Bab 132
Banyak keluarga pasien keluar dari
kamar inap untuk melihat setelah mendengar keributan. Mereka semua memuji
kemampuan Niel yang tidak seberapa.
"Keterampilan medis Dokter Niel
sudah dikenal. Memangnya kamu siapa berani mempertanyakan keterampilan medis
Dokter Niel?"
"Anak kecil tanpa pengalaman,
ucapan nggak dijaga."
"Jangan pedulikan mereka, mereka
hanya membuat onar di rumah sakit dan sengaja mencari masalah."
Semua orang memuji kehebatan Niel
sambil menyalahkan Adriel dan yang lainnya.
Bagaimanapun juga, keluarga mereka
adalah pasien Niel. Ketika mereka sakit atau dirawat di rumah sakit, mereka
harus memberikan hadiah untuk menyenangkan dia. Tidak ada yang berani menghina
dia.
Niel pun berkata dengan bangga,
"Kamu dengar, 'kan? Kalau kamu berani nggak menghormatiku, seluruh
pasienku bahkan bisa membuatmu tamat."
"Pak Niel, kenapa kita harus
membuang- buang waktu dengan orang-orang yang sengaja mencari masalah ini?
Lebih baik langsung laporkan saja ke polisi."
"Jangan pernah membiarkan orang
seperti ini. Dia nggak punya uang untuk dirawat di rumah sakit, tetapi masih
kukuh nggak mau pergi. Apa kamu mengira rumah sakit adalah panti sosial?
Benar-benar nggak tahu malu."
"Cepat pergi! Aku belum pernah
melihat orang yang begitu nggak tahu malu seperti kalian."
Dihadapkan dengan celaan dan hinaan
dari orang banyak, Lidya dan Vivian tentu saja tidak bisa membela diri. Mereka
hanya bisa merasa kesal dan tidak bisa berkata apa-apa.
Adriel mengernyitkan alisnya. Dia
sangat tidak suka dengan keluarga yang hanya tahu memuji dan mengikuti
keputusan bodoh tanpa alasan yang jelas.
"Diam semua!"
Dengan suara yang tegas, Adriel
menggunakan energi di pusat energinya. Suaranya seperti lonceng besar yang
menggema, membawa sedikit kekuatan seorang mahaguru. Dalam sekejap, suaranya
langsung menekan suara semua orang.
Banyak orang bahkan merasa sakit
telinga dan secara refleks menutup telinga.
"Kamu mau beradu suara siapa
lebih besar? Rumah sakit bukan tempat di mana kamu bisa bertindak semaunya
hanya karena suaramu lebih besar. Perawat Diana, panggil polisi!" perintah
Niel dengan emosi sambil mengusap telinganya.
Perawat tersebut segera mengeluarkan
ponselnya.
Pada saat ini, Andrian akhirnya tiba
dan berlari mendekat di sepanjang jalan.
"Dokter Andrian datang."
Perawat yang cekatan pertama kali
melihat Andrian dan segera menghampirinya.
"Apa dia benar-benar datang
karena panggilan tadi?" tanya perawat itu dengan kebingungan.
"Nggak mungkin! Ini hanya
kebetulan, mungkin dia datang untuk mengajakku menghadiri pertemuan."
Niel tahu bahwa Rumah Sakit Utama
telah menerima seorang pasien dengan kondisi penyakit mencemaskan. Dia juga
bersiap menghadiri pertemuan setelah mengatur masalah rawat inap.
"Dokter Andrian, kenapa kamu
datang sendiri? Aku akan segera mengikuti pertemuan," ucap Niel sambil
berinisiatif menghampiri Andrian.
Namun, Andrian sama sekali tidak
memedulikannya. Dia langsung mengangkat tangan untuk menggeser Niel dan
berjalan ke arah Adriel.
"Pak Adriel, apa yang terjadi?
Aku baru ingin meneleponmu untuk meminta bantuan," ucap Andrian dengan
napas tersengal- sengal.
"Mungkin lebih baik jika kamu
bertanya sendiri, apa sebenarnya yang terjadi?" jawab Adriel yang tampak
malas banyak bicara.
Saat melihat wajah Adriel yang
dingin, Andrian sontak mengerti bahwa pasti ada sesuatu yang besar terjadi
sehingga membuat Adriel emosi.
"Apa yang terjadi?"
Andrian tidak bertanya kepada Niel,
tetapi dia dengan serius mempertanyakan perawat di samping.
Perawat ini juga bukan orang bodoh.
Melihat sikap Andrian terhadap Adriel, dia tahu bahwa hari ini dia telah
membuat masalah.
"Aku..."
Perawat tersebut tampak tergagap
-gagap dan terus melirik ke arah Niel yang berada di samping,
"Nggak ada masalah, Dokter
Andrian. Tadi hanya ada sedikit kesalahpahaman. Jangan khawatir, aku akan
menanganinya dengan baik."
No comments: