Bab 151
Alfian tersenyum lebar.
"Siapa yang mengizinkan kalian
masuk?" tanya Adriel dengan tenang.
Alfian menjawab dengan senyum penuh
paksaan di wajahnya, "Kami datang untuk mengembalikan uang..."
"Keluar! Tunggu di depan!"
bentak Adriel.
Tatapan Adriel membuat bulu kuduk
Alfian meremang. Dia hanya bisa pergi membawa Citra keluar, lalu menunggu di
taman.
"Apa-apaan ini? Berani sekali
dia mengusir kita keluar. Dia pikir dia siapa?" gumam Citra dengan suara
rendah penuh ketidaksenangan.
"Iya! Benar-benar keterlaluan,
dia sudah merendahkan orang lain," timpal Alfian.
Alfian juga merasa sangat marah.
Diusir keluar rumah sama saja dengan mempermalukan mereka.
Meski keduanya mengeluh dengan suara
pelan, Adriel yang sedang makan di dalam rumah bisa mendengarnya dengan jelas.
Setelah selesai makan, Adriel berkata
pada Vivian, "Panggil mereka masuk."
Setelah Alfian dan Citra masuk,
mereka langsung menyerahkan kartu ATM.
"Kakak, Kakak Ipar, di dalam
kartu ATM ini ada enam miliar, semuanya akan kami kembalikan pada kalian.
Sebelumnya, bukannya aku nggak mau mengembalikan, tapi memang dananya sedang
nggak cukup. Kalian juga tahu sendiri kalau pabrik kami sedang memperluas
produksi, jadi perlu membeli banyak peralatan," jelas Alfian sambil
menahan rasa sakit di hatinya.
Melihat uang tersebut bisa kembali,
Gantra dan Lidya tampak senang
Dengan uang enam miliar ini, mereka
tidak perlu lagi hidup serba kekurangan.
Saat Gantra hendak mengambil kartu
ATM Itu, Adriel berkata, "Uangnya nggak cukup."
"Apa maksudmu nggak cukup? Di
dalam kartu ATM itu ada uang enam miliar. Kalau nggak percaya, kalian bisa
memeriksanya di bank. Nggak kurang satu rupiah pun," kata Alfian.
"Enam miliar adalah pokoknya.
Dengan pinjaman selama dua tahun, bunga paling sedikit adalah satu miliar. Jadi
totalnya, ditambah dengan bunga, harusnya tujuh miliar," balas Adriel
dengan nada dingin
Mendengar bahwa mereka harus membayar
tambahan 1 miliar untuk bunga, Alfian merasa makin sakit hati.
Uang enam miliar itu juga sudah
termasuk empat miliar yang dia pinjam dari bank. Dia tidak memiliki cukup uang
untuk memenuhi jumlah itu.
"Dulu ketika kakakku meminjamkan
uang, dia nggak mengatakan apa-apa tentang bunga," kata Alfian.
"Benar! Dulu nggak ada
pembicaraan tentang bunga. Pak Adriel, bagaimanapun juga ini adalah urusan
keluarga kami, kamu nggak perlu terlalu ikut campur, 'kan?" timpal Citra
dengan nada sinis.
"Pak Adriel, bagaimana kalau
kita nggak usah mempermasalahkan ini lagi? Kami sudah cukup senang bisa
mendapatkan pokok pinjaman kembali," kata Lidya.
Gantra langsung menyela, "Lidya,
jangan bicara lagi. Kita ikuti saja apa kata Pak Adriel.
Gantra sudah benar-benar melihat
wajah asli Alfian dan istrinya. Dia tidak merasa perlu bersikap sopan lagi pada
mereka. Bunga yang seharusnya dibayar tetap harus dibayar
"Tujuh miliar, nggak boleh
kurang satu rupiah pun. Mau memberikannya atau nggak, katakan saja dengan
jelas. Kalau nggak mau, kalian bisa pergi sekarang Aku nggak akan menahan
kalian," ujar Adriel
Terhadap penunggak tanpa rasa malu seperti
ini, Adriel tidak akan memberi sedikit pun belas kasihan.
Saat Alfian melihat betapa kerasnya
sikap Adriel, dia merasa ragu sejenak
Citra langsung membalas, "Kalian
sendiri yang nggak mau, yal Kalau begitu, kami nggak perlu mengembalikan enam
miliar itu. Adriel, aku mau lihat apa yang bisa kamu lakukan pada kami."
Citra sejak awal sudah merasa sangat
keberatan untuk membayar kembali uang ini. Sekarang, dia tidak tahan lagi saat
harus membayar tambahan bunga satu miliar. Dia memutuskan untuk mengambil
kembali kartu ATM, lalu melangkah pergi.
Citra melanjutkan, "Jangan kira
hanya karena kamu sekarang memiliki sedikit pengaruh, kami akan takut padamu.
Aku mau lihat seberapa besar kemampuanmu."
"Dalam waktu sepuluh menit, aku
akan membuat kalian memohon untuk mengembalikan uangnya," balas Adriel.
"Apa kamu nggak takut lidahmu
tergigit saat bicara sesombong itu? Kamu pikir kami takut padamu ? Kamu harus
tahu, di dunia sekarang ini, yang berutang adalah rajanya!
"kata Alfian dengan sinis.
"Kenapa kami harus mengembalikan
uang yang dipinjam dengan kemampuan kami sendiri? Kalau aku kembali untuk
mengembalikan uang ini, namaku bukan Citra!"
Citra hanya menganggap Adriel sedang
membual untuk menakut-nakuti mereka. Dia mengabaikannya!
No comments: