Membakar Langit ~ Bab 147

 

Bab 147

 

Dimas buru-buru bersembunyi di belakang Alan.

 

Penguasa tingkat delapan, murid seorang mahaguru, mati begitu saja. Dimas tahu bahwa nyawanya sendiri tidak ada artinya.

 

Tidak ada jaminan apakah dia bisa keluar dari sini hidup-hidup hari ini.

 

Saat ini, Alan memang terlihat tenang, tetapi hatinya juga diliputi ketakutan.

 

Meskipun Persatuan Dagang Marlion besar, belum tentu lebih kuat daripada Geng Langit yang dipimpin seorang mahaguru.

 

"Ayah... Bagaimana ini... Apakah dia juga akan membunuh kita?" tanya Brodi.

 

Brodi yang semula bertekad untuk balas dendam, kini sangat ketakutan melihat Adriel. Dia seperti melihat dewa kematian. Rasa takutnya muncul begitu saja.

 

"Kamu ... Kamu mau apa?" tanya Alan dengan nada gugup.

 

Adriel tersenyum simpul, tetapi senyumannya membuat keempat orang itu merasa sangat ketakutan.

 

Sebelum Adriel sempat menjawab, Diro yang cepat tanggap langsung berlutut di depan Adriel. Kepalanya menghantam lantai tiga kali dengan keras.

 

Diro berteriak, "Adriel, aku salah, aku nggak seharusnya melawanmu, apa lagi datang untuk membalas dendam. Aku mohon, karena kita adalah teman lama, ampuni aku. Aku nggak mau mati!"

 

Dia melanjutkan, "Selama kamu nggak membunuhku, nyawaku adalah milikmu. Aku akan melayanimu kapan pun, tanpa ragu! Apa pun yang kamu perintahkan, aku akan melakukannya. Meski kamu menyuruhku makan kotoran, aku nggak akan ragu sedikit pun."

 

Aksi Diro ini dilakukan dengan begitu lancar tanpa hambatan hingga membuat yang lainnya terperangah.

 

'Sial! Bocah ini punya kesadaran yang tinggi sekali!' batin Dimas.

 

Sebagai ayahnya, Dimas memberikan pujian dalam hati untuk kecerdasan anaknya. Kemudian, dia segera mengikuti jejak anaknya.

 

Dia juga berlutut dan menghantamkan kepalanya ke lantai. Dia mengakui kesalahannya, lalu memohon pengampunan.

 

"Aku dan ayahmu bisa dianggap sebagai teman, kami pernah makan dan bermain bersama. Demi ayahmu, tolong ampuni aku, "kata Dimas dengan memelas.

 

Demi menyelamatkan nyawa, pasangan ayah dan anak keluarga Wirawan ini tidak peduli lagi dengan harga diri dan martabat mereka. Aksi mereka yang sangat lancar ini membuat yang lain tertegun, bahkan Adriel juga sedikit terkejut.

 

Melihat ini, Brodi juga diam-diam menarik ayahnya, Alan, memberi isyarat untuk mengikuti contoh mereka.

 

Adriel tertawa.

 

"Diro, oh, Diro, hari ini kamu benar-benar membuka mataku. Apa lututmu nggak sakit saat kamu berlutut sambil meluncur beberapa meter seperti itu?" tanya Adriel sambil tersenyum.

 

Diro menjawab dengan keras, "Nggak sakit! Asalkan kamu senang, aku akan melakukannya lagi!"

 

Setelah itu, Diro bangkit berdiri dari tanah, tetapi jelas terlihat bahwa gerakannya tidak luwes. Lututnya sudah terluka parah setelah meluncur sebelumnya.

 

Adriel tidak menghentikannya. Diro benar- benar mundur beberapa langkah, lalu kembali meluncur sambil berlutut.

 

Namun, kali ini jaraknya lebih pendek. Ada pula bercak darah di tanah.

 

Diro tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Meskipun dahinya terluka, serta darah mengalir, dia tidak berani mengusapnya.

 

Demi bertahan hidup, Diro benar-benar bisa melakukan apa saja.

 

Dimas yang melihat ini hanya bisa mengutuk Diro di dalam hatinya, 'Anak bodoh! Kenapa harus pamer seperti itu? Lututmu sudah terluka sekali, mana bisa melakukannya lagi?"

 

"Apakah aku harus melakukannya lagi?" tanya Diro dengan bibir bergetar.

 

"Cukup, jangan rusak lantai rumahku. Kalian berdua boleh pergi," kata Adriel.

 

Ucapan Adriel ini membuat hati ayah dan anak itu merasa lega, seperti ada beban besar yang terangkat dari hati mereka.

 

"Terima kasih! Terima kasih atas kemurahan hatimu!"

 

Diro kembali bersujud sambil mengutarakan terima kasihnya. Seluruh bagian tubuhnya tampak menyentuh lantai. Dimas yang ada di sampingnya mulai merasa sedikit bangga pada anaknya. Dalam hal merendahkan diri, dia sebagai ayahnya benar-benar tidak bisa menandingi anaknya!

 

Adriel memperingatkan, "Ingat, kesalahan ini nggak boleh diulang untuk yang ketiga kalinya lagi. Kalau kalian jatuh ke tanganku lagi, dewa pun nggak akan bisa menyelamatkan kalian. Pergi kalian!"

 

Adriel sebenarnya tidak berniat membunuh pasangan ayah dan anak ini. Mereka sudah memberikan pertunjukan yang cukup. Adriel juga tidak ingin memperpanjang masalah ini lagi.

 

Dia percaya bahwa setelah kejadian ini, pasangan ayah dan anak ini tidak akan berani mencari masalah lagi.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 147 Membakar Langit ~ Bab 147 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 07, 2024 Rating: 5

Post Comments

No comments:

Powered by Blogger.