Bab 171
Thomas menoleh dan bertanya kepada
sekretaris ayahnya, "Sekretaris Wandy, aku minta kamu menjemput Oki. Siapa
yang kamu jemput?"
"Pak Thomas, dia... dia memang
Oki. Aku pernah bertemu dengannya, jadi nggak akan salah orang."
Meskipun Sekretaris Wandy juga tidak
tahu kenapa Oki bisa menjadi seperti ini, dia yakin bahwa dia tidak salah
menjemput orang.
"Dia memang Oki. Aku juga pernah
bertemu dengannya," ujar Sri yang angkat bicara saat ini.
"Nggak mungkin! Oki yang
sebenarnya adalah seorang penguasa tingkat delapan Nggak mungkin dia akan
setakut itu dengan Adriel. Aku nggak percaya!"
Sebenarnya, Thomas sudah sadar. Hanya
saja, dia tidak bisa dan tidak mau menerimanya.
Fanny juga merasakan hal yang sama
dengan Thomas. Pandangan matanya terhadap Adriel menjadi sangat rumit dan penuh
keraguan.
"Adriel, kamu... Siapa
sebenarnya kamu?" tanya Fanny yang akhirnya tidak bisa menahan dirinya.
"Kamu nggak perlu tahu siapa
aku. Kamu juga nggak berhak tahu."
Adriel memasang wajah acuh tak acuh
dan tidak lagi menghargai Fanny dan Sri.
Ucapan Adriel ini bagaikan pisau yang
menusuk keras di hati Fanny. Hal ini membuatnya merasakan sakit yang luar biasa
dan wajahnya menjadi pucat pasi.
"Adriel, aku nggak takut padamu!
Dengar baik-baik, ayahku adalah pengurus di Persatuan Dagang Marlion Silas dan
akan menjadi Wakil Ketua Perusahaan Dagang Marlion Silas yang berikutnya.
Memangnya siapa kamu?"
"Kamu hanya anak yatim piatu
yang nggak punya apa-apa."
"Wakil Ketua Persatuan Dagang
Marlion Silas? Aku baru saja menghabisi satu orang pagi tadi," kata Adriel
sambil menggeleng kepalanya dengan pelan. Dia tidak berminat untuk menghabiskan
waktunya dengan Thomas.
Setelah itu, Adriel mengangkat
kakinya dan menendang. Thomas merasakan sakit yang luar biasa pada kedua
lututnya. Dia pun berlutut di hadapan Adriel sambil meraung kesakitan.
Adriel mengulurkan satu tangannya
untuk menekan bahu Thomas dan lelaki itu langsung tidak bisa bergerak sama
sekali.
"Lepaskan aku!"
"Sekretaris Wandy, kenapa
bengong saja? Habisi dia!"
Sekretaris Wandy juga seorang ahli
bela diri dan kemampuannya tidak lemah. Dia adalah sekretaris Heri, juga
pengawal dan sopirnya. Dia memiliki kemampuan tingkat tiga.
Sekretaris Wandy menyerang Adriel.
Adriel pun membalas serangannya dan Sekretaris Wandy langsung terpental keluar.
Lengannya patah total karena kekuatan baliknya. Tulangnya bahkan sampai
terlihat. Dia terhempas sampai ke luar halaman, entah masih hidup atau sudah
mati.
Thomas melihat situasi ini dan dia langsung
sangat ketakutan.
Meskipun Thomas percaya diri karena
latar belakang keluarganya, dia tetap merasa takut jika dihadapi dengan
kekuatan mutlak.
Sri dan Fanny sudah bukan pertama
kalinya melihat Adriel melukai orang. Saat di rumah mereka sebelumnya, nasib
Arkan hampir sama dengan Sekretaris Wandy.
Meskipun begitu, ibu dan anak itu
juga ketakutan hingga gemetaran.
"Melawan badut sepertimu memang
membosankan dan membuang-buang waktu saja. Aku sudah memberimu kesempatan, tapi
kamu terus ingin mencari mati. Kalau begitu, kamu harus membayar untuk hal
ini."
Jari jemari Adriel yang mencengkam
Thomas secara perlahan makin kuat. Thomas merasakan bahunya yang makin sakit
dan sulit bagi dia untuk menahannya. Dia merasakan seolah-olah tulangnya akan
dihancurkan sedikit demi sedikit.
Thomas menjerit dengan sangat
menderita. Saat ini, dia tidak lagi arogan, apalagi bersikap seolah sangat
mulia seperti waktu dia datang.
Dia ketakutan!
"Adriel, lepaskan tanganmu. Aku
mengaku salah! Aku minta maaf! Karena kita adalah teman sekolah, tolong ampuni
aku!" ucap Thomas sudah ketakutan dan tidak tahan dengan rasa sakitnya.
Dia terpaksa harus mengalah dan memohon ampun.
"Kalau sudah tahu salah, kamu
harus membayar ganjaran atas kesalahan tersebut.
Krak!
Tulang bahu Thomas remuk, tulang
selangkanya juga patah. Suara jeritan kesakitan terdengar nyaring dan menusuk
telinga.
Fanny ketakutan sampai tidak berani
melihat dan bersembunyi di belakang Sri. Dia ketakutan. Setelah Adriel
mengambil tindakan pada Thomas, apa dia akan menindaknya dengan cara yang sama?
No comments: