Bab 143
"Ternyata begitu. Kamu bukan
seorang dokter, apa kamu nggak merasa urusan seperti ini terlalu
menyusahkanmu?" tanya Adriel
Yunna pun menjawab, "Keluarga
selalu berada di atas untuk memberikan perintah, mana mereka peduli apa orang
di bawahnya kesulitan atau nggak. Selain itu, Yudha juga mengadukan aku ke keluarga
setelah dia kembali. Dia punya pendukung di keluarga, jadi mereka juga memberi
tekanan padaku sebagai hukuman."
Yunna yang tampak gemilang adalah
seorang tokoh papan atas di Kota Silas.
Namun, di hadapan seluruh keluarga
Millano, dia hanyalah salah satu petugas dari cabang keluarga. Banyak
ketidakberdayaan yang dia rasakan.
"Orang tua itu masih berani
mengadu. Tampaknya pukulan itu masih terlalu ringan untuknya. Aku nggak
memberinya pelajaran yang cukup," ujar Yunna.
Ekspresinya tampak menyedihkan saat
dia melanjutkan, "Untungnya, aku bisa mengenal dokter sakti sepertimu.
Jadi aku hanya bisa datang meminta bantuanmu."
"Banyak sekali dokter terkenal
di Nambia. Keluarga Yudos dari Sahjaya bahkan punya koneksi yang sangat luas.
Dokter seperti apa yang nggak bisa mereka temukan ? Nggak perlu aku yang turun
tangan secara langsung, 'kan?" ujar Adriel dengan rendah hati.
Adriel merasa enggan di dalam
hatinya. Saat ini, dia belum ingin menonjolkan diri sepenuhnya, terutama di
hadapan keluarga besar atau kekuatan besar seperti mereka. Dia tidak ingin
menarik perhatian atau terlibat dalam masalah mereka.
"Kemampuan para dokter terkenal
di Nambia mungkin hanya sepersepuluh dari keahlianmu! Keluarga memang sudah
memanggil seorang dokter terkenal dari Nambia, tapi aku nggak terlalu
yakin," kata Yunna yang segera mengambil kesempatan untuk memuji Adriel.
Adriel tersenyum simpul, lalu
berujar, " Kalau begitu, kita tunggu saja diagnosis dari dokter terkenal
Nambia itu. Kamu datang di waktu yang tepat, aku juga ingin meminta bantuan
kecil darimu."
Yunna merasa lega melihat Adriel yang
tidak sepenuhnya menolak, dia pun menjawab, " Pak Adriel, katakan
saja."
"Aku punya seorang teman baik
yang punya perusahaan kecil yang bergerak di bidang industri desain. Apa di
tempatmu ada bisnis yang sesuai? Nggak mudah bagi anak muda untuk memulai
usahanya sendiri, jadi seharusnya dia diberikan lebih banyak kesempatan,"
jelas Adriel.
"Nggak masalah! Berikan saja
kontaknya padaku, aku akan mengaturnya," kata Yunna yang langsung
menyetujuinya tanpa ragu.
"Oh, ya, ada satu hal lagi yang
mungkin akan menarik minatmu," kata Yunna.
"Apa itu?" tanya Adriel.
Yunna segera menjelaskan, "Aku
membatalkan kerjasama dengan Grup Bintang. Tentu saja berita ini sudah tersebar
ke beberapa perusahaan lainnya. Mereka mengikuti arus, jadi mereka ikut
menghentikan kerjasama dengan Grup Bintang. Saat ini, Ana sedang menghadapi
masalah besar."
"Mungkin Grup Bintang akan
bangkrut di tangannya," lanjut Yunna.
"Grup Bintang adalah warisan yang
ditinggalkan oleh orang tuaku," kata Adriel.
Ekspresi di wajah Yunna langsung
berubah. Dia segera bertanya, "Apa aku harus memberi salam padanya? Apa
aku harus membantu Ana?"
"Nggak perlu, aku nggak tertarik
untuk berbisnis atau mendirikan perusahaan. Biarkan saja Ana merasakan
kekhawatirannya sendiri dulu," jawab Adriel sambil melambaikan tangannya.
Di luar vila, tiga mobil tiba pada
saat itu.
Orang yang turun dari mobil pertama
adalah Diro dan ayahnya, Dimas Wirawan.
Dari mobil kedua turun dua orang,
Wakil Ketua Persatuan Dagang Marlion, Alan Juwono, bersama dengan putranya,
Brodi.
Namun, Brodi yang datang kali ini
tidak seperti Brodi yang biasanya tampan dan gagah. Dia mengenakan masker yang
menutupi wajahnya. Semalam, dia memukuli wajahnya sendiri sampai bengkak.
Hingga saat ini, bengkak di wajahnya masih belum sembuh.
Brodi yang merasa sangat malu sudah
tidak sabar menunggu Wiryo untuk melawan Adriel. Dia ingin maju sendiri untuk
membalaskan dendamnya.
Satu orang yang keluar dari mobil
ketiga adalah seorang penguasa tingkat delapan yang sudah dibayar mahal oleh
Alan.
"Pak Alan, Pak Brodi, ini adalah
Mansion Nevada Vila 18. Sebelumnya, ini adalah rumah Adriel," jelas Diro.
Diro juga membenci Adriel, tetapi dia
tidak memiliki kemampuan untuk membalaskan dendam. Dia hanya bisa mengikuti
Brodi untuk menjadi pemandunya.
"Bagus sekali! Aku mau lihat
apakah anak sialan yang bernama Adriel ini benar-benar berani atau nggak!"
kata Alan dengan penuh amarah.
Setelah mengetahui pengalaman putranya
semalam, dia merasa sangat marah.
Ini bukan hanya menghina anaknya,
tetapi juga menghina dirinya.
Sebagai figur penting di Kota Silas,
bagaimana bisa dia menerima penghinaan ini!
No comments: