herios keluar!"
"Tapi akademi mengatakan kalau
kita nggak menggunakan Serangga Racun Nirwana, kita akan mendapatkan sepuluh
poin kredit untuk masing- masing orang. Kalau kita menggunakannya, kita hanya
akan mendapat lima poin. Itu adalah pilihan terakhir."
Finn mengerutkan keningnya, menatap
Adriel dengan tenang, lalu menambahkan, "Leo, kamu pasti paham maksudku,
'kan?"
"Maksudmu, satu nyawa manusia
lebih murah dibandingkan poin kreditmu?" kata Adriel sambil tersenyum.
"Hmm, sepertinya memang begitu.
Dalam pandanganmu, kamu berasal dari keluarga besar, juga murid inti Akademi
Arjuna. Jadi bagimu, mengorbankan nyawa orang lain bukan masalah Bagaimanapun
juga, kami nggak akan bisa berbuat apa-apa terhadapmu, 'kan?" lanjut
Adriel.
"Kamu memang sangat terus
terang," kata Finn.
Setelah pikirannya terungkap,
senyuman di wajah Finn tampak memudar, sementara ekspresinya menjadi dingin.
Dia mengerutkan kening, lalu berkata, "Omonganmu hanya untuk menaikkan
harga, 'kan? Setelah ini, kamu bisa mendapat sedikit kebaikan hati dari
keluarga Diwasta. Ini hanya satu nyawa, apa ruginya?"
Elin nyaris meledak karena amarah,
hendak berbicara.
Namun, Adriel menghentikannya, lalu
berkata dengan tenang, "Rugi, sangat rugi. Nyawa seluruh keluargamu nggak
ada harganya dibandingkan dengan anak buahku."
Kata-kata itu membuat suasana menjadi
sunyi dalam sekejap.
"Apa katamu?" Suara Finn
terdengar berat, sementara matanya menatap Adriel dengan tajam.
Ekspresi Yulianto tampak penuh
keterkejutan, tetapi dia langsung mundur selangkah, dengan gembira menatap
Adriel. Di akademi, mereka yang berani melawan Finn pasti akan berakhir di
rumah sakit.
Wajah Wennie langsung berubah. Dia
maju satu langkah, lalu berkata dengan suara tegas, "Leo, pergilah.
Setelah ini, aku akan memberimu imbalan sebagai penunjuk jalan!"
Kemudian, Wennie menatap Finn sambil
berujar, " Kakak senior Finn, nyawa manusia bukanlah hal yang sepele. Aku
nggak bisa menerima caramu ini!"
Adriel merasa terkejut saat menatap
Wennie yang berdiri di depannya. Sosoknya yang ramping tampak penuh tekad. Biasanya
Adriel-lah yang akan melindungi perempuan. Namun, ini pertama kalinya dia
dilindungi oleh seorang perempuan. Yah, kecuali Bu Wendy...
"Dia telah menghina keluargaku!
Tapi kamu malah mau berpihak padanya melawanku?"
Ketika melihat Wennie melindungi
Adriel, Finn pun langsung marah. Namun, wajah Wennie yang tak tergoyahkan
membuat Finn menahan diri.
Ada ekspresi cemburu di wajah Finn.
Setelah beberapa saat, dia menghela napas berat, lalu berkata dengan suara
dingin, "Baiklah, derni adik junior Wennie, aku akan membiarkannya pergi.
Tapi dia harus berlutut meminta maaf pada keluarga Diwasta!"
Wennie akhirnya bisa bernapas lega.
Dia menatap Adriel dengan penuh harap, lalu berujar, "Leo, bagaimana
menurutmu..."
Meski berlutut itu sama dengan
merendahkan diri, ini adalah kondisi terbaik yang bisa Wennie perjuangkan untuk
Adriel.
Menurut pandangan Wennie, Adriel yang
tanpa latar belakang tidak akan mungkin bisa menantang keluarga Diwasta.
Namun, Adriel hanya tersenyum sambil
membalas, " Meminta maaf, ya? Aku bahkan nggak tahu cara menulis kata
itu."
"Kamu cari mati!"
Wajah Finn berubah seketika. Dia
hendak mengatakan sesuatu sambil menunjuk ke arah Adriel.
Namun, sebuah angin telapak tangan
menerjang Sebelum Finn sempat bereaksi, Adriel langsung menamparnya dengan
keras.
Plak!
Finn tersentak mundur beberapa
langkah hingga menabrak pohon di belakangnya dengan keras dan menyebabkan pohon
itu berguncang!
"Astaga!"
Yulianto benar-benar terkejut,
wajahnya penuh kekagetan.
Wennie juga terkejut, tak bisa
memercayainya. Dia buru-buru berkata, "Leo, cepat minta maaf pada kakak
senior Finn. Kalau nggak ... "
"Diam! Nggak ada lagi yang bisa
bicara untuknya. Aku ingin dia mati!"
Wajah Finn kini menampakkan bekas
telapak tangan merah. Dia langsung marah besar.
"Kakak senior Wennie, jangan
membelanya lagi. Leo ini pasti akan mati... "
Yulianto buru-buru menahan Wennie.
Dia mundur beberapa langkah dengan wajah gembira, takut darah Adriel akan
terciprat padanya. Dia merasa senang Dia yakin bahwa Adriel benar-benar akan
tamat kali inil
Wajah Wennie tampak cemas. Namun,
Adriel tetap tenang. Dia hanya berjalan mendekat dengan santai.
Di bawah tatapan terkejut Wennie,
Adriel hanya tersenyum simpul sambil berujar, "Nona Wennie, kamu nggak
begitu mengenalku. Aku ini orang yang nggak terlalu berpendidikan, jadi nggak
tahu bagaimana menulis kata maaf. Aku hanya tahu tiga kata seumur hidupku.
Telunjuk Bulan Penghancur!"
No comments: