Bab 174
Tentu Adriel tahu apa yang dipikirkan
oleh Sri.
"Karena kamu tahu kesalahanmu,
maka kamu harus terima hukuman yang sama seperti Thomas," ujar Adriel.
Adriel tidak langsung mematahkan
tangan dan kaki Sri. Dia menekan beberapa titik pada tubuh Sri sehingga menutup
tiga titik akupunktur pada tubuh Sri dengan teknik akupunktur khusus.
Tiga titik akupunktur itu tidak
mematikan, tetapi akan membuat Sri merasa sakit sehari sekali. Setiap kalinya,
tiga titik akupunktur ini akan terasa sakit seperti ditusuk jarum dan rasa
sakit ini tidak bisa dihilangkan dengan obat-obatan.
"Baiklah, kalian berdua, segera
menghilang dari hadapanku. Mulai sekarang, jangan pernah lagi melangkahkan kaki
kalian ke rumahku," ucap Adriel sambil berbalik dan mendorong kursi roda
Gantra kembali.
Sri melihat Adriel hanya menekan
beberapa titik pada tubuhnya dan dia juga tidak merasakan sesuatu yang aneh.
Ini membuatnya tidak habis berpikir.
"Ini... ini selesai begitu
saja?" tanya Sri dengan bingung.
"Baguslah kalau semuanya
baik-baik saja. Ayo kita cepat pergi!" ucap Fanny.
Fanny menarik Sri. Dia tidak berani
berhenti sebentar pun. Mereka keluar dari taman dan lekas pergi dengan
mobilnya.
Hingga mobilnya memasuki halaman
rumahnya sendiri, Fanny masih saja merasa ketakutan. Tangan dan kakinya terus
gemetar tanpa bisa ditahan.
"Fanny, jangan takut. Bukankah
kita berdua baik-baik saja sekarang? Dia hanya menakuti kita saja. Dia memang
kejam kepada Thomas, tapi dia nggak bisa bertindak terlalu kejam kepada
kita," ujar Sri.
Ketakutan Sri terhadap Adriel mulai
menghilang setelah tidak terjadi sesuatu pada dirinya.
"Menurut Ibu, apa yang
sebenarnya terjadi? Oki jelas-jelas adalah ahli tingkat delapan, kita sudah
pasti menang. Lalu, kenapa bisa seperti ini?" tanya Fanny tidak mengerti.
Hari ini, seharusnya dia menunjukkan
kekuatannya, menjatuhkan Adriel, dan mendapatkan kembali harga dirinya, lalu
menunjukkan keberhasilannya dengan bangga. Namun, keadaannya berubah menjadi
seperti ini. Hingga saat ini, Fanny masih belum bisa menerima kenyataannya
"Apa Oki sungguh bukan
tandingannya? Apa dia adalah master tingkat sembilan? Ini nggak mungkin!
Bagaimana mungkin ada master tingkat sembilan yang begitu muda di Kota Silas
ini!"
Sri menarik tangan Fanny dan berkata,
" Fanny, tenanglah sedikit. Kamu nggak perlu panik. Bagaimana mungkin dia
adalah master tingkat sembilan?"
"Menurutku ini berkaitan dengan
pemilik sebenarnya dari Vila 18. Orang yang ditakuti Oki bukan Adriel,
melainkan wanita yang memeliharanya itu," lanjut Sri.
Sri tetap tidak percaya kalau Adriel memiliki
kekuatan yang begitu besar dan mampu membuat Oki, seorang penguasa tingkat
delapan, begitu takut padanya.
Setelah mendengar analisis Sri,
tiba-tiba Fanny berkata, "Aku ingat."
"Pertama kali aku bertemu
dengannya di Pusat Perbelanjaan Surya. Saat itu, manajer toko di sana
berselisih dengan Adriel. Rory langsung datang setelah Adriel
meneleponnya," ujar Fanny.
"Apa kamu yakin Rory datang
hanya dengan satu telepon?" tanya Sri terkejut.
Rory juga merupakan anggota dari
Persatuan Dagang Marlion. Posisinya di Kota Silas juga tidak kalah dengan Heri.
"Aku yakin," jawab Fanny.
Fanny mengingat kejadian waktu itu.
Rory datang dengan tergesa-gesa dan menggunakan tindakan yang keras untuk
menghukum manajer toko tersebut.
Pada saat itu Fanny tidak terlalu
memperhatikannya. Dia mengira Rory hanya tidak ingin membuat pelanggan marah
sehingga harus bersikap keras pada karyawannya.
Setelah dipikirkan kembali, Rory
terlihat sangat menghormati dan takut pada wanita tersebut.
"Apa kamu kenal dengan wanita
itu?" tanya Sri.
Fanny menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Nggak kenal. Tapi dia memang sangat cantik. Auranya anggun dan
elegan."
Saat ini Fanny terpaksa harus
mengatakan yang sebenarnya. Dia harus mengakui watak dan penampilan Yunna.
"Kita akan cari tahu lagi latar
belakang wanita itu. Sekarang kita harus segera ke rumah sakit. Luka Thomas
sangat parah, sepertinya tangannya sudah nggak bisa diselamatkan lagi,"
ujar Sri.
Saat ini, Sri masih peduli dengan
Thomas, si menantu kaya.
No comments: