Bab 168
Dalam hal berdebat tajam dan
menghina, Gantra yang selalu jujur dan lurus tidak mungkin menang melawan Sri
dan Fanny. Dia hanya bisa diam, menerima rasa malu, dan tidak mampu membalas.
"Kalian sudah selesai
bicara?" ujar Adriel sambil keluar dari rumah dengan wajah dingin.
Adriel tidak pernah memiliki rasa
simpati terhadap Sri dan Fanny. Dia hanya menghormati Cheky, ayah Fanny, jadi
dia tidak mau mempermasalahkan mereka dan memberikan mereka sedikit muka.
Namun, penghinaan mereka terhadap
Gantra membuat Adriel marah.
"Ini rumahku. Kalian nggak
diundang dan nggak punya hak untuk datang dan berlagak di sini, apalagi menghina
siapa pun di sini," kata Adriel dengan suara dingin.
"Rumahmu? Kamu mau membohongi
siapa? Dulu, ini memang rumahmu, tapi sekarang nggak ada hubungannya denganmu.
Kamu pikir hanya karena tinggal di sini sebagai gigolo, kamu jadi pemilik rumah
ini?" ejek Fanny sambil tertawa sinis.
"Dasar nggak tahu malu,"
tambah Sri.
"Cih..." dengus Adriel
dengan nada menghina.
"Aku beri kalian waktu satu
menit untuk menghilang dari pandanganku. Segera keluar, atau jangan salahkan
aku kalau aku bertindak kasar," ancam Adriel.
"Adriel, kamu mau menakuti
siapa? Jangan kira kamu bisa bertindak sombong hanya karena belajar sedikit
ilmu bela diri. Kami tahu betul siapa kamu sebenarnya. Jangan berpura-pura
hebat," kata Thomas dengan penuh amarah.
Begitu melihat Adriel, amarah Thomas
langsung membara. Dengan dukungan ahli tingkat delapan di luar pintu, rasa
percaya dirinya pun meluap.
"Tinggal setengah menit
lagi," kata Adriel dengan nada acuh tak acuh. Dia tidak tertarik berdebat
dengan Thomas.
"Bagus! Bagus sekali! Berani
sekali kamu mengancamku! Hari ini aku datang untuk membalas dendam. Ingat saat
kamu melemparku keluar dari bar? Kamu pikir aku akan melupakan itu?"
teriak Thomas dengan marah.
"Kamu mungkin bisa mengalahkan
ahli tingkat lima, tapi jangan kira aku nggak bisa menghadapimu. Hari ini, aku
akan menginjak kepalamu ke tanah, membuatmu berlutut memohon ampun, dan
menyesal karena telah berani melawan aku," lanjut Thomas dengan penuh
ancaman.
"Kak Thomas, jangan buang waktu
berbicara dengannya! Orang ini nggak akan menyerah sampai dia melihat peti
matinya sendiri. Dia sangat keras kepala. Ayo, minta Pak Oki turun
tangan," kata Fanny.
"Setelah Pak Oki menghajarnya
hingga setengah mati, kita lihat apakah dia masih berani keras kepala!"
ujar Sri dengan penuh kemarahan.
Dia sudah tidak sabar melihat Oki
menghancurkan Adriel.
"Sudah satu menit," kata
Adriel sambil turun dari tangga, langkah demi langkah.
Melihat itu, ketiganya sontak mundur
dua langkah. Mereka jelas ketakutan jika harus
bertarung langsung dengan Adriel.
"Pak Oki, silakan maju!"
teriak Thomas sambil melindungi Sri dan Fanny di belakangnya.
Dari luar taman vila, Oki yang duduk
di mobil akhirnya turun. Dengan sekali percobaan, dia melompati pagar dan
mendarat di taman dengan suara gemuruh hingga menghancurkan ubin di bawah
kakinya.
Melihat sosok Oki yang tinggi dan
besar sedang berdiri di depannya, keberanian Thomas langsung pulih. Dia pun
berkata dengan penuh percaya diri, "Adriel, lihat baik -baik. Ini Pak Oki
Darsono, ahli tingkat delapan yang terkenal di Kota Silas. Kalau tahu diri,
segera menyerah dan berlutut memohon ampun sebelum Pak Oki turun tangan!"
"Tentu saja, meskipun kamu
berlutut, aku nggak akan mengampunimu begitu saja," tambahnya sambil
tertawa sombong.
Namun, karena posisinya di belakang
Oki, Thomas tidak bisa melihat ekspresi Pak Oki saat itu.
Oki pernah berhadapan dengan Adriel
sebelumnya. Dia tahu betul kekuatan Adrjel jauh di atasnya dan dia tidak akan
bisa mengalahkan Adriel dalam pertarungan.
No comments: