Bab 155
Bagaimanapun juga, Adriel sekarang
sudah menyinggung banyak orang. Jika suatu hari nanti Adriel tidak di rumah dan
musuhnya datang untuk menyerang, Gantra dan Vivian yang akan celaka.
Keluarga Gantra adalah orang biasa.
Mereka punya kehidupan mereka sendiri dan tidak boleh terlibat dalam masalah
Adriel.
"Vivian, kamu cari apartemen
yang bagus, kalau bisa letaknya di pusat kota dan punya fasilitas lengkap dalam
segala aspek. Kalau uangmu nggak cukup, nanti aku bantu," kata Adriel pada
Vivian.
Mengingat hubungan baik Adriel dan
mereka di masa lalu, ini adalah bantuan terbesar yang bisa Adriel berikan
kepada Gantra dan Vivian.
"Pak Adriel sudah banyak
membantu kami, juga sudah membayar biaya pengobatan kami, nggak mungkin kami
membiarkan Pak Adriel menanggung biaya pembelian rumah kami juga," tolak
Gantra sambil menggelengkan kepala.
"Paman Gantra, nggak apa-apa,
Paman nggak perlu sungkan," kata Adriel sambil tersenyum.
Gantra bersikeras menyuruh Vivian
melihat- lihat apartemen yang biasa-biasa saja, dengan harga sekitar empat
miliar. Mereka tidak mau menerima uang dari Adriel lagi.
"Pak Adriel, aku tahu Pak Adriel
nggak kekurangan uang, beberapa miliar adalah uang kecil bagimu, tapi kami jadi
orang pun juga nggak boleh tamak, harus tahu batasan. Aku mengerti niat dan
kebaikan hati Pak Adriel," kata Gantra.
"Kak Adriel, ayahku benar, uang
ini sudah lebih dari cukup buat kami. Kami nggak bisa menerima uang lagi
darimu," ujar Vivian.
Mendengar hal tersebut, Adriel pun
tidak lagi memaksa dan memberikan kunci mobil kepada Vivian. Kemudian, Vivian
dan Lidya pun keluar untuk melihat-lihat apartemen.
Tidak lama kemudian, Andrian dari
Rumah Sakit Utama datang mengirimkan rekam medis pasien untuk ditinjau oleh
Adriel.
"Taruh di sini saja, besok kamu
ke sini lagi untuk mengambil resep obatnya."
Adriel sudah selesai bicara, tetapi
dia melihat Andrian tidak kunjung pergi.
"Ada apa lagi?" tanya
Adriel.
"Pak Adriel, ini masih soal
menyembuhkan penyakit. Kemarin malam Rumah Sakit Utama kedatangan satu pasien
lagi. Dia orang penting, tapi kondisi penyakitnya benar-benar aneh, jadi kami
nggak bisa membuat perencanaan pengobatan untuk pasien itu. Saat ini kondisinya
sulit dikontrol dan sudah ada tanda-tanda memburuk. Aku harap Pak Adriel bisa
memeriksanya," kata Andrian dengan hati-hati.
"Jelaskan gejalanya secara
detail."
Adriel pun penasaran, penyakit aneh
macam apa yang membuat Rumah Sakit Utama sampai angkat tangan?
Mendengar hal itu, Andrian merasa
kegirangan, dia langsung menjelaskannya kepada Adriel, "Pasien
terus-terusan demam. Ada bercak-bercak besar mirip herpes di badannya,
gejalanya tampak seperti penyakit menular yang parah. Bercak -bercak herpes itu
akan membuat pasien merasa gatal sampai nggak tertahankan. Setelah digaruk,
bercak itu mengeluarkan nanah dan darah, kemudian mengalami ulserasi."
"Kami telah mengambil berbagai
macam tindakan, tapi itu cuma bisa memperlambat laju penyebaran herpesnya,
penyebab penyakitnya masih belum ditemukan. Jadi, kami nggak tahu harus
melakukan perawatan macam apa," lanjut Andrian.
"Bagas sudah memeriksanya?"
tanya Adriel.
"Kemarin malam kami sudah
meminta Pak Bagas untuk memeriksa, tapi Pak Bagas juga nggak bisa mendiagnosis
penyakitnya secara spesifik," kata Andrian.
"Pulang nanti kamu buat rebusan
buah berangan, bunga randa tapak, daun buah biwa, dan keputat. Setelah itu,
usapkan air rebusannya ke seluruh tubuh pasien, itu bisa meredakan gejala dan
meringankan rasa sakit pasien," kata Adriel langsung ke intinya.
"Pak Adriel tahu ini penyakit
apa?"
Andrian merasa cukup kaget. Adriel
benar - benar seorang dokter sakti. Para pakar sudah mengadakan rapat dan
mempelajari penyakit itu seharian, tetapi tetap tidak bisa mendiagnosisnya,
sementara Adriel bisa langsung membuat keputusan setelah mendengarkan
penjelasan Andrian.
"Ini masih perkiraan, kondisi
spesifiknya masih perlu didiagnosis ulang dan diperiksa di tempat. Tapi aku
bisa jamin kalau resep obat yang kukatakan tadi benar-benar efektif, lakukan
saja sesuai perintahku," jawab Adriel.
"Bagaimana kalau Pak Adriel saja
yang pergi ke sana?" tanya Andrian dengan hati-hati.
"Aku nggak punya waktu luang
hari ini, besok lagi saja. Kamu jangan khawatir, untuk sementara waktu, pasien
itu nggak akan meninggal," jelas Adriel.
Andrian pun tidak berani bertanya
lebih lanjut, dia langsung pamit undur diri.
Setelah Andrian pergi, Adriel
mengernyitkan alisnya.
"Penyakit racun darah adalah
penyakit yang sangat langka. Kenapa anggota keluarga Juwana bisa terkena
penyakit itu?" gumam Adriel merasa sedikit kebingungan.
Andrian kembali ke rumah sakit dengan
terburu-buru. Dalam perjalanan, dia menelepon ke rumah sakit, lalu menyuruh
pihak rumah sakit menyiapkan air rebusan obat berdasarkan resep Adriel. Andrian
berkata bahwa obat itu bisa meredakan rasa sakit pasien.
Saat Andrian sampai di rumah sakit,
kebetulan Yunna, yang tampak menemani pria tua berbaju tradisional, juga sudah
tiba.
Di sebelah pria tua tersebut juga ada
seorang pemuda yang merupakan muridnya.
Pemuda itu adalah dokter terkenal
dari Nambia. Dia diundang secara langsung ke sini oleh keluarga Millano.
No comments: