Bab 1250
Adriel memutuskan suara Herios dengan
energi sejatinya, sehingga orang-orang di luar tidak bisa mendengar percakapan
ini.
Dia melangkah dengan tenang sambil
berkata, "Hari ini kamu nggak akan bisa membunuhku. Jadi jangan
buang-buang waktu."
"Atas dasar apa kamu berkata
begitu?" tanya Herios.
Herios memandang Adriel seperti
melihat seekor tikus yang terjebak. Dia mengangkat tangan, mengarahkannya ke
Adriel dengan ganas.
Seketika, energi sejati yang dahsyat
melanda. Energi sejati Herios tampak berwarna merah darah!
Seolah-olah ratusan kepala manusia
tenggelam dalam energi sejatinya itu.
Meskipun dia sedang dikejar-kejar saat
ini, Teknik Iblis Darah tingkat ilahi agung miliknya itu jelas sudah
meningkatkan kekuatannya jauh lebih tinggi hanya dalam waktu singkat.
Wajah Elin tampak berubah. Dia segera
menatap Adriel.
Dia tahu jika Adriel berani masuk,
pasti pria itu punya cara untuk menghadapi Herios. Sekarang, dia harus
mengandalkan Adriel.
Namun, pada detik berikutnya mata
Elin membelalak lebar!
Plak!
Adriel melangkah maju, lalu langsung
menampar wajah Herios!
Energi sejati yang ada di sekitar
Herios tampak seolah-olah tidak ada artinya. Seharusnya, dia bisa dengan mudah
membunuh Adriel, tetapi energi sejati itu malah terhenti di udara, tidak
bergerak sedikit pun!
Suasana seketika hening.
Apa yang terjadi?
Elin menatap kedua orang itu dengan
tatapan tidak percaya.
Dia tahu Adriel pasti punya trik,
tetapi mengapa dia langsung menampar Herios begitu saja?
Bukankah ini terlalu sederhana?
Yang paling mengejutkan adalah,
Herios benar- benar tidak membalas serangan ini?
"Kamu membuatnya terlihat
seolah-olah kamu benar-benar berani menyerangku. Untuk siapa kamu berpura-pura
di sini?" tanya Adriel.
Adriel memandang Herios dari atas,
dengan santai menarik kembali tangannya, seolah dia baru saja menampar seorang
biasa, bukannya Herios!
Pada saat ini, bukan hanya Elin yang
tertegun. Bahkan Herios pun memandang Adriel dengan penuh ketekejutan. Dia
tidak percaya Adriel bisa seberani ini.
Herios tidak berani menyerang, karena
ada hal yang harus dia khawatirkan.
Namun, bagaimana Adriel bisa tahu?
"Kamu sudah merasakan manisnya
Teknik Iblis Darah itu, 'kan? Bagaimana mungkin kamu tega membunuhku? Tapi kamu
tahu kalau aku sangat licik, kamu khawatir aku nggak membawa semua warisan
Iblis Darah. Jadi sejak aku masuk hingga sekarang, kamu bersikap seolah kamu
sangat marah. Itu memang kemarahanmu, tapi lebih dari itu, kamu ingin
menakutiku hingga memaksaku menyerahkan Kitab Iblis Darah."
"Oh, sekarang kamu punya rencana
baru lagi. Kamu ingin menangkapku, lalu menginterogasi perlahan- lahan. Tapi
aku bisa memberitahumu kalau aku sudah membagi Teknik Iblis Darah menjadi dua,
satu palsu dan satu asli, lalu dicampur menjadi satu. Selain aku, nggak ada
yang bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu," lanjut Adriel.
Seiring Adriel makin banyak
berbicara, mulut Herios mulai terbuka sedikit. Dia tampak terkejut, menatap
Adriel dengan tatapan tidak percaya.
Bagaimana mungkin?
Apa yang baru saja diucapkan Adriel
adalah pemikiran Herios yang sebenarnya.
Bagaimanapun juga, seorang wanita
hanyalah seorang wanita. Dibandingkan dengan Teknik Iblis Darah, Elin tidak ada
artinya. Semua kemarahan yang dia tunjukkan tadi sebenarnya hanya untuk
menakut-nakuti Adriel agar dia mau menyerahkan Teknik Iblis Darah.
"Ternyata begitu... "
Elin tertegun, terdiam untuk waktu
lama, sebelum akhirnya dia bergumam pelan.
Namun, pada saat itu mata Herios
tampak berapi - api. Dia berujar dengan nada dingin, "Adriel, aku sudah
menahan tamparanmu beberapa kali! Tapi sudah saatnya kamu menunjukkan itikad
baikmu!"
Herios menunjuk ke arah Elin sembari
berkata dengan nada dingin, "Aku sudah melatih Teknik Iblis Darah yang
kuat, yang mengandung banyak kemarahan. Aku perlu seseorang untuk aku bisa
melepaskan kemarahan itu. Aku butuh darah. Tinggalkan Elin untukku."
Bagaimanapun juga, Elin hanyalah
seorang wanita. Dia hanyalah barang bekas yang sudah digunakan. Adriel hanya
bermain-main dengan Elin.
Dalam pandangan Herios, Adriel pasti
akan menyetujui permintaannya ini.
Sementara itu, wajah Elin tiba-tiba
berubah pucat. Dia memandang Adriel dengan tatapan cemas.
Jika dibandingkan dengan kerja sama
ini, tampaknya nyawa Elin tidak berarti apa-apa.
Sekali lagi, kekuatan yang akan
menentukan segalanya. Meskipun Elin adalah seorang Guru Bumi tingkat satu,
sebenarnya di meja negosiasi antara Adriel dan Herios, dia tak ada harganya.
Namun, pada saat ini Adriel hanya
tersenyum sambil berkata, "Itikad baik? Aku bisa memberikannya
padamu."
"Adriel, aku sudah memberi
sedikit kelonggaran. Kamu juga sudah seharusnya sedikit mengalah. Ini baru
namanya kerja sama. Aku bukan orang yang pelit. Kalau kamu mengalah, kita akan
bisa berkerja sama dengan baik"
Herios menahan emosinya. Wajahnya
tampak makin tenang. Namun, pada detik berikutnya, ekspresi di wajahnya
langsung berubah drastis! Plak!
No comments: