Bab 152
"Kalau begitu, kalian bisa
pergi," kata Adriel sambil menunjuk ke arah pintu.
"Kami akan pergi! Kalau aku
menginjakkan kaki di sini lagi, seluruh keluargaku akan mati!" teriak
Citra sambil menarik Alfian pergi.
"Ini..."
Melihat situasi ini, Lidya merasa
agak enggan melepaskan uang enam miliar itu.
Adriel menenangkan, "Bibi Lidya,
jangan khawatir, percayalah padaku. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit,
mereka akan kembali sendiri dan memohon untuk mengembalikan uang kalian."
Setelah mengatakan ini, Adriel mengeluarkan
ponsel untuk menelepon Yunna.
Pengusaha kecil seperti Alfian sangat
mudah dikendalikan. Yunna bisa membuatnya tidak bisa bertahan di Kota Silas dan
bangkrut hanya dengan satu lambaian tangan saja.
Benar saja, tidak lama setelah Alfian
dan Citra pergi, mereka kembali lagi dengan tergesa-gesa.
"Kakak, Kakak Ipar, aku sudah
mentransfer tambahan satu miliar ke dalam ATM ini. Totalnya tujuh miliar,
termasuk pokok dan bunganya Tolong terimalah," kata Alfian.
Sebelumnya, mereka bahkan bersumpah
dengan seluruh nyawa keluarga mereka.
"Paman, Bibi! Bukannya tadi
kalian bilang kalau kalian menginjakkan kaki di sini lagi, seluruh keluarga
kalian akan mati? Sekarang kalian kembali, apa kalian nggak peduli dengan nyawa
seluruh keluarga kalian?" tanya Vivian dengan nada penuh olokan.
"Vivian, tadi itu kesalahan
kami. Bukankah kita ini satu keluarga? Nggak perlu mempermasalahkan hal kecil
seperti ini. Kali ini kami benar-benar ingin mengembalikan uangnya. Semuanya
tujuh miliar, nggak kurang satu rupiah pun," kata Alfian dengan senyum
terpaksa.
Setelah mereka pergi, Alfian menerima
telepon yang memberitahukan bahwa Persatuan Dagang Marlion akan memberi sanksi
kepada mereka.
Pabrik makanan milik Alfian bekerja
sama dengan perusahaan terbesar yang dimiliki oleh Persatuan Dagang Marlion.
Mereka langsung menyatakan tidak akan membeli produk apa pun lagi di masa
depan.
Alfian sudah mengeluarkan semua
uangnya, bahkan meminjam sejumlah besar uang dari bank untuk membeli peralatan
baru, lalu memperluas kapasitas produksi. Jika dia dikenakan sanksi oleh
Persatuan Dagang Marlion, itu akan membuatnya bangkrut dan tidak punya jalan
keluar.
Citra awalnya merasa bingung. Dia
tidak mengerti mengapa Persatuan Dagang Marlion yang begitu besar tiba-tiba
memberi sanksi pada pabrik makanan kecil mereka.
Namun, Alfian segera tersadar. Dia
menarik Citra untuk kembali.
"Kamu masih mau bicara soal
keluarga? Dasar nggak tahu malu!" bentak Vivian.
Vivian yang sudah lama menahan rasa
kesalnya akhirnya tidak bisa menahan diri lagi melihat betapa tak tahu malunya
keluarga pamannya ini.
Vivian bertanya, "Saat kalian
menipu kami, apakah kalian nggak ingat kalau kita ini keluarga? Saat orang
tuaku butuh uang untuk berobat demi menyelamatkan nyawa mereka, kalian malah
menolak mengembalikan uang kami. Apakah kalian ingat kita ini keluarga?"
Dia melanjutkan, "Saat keluarga
kami terpaksa menjual rumah dan tinggal di pemukiman kumuh, sementara kalian
tinggal di vila mewah dan mengendarai mobil mahal, apakah kalian ingat kita ini
keluarga? Saat aku berlutut di depan pintu rumah kalian untuk memohon dengan
penuh kesedihan, kalian malah mengusirku. Apakah kalian ingat kita ini
keluarga?"
"Sekarang saat kami punya
dukungan dari Adriel, baru kalian bicara soal keluarga. Aku belum pernah
melihat orang yang begitu nggak berperasaan, nggak tahu berterima kasih dan
nggak tahu malu seperti kalian!" desak Vivian lagi.
Vivian melampiaskan amarah yang sudah
lama terpendam di hatinya. Dia merasa lega setelah akhirnya bisa
mengungkapkannya
"Vivian, maafkan kami. Kami
benar-benar sudah menyadari kesalahan kami kali ini."
Citra dengan cepat meminta maaf. Dia
terlihat sangat tulus, tetapi Adriel tahu bahwa orang seperti mereka tidak akan
pernah benar-benar tulus.
Vivian tanpa ragu mengambil kartu ATM
dari tangan Alfian.
Dia berujar, "Aku lebih percaya
pada sapi yang bisa memanjat pohon daripada memercayai kalian lagi. Mulai
sekarang, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kita akan jadi orang asing,
nggak perlu bertemu lagi."
Vivian sudah memutuskan untuk tidak akan
memiliki hubungan apa pun dengan keluarga pamannya.
Alfian sebenarnya tidak peduli jika
mereka tidak akan bertemu lagi, yang dia pedulikan hanyalah agar pabriknya bisa
terus berjalan. Jika tidak, dia pasti akan bangkrut.
"Pak Adriel, lihatlah, kami sudah
mengembalikan uangnya dan meminta maaf. Tolong maafkan kami, lepaskanlah
kami," kata Alfian mencoba menyenangkan hati Adriel dengan menunjukkan
sikap memelas.
Adriel membalas, "Nggak perlu
meminta maaf padaku. Orang yang kalian sakiti adalah keluarga Paman Gantra.
Kalian harus meminta maaf pada mereka,"
No comments: