Membakar Langit ~ Bab 144

 

Bab 144

 

Dimas berujar, "Bocah sialan ini berani sekali. Hanya karena dia memiliki sedikit keterampilan bela diri, dia berani bersikap begitu sombong. Pak Alan bisa mengundang Pak Toni ke sini, jadi dia pasti akan dibuat berlutut memohon ampun."

 

Dimas dan putranya hanya datang untuk menonton keributan, serta menjilat orang lain.

 

"Berlutut memohon ampun saja nggak cukup! Aku mau membuat hidupnya lebih menderita daripada mati!"

 

Tubuh Brodi gemetaran saat mengatakan itu. Wajah di balik masker itu menunjukkan ekspresi penuh kebencian karena amarah yang mendalam.

 

"Benar! Kita nggak bisa melepasnya begitu saja. Kita harus membuat hidupnya lebih menderita dari kematian, merendahkannya sampai batas paling bawah," teriak Diro mengikuti.

 

Dimas dan putranya segera menawarkan diri untuk mengetuk pintu dengan berani.

 

Di dalam rumah, Gantra dan yang lainnya mendengar suara gedoran yang keras di pintu.

 

"Vivian, sepertinya ada tamu lagi. Tolong bukakan pintunya," seru Gantra.

 

Vivian juga mendengar keributan besar ini. Ini jelas bukan hanya sekedar mengetuk pintu, melainkan ingin mendobrak pintu. Mana mungkin ada tamu yang bersikap seburuk ini?

 

"Jangan-jangan Wiryo membawa orang untuk membalas dendam?" gumam Vivian.

 

Vivian tidak berani langsung membuka pintu.

 

Adriel dan Yunna yang berada di lantai atas juga mendengar keributan itu. Mereka berjalan ke balkon.

 

"Apakah orang-orang Doni yang datang?" tanya Yunna.

 

Ekspresi di wajah Yunna berubah seketika.

 

Adriel segera menanggapi, "Orang yang dikirim oleh Doni nggak perlu mendobrak pintu, 'kan? Entah siapa kucing dan anjing ini, mereka nggak tahu arti kata kematian. Aku akan turun untuk melihatnya."

 

Yunna mengangguk. Selama itu bukan orang yang dikirim Doni, dia tidak akan merasa khawatir sama sekali.

 

Vivian yang didesak oleh Gantra untuk membuka pintu juga merasa ketakutan. Tepat pada saat itu, Adriel turun.

 

"Vivian, jangan ke sana."

 

Setelah Adriel mengatakan ini, dia berjalan menuju pintu utama.

 

Di luar, Toni melihat bahwa Dimas dan putranya sudah menggedor pintu selama beberapa saat, tetapi tak ada tanggapan. Dia langsung berjalan mendekat. Dia mengangkat tangannya, lalu membuka pintu besi hanya dengan sekali tepukan.

 

Pada saat ini, Adriel kebetulan sedang berjalan dari dalam rumah menuju taman.

 

"Itu dia!"

 

Brodi dan Diro secara serempak berseru sambil menunjuk ke arah Adriel.

 

Seperti kata pepatah, saat musuh bertemu, mata penuh dengan amarah.

 

Mata mereka berdua langsung dipenuhi kebencian, seakan-akan ingin langsung menerkam Adriel, lalu mengoyaknya hidup- hidup.

 

"Sepertinya pelajaran yang aku berikan semalam belum cukup mendalam. Kalian berdua masih berani datang ke rumahku," kata Adriel dengan tenang sambil menyilangkan tangannya di belakang.

 

"Adriel! Hari ini kamu pasti akan mati. Dendam semalam akan aku balaskan hari ini!

 

"teriak Diro dengan tidak sabaran.

 

"Baiklah! Kemarilah, aku akan memberimu kesempatan untuk balas dendam," ujar Adriel.

 

Perkataan Adriel ini langsung membuat Diro mundur sedikit. Dia tidak cukup berani untuk menantang Adriel sendirian.

 

"Adriel, jangan terlalu sombong! Semalam aku sudah bilang kalau menyinggungku akan membawa konsekuensi yang nggak bisa kamu tanggung," geram Brodi.

 

Brodi melepas maskernya, wajahnya tampak penuh dengan kebencian dan amarah.

 

Alan menimpali, "Di Kota Silas, nggak banyak orang yang berani menyinggung keluarga Alan Juwono. Sudah lama aku nggak melihat anak muda yang begitu sombong dan nggak tahu diri sepertimu."

 

"Ada harga mahal yang harus dibayar atas sebuah kesombongan," lanjut Alan.

 

"Pak Alan, aku nggak punya dendam pribadi denganmu, aku malas berurusan denganmu. Demi nama baik keluarga Millano, aku akan memberimu kesempatan untuk menyelamatkan diri. Pukul mulut busuk anakmu sendiri sampai hancur, lalu aku akan membiarkanmu pergi dengan selamat. Kalau nggak, jabatanmu sebagai Wakil Ketua di Persatuan Dagang Marlion akan berakhir di sini," kata Adriel dengan nada datar.

 

Dari atas, Yunna yang mendengar suara Alan berjalan ke balkon, lalu memandang ke bawah.

 

Dia tidak mengatakan apa-apa.

 

Adriel sudah memberikan kehormatan pada keluarga Millano. Jika Alan masih tidak tahu diri, itu berarti dia mencari masalah sendiri. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 144 Membakar Langit ~ Bab 144 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 07, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.