Bab 130
Bahkan Vivian yang duduk di dalam
mobil pun penasaran.
"Kak Adriel, Rory itu orang
penting di Kota Silas. Kenapa dia begitu takut padamu?" tanya Vivian.
"Karena dia takut aku menghajarnya!"
jawab Adriel sambil tertawa.
"Benar juga, kamu hebat
berkelahi. Bahkan Kak Feri dari Istana Phoenix pun bisa kamu kalahkan dengan
satu pukulan. Ajari aku, ya, " kata Vivian dengan penuh harap.
"Latihan bela diri itu sangat
melelahkan. Sebaiknya kamu fokus belajar saja," kata Adriel.
"Aku nggak takut lelah,"
jawab Vivian.
"Baiklah, nanti aku ajari
beberapa gerakan bela diri," kata Adriel sambil mengusap kepala Vivian.
Adriel dan Vivian kemudian pergi ke
Rumah Sakit Utama. Saat ini, di rumah sakit itu ada tiga musuh besar Adriel
yang dirawat, yaitu Pedro Wijaya, Wiryo Lesmana, dan Thomas Santoso.
Ketiganya sangat ingin melihat Adriel
hancur berkeping-keping.
Dibandingkan dengan yang lain, Thomas
yang paling ringan lukanya dan dia sedang bersiap-siap untuk keluar dari rumah
sakit.
Hal pertama yang akan dia lakukan
setelah keluar adalah membawa orang-orangnya langsung ke Mansion Nevada untuk
mencari Adriel dan membalas dendam.
Meskipun para dokter telah berusaha
keras sepanjang malam, Wiryo tetap tidak bisa diselamatkan dan akhirnya
kehilangan alat vitalnya.
Anak buahnya juga melaporkan kejadian
tadi malam di Istana Phoenix.
"Sialan! Bukan hanya berani
melukaiku, tapi juga berani membuat keributan di Istana Phoenix. Setelah aku
keluar dari rumah sakit, aku pasti akan membunuhnya dengan tanganku
sendiri!" ancam Wiryo dengan sangat marah. Kebenciannya terhadap Adriel
menjadi makin dalam.
Yang paling tenang justru yang paling
berbahaya.
Musuh yang paling berbahaya bukanlah
yang menggonggong seperti anjing gila, melainkan yang seperti ular berbisa.
Mereka menyerang diam-diam dengan pukulan paling kejam dan mematikan di saat
yang paling kritis sehingga tidak terhindarkan.
Ketika tiba di luar kamar, Adriel dan
Vivian melihat perawat mendorong keluar Lidya dengan paksa dari kamar dan
membuang barang-barangnya ke lantai.
"Kau nggak punya uang untuk
bayar biaya rumah sakit, kenapa masih berani tinggal di sini? Cepat pergi,
jangan menghabiskan tempat tidur," marah perawat itu dengan galak.
Lidya yang lemah terjatuh ke lantai
akibat dorongan perawat itu.
"Ibu!" teriak Vivian dan
segera berlari menghampiri ibunya.
Sementara itu, Adriel mengernyitkan
alisnya, kemarahan terlihat dari tatapannya.
"Bibi Lidya, kamu nggak
apa-apa?" tanya Adriel sambil membantu mengangkat Lidya yang terjatuh.
"Pak Adriel? Kenapa kamu ada di
sini? Sudah lebih dari dua tahun nggak ada kabar darimu, " ujar Lidya
dengan sangat senang saat melihat Adriel.
"Aku dengar dari Vivian kalau
kamu sakit, jadi aku datang ke sini untuk menjengukmu, "balas Adriel.
"Aku nggak apa-apa, ini juga
sudah waktunya pulang," kata Lidya.
"Ini bukan pulang, Ibu
jelas-jelas diusir. Keterlaluan sekali," ujar Vivian dengan marah.
"Kenapa kamu mengusir
ibuku?" tanya Vivian kepada perawat dengan kesal.
"Tempat tidur di rumah sakit
kami sangat terbatas. Kalau kalian nggak bisa bayar biaya rumah sakit, maka
harus keluar," jawab perawat itu.
"Aku datang untuk membayar. Lagi
pula, biaya yang aku bayar sebelumnya seharusnya cukup sampai hari ini,"
kata Vivian.
"Kamu terlambat! Pembayaran
harus dilakukan sebelum jam sepuluh pagi," balas perawat itu.
"Siapa yang menetapkan harus
sebelum jam sepuluh pagi? Tunjukkan peraturannya padaku," lawan Vivian.
"Apa yang mau dilihat? Cepat
kemasi barang -barangmu dan pergi," ujar perawat itu dengan tidak sabar.
"Aku akan bayar sekarang,
puas?" balas Vivian sambil berusaha menahan amarahnya.
"Nggak bisa! Tempat tidur ini
sudah kami alokasikan untuk pasien lain, sekarang tidak ada tempat tidur
lainnya," jawab perawat itu.
Note: Tersedia Versi Teks Bab 101 - Bab 400
Donasi untuk novel ini 25K untuk bab tersebut.
Yang berminat hub wa 089653864821, donasi ke DANA nomor tersebut
mantap, lanjut min, terimakasih
ReplyDelete