Bab 135
Namun, keluarga pasien sengaja
membuat keributan. Jika tidak mendapatkan pengobatan dari Adriel, mereka tidak
akan berhenti begitu saja. Keributan di koridor rumah sakit masih berlangsung.
Ini akan sulit diselesaikan dalam
waktu singkat.
"Kak Adriel, bagaimana jika kamu
membantu Andrian si kepala rumah sakit? Kalau nggak, masalah ini akan sulit
diselesaikan," ujar Vivian karena melihat Andrian yang kesulitan
menghadapi keluarga pasien yang sengaja membuat keributan.
Adriel diam sebentar lalu berkata,
"Cukup! Semuanya diam."
Seketika para keluarga pasien mulai
menjadi tenang.
"Keributan yang kalian buat ini
nggak berguna sama sekali. Aku pribadi sangat benci kelakuan seperti ini. Aku
nggak ingin menolong siapa pun. Meskipun kalian membuat keributan hingga langit
pecah, itu juga nggak ada hubungan denganku. Nggak ada seorang pun yang bisa
memerintah aku untuk melakukan sesuatu," ujar Adriel.
Saat ini, seorang keluarga pasien
berkata, " Dokter Adriel, kami nggak mau buat keributan seperti ini, tapi
kami terpaksa karena kondisi ayah kami sangat parah. Kami lakukan semua ini
hanya karena terlalu mengkhawatirkannya."
"Kamu memiliki keterampilan
medis yang sangat luar biasa, tolong bantu kami. Sebelumnya kami membantu Pak
Niel untuk meneror kamu, itu karena kami terpaksa. Kami salah dan kami minta
maaf padamu sekarang," ujar salah satu keluarga pasien.
Di antara para keluarga pasien ini,
terdapat beberapa orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Mereka
tahu harus bersikap baik kepada siapa dan segera meminta maaf kepada Adriel.
Seseorang memulainya dan kini
keluarga pasien lainnya juga meniru dan meminta maaf pada Adriel.
Adriel mengusap keningnya. Dia sangat
tidak suka menghadapi hal seperti ini.
"Aku nggak ada waktu untuk
mengobati kalian satu per satu. Tapi kalian bisa minta Andrian si kepala rumah
sakit untuk mengumpulkan dokumen kesehatan kalian dan mengirimkannya ke
rumahku. Aku akan memberi resep dan rencana pengobatan setelah melihat dokumen
kesehatan kalian," ujar Adriel.
"Untuk kondisi yang nggak parah,
aku bisa menyembuhkannya. Kalau kondisinya parah, seenggaknya aku bisa
meredakan dan mencegahnya memburuk," lanjut Adriel.
Ini adalah batas maksimum yang dapat
dilakukan oleh Adriel.
"Dokter Adriel akan membantu.
Ini adalah kesempatan yang sangat langka. Kenapa kalian semua nggak berterima
kasih kepadanya?" ujar Andrian.
Andrian juga sangat berterima kasih
kepada Adriel. Jika Adriel tidak ikut campur, masalah ini akan sulit diselesaikan
hari ini.
"Terima kasih, Dokter
Adriel."
"Terima kasih banyak, Dokter
Adriel."
Semua orang merasa puas. Ucapan
terima kasih kepada Adriel juga tulus dari dalam hati mereka.
"Baiklah. Sekarang kembalilah ke
kamar inap masing-masing," ujar Andrian.
Setelah semua pasien kembali ke kamar
mereka masing-masing, sekali lagi Andrian mengucapkan terima kasih kepada
Adriel sambil mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Nggak perlu berterima kasih
padaku. Jika bukan karena adikku memintaku untuk membantu kamu, aku nggak akan
ikut campur dalam masalah seperti ini. Aku terpaksa melakukannya," ujar
Adriel sambil melambaikan tangannya.
Andrian segera berterima kasih kepada
Vivian. Sementara Vivian merasa terkejut dan senang.
"Pak Adriel, ada satu pasien
lagi..."
"Cukup! Aku nggak mau
tahu," jawab Adriel.
Adriel tidak memberikan kesempatan
lebih untuk Andrian. Dia langsung pergi bersama Lydia dan Vivian.
Andrian tidak punya pilihan lain. Dia
hanya bisa kembali dan melanjutkan rapat untuk membahas dan menemukan rencana
pengobatan.
"Kak Adriel, sudah dua tahun
kita nggak bertemu, kenapa kamu jadi makin hebat? Nggak hanya pandai berkelahi,
kamu juga punya keahlian medis yang sangat dihormati oleh semua dokter dari
Rumah Sakit Utama. Mereka bahkan menyebutmu sebagai dokter sakti. Apa kamu
sungguh memiliki keahlian medis yang begitu hebat?" tanya Vivian.
Vivian memikirkannya dari semalam.
Adriel yang dulunya sangat dia kenal, kini menjadi buram seperti kabut yang
tidak bisa dilihat dengan jelas dan penuh dengan misteri.
Lelaki itu membuatnya penasaran.
"Apa kamu pikir aku sedang
bercanda?" tanya Adriel sambil tertawa.
"Nggak. Aku hanya penasaran
saja," jawab Vivian sambil mengeluarkan lidahnya.
No comments: