Bab 175
"Aku nggak mau pergi," ucap
Fanny.
"Kenapa? Ini adalah waktu
terbaik untuk mempererat hubungan kalian. Kalau kamu bersikap baik dengannya,
bukankah sudah pasti kamu akan menjadi menantu keluarga Santoso?" ujar
Sri.
"Ibu! Saat Thomas melarikan
diri, dia bahkan nggak melirik kita. Dia sama sekali nggak peduli dengan hidup
dan mati kita. Itu menunjukkan bahwa dia nggak benar-benar menyukaiku,"
ucap Fanny.
Fanny sadar dan tidak sepenuhnya
bertindak gegabah.
"Dia sangat ketakutan waktu itu,
jadi pasti hanya memikirkan diri sendiri dan nggak peduli dengan kita! Fanny,
nggak penting apakah dia benar-benar suka atau nggak. Koneksi dan kekuasaan
keluarga Santoso sangat penting bagi kita," bujuk Sri.
"Tapi dia kehilangan satu tangan
dan menjadi cacat, apa kamu ingin aku menikahi orang cacat?" tanya Fanny.
Fanny sangat menentang ini di dalam
hatinya. Dia sudah terlanjur membenci Thomas, sama seperti rasa bencinya
terhadap Adriel saat jatuh miskin dulu.
"Sekarang, ilmu medis sudah
sangat maju. Mungkin saja tulangnya dapat disambungkan. Intinya, bagaimanapun
juga, sekarang kita nggak boleh menyinggung keluarga Santoso. Kita harus
berusaha menyenangkan mereka sebisa mungkin."
"Setelah ayahmu benar-benar
memperkuat posisinya dalam Persatuan Dagang Marlion dan berhasil mendekati
keluarga Millano, maka keluarga Santoso nggak akan bermanfaat lagi. Sekarang,
kamu harus berkorban dulu," ucap Sri dengan sabar.
"Baiklah kalau begitu,"
jawab Fanny.
Fanny juga tahu bahwa mendekati
keluarga Santoso adalah satu-satunya cara baginya untuk masuk dalam lingkaran
elit Kota Silas, dia harus tunduk walaupun membencinya. Dia segera pergi ke
rumah sakit bersama Sri untuk mengunjungi Thomas.
Ketika mereka tiba di rumah sakit,
Thomas belum masuk ke ruang operasi. Heri juga baru saja tiba.
"Bukankah Pak Oki pergi
bersamamu? Kenapa bisa jadi seperti ini?" ujar Heri dengan jengkel.
"Ayah, kita telah ditipu oleh
Oki. Dia bahkan nggak bertindak sama sekali," ujar Thomas.
Thomas langsung menceritakan
kejadiannya dan Heri mengerutkan kening setelah mendengarnya.
"Kenapa Oki bisa begitu takut
pada bocah keluarga Lavali ini? Bahkan saat Michael belum mati, keluarga Lavali
juga nggak mampu membuat ahli tingkat delapan takut, " ucap Heri.
Heri juga merasa bingung.
"Paman Heri, yang ditakuti Oki
bukan Adriel, melainkan wanita yang memeliharanya," tutur Fanny.
"Siapa dia?" tanya Heri.
"Aku nggak kenal. Tapi aku
pernah melihat Rory sangat hormat kepada wanita itu, jadi latar belakangnya
pasti hebat," ucap Fanny.
Heri mengerutkan kening setelah
mendengar hal ini. Dia pernah bertemu beberapa kali dengan Rory. Orang itu
memiliki pandangan yang sangat tinggi, bahkan dirinya tidak dianggap oleh Rory.
"Nggak peduli siapa dia! Kita
memiliki dukungan keluarga Millano, untuk apa takut? Ayah, kamu harus membalas
dendam untukku. Aku mau memotong tubuh Adriel dan menjadikannya tongkat
manusia!" ujar Thomas.
Mengingat penghinaan yang di alami
hari ini, Thomas yang terbaring di kasur pun marah sampai menggertakkan
giginya.
"Dia bahkan ditakuti oleh Rory
dan Oki, mungkinkah dia orang biasa? Nanti kita bahas lagi setelah aku
menyelidikinya dengan jelas," ujar Heri.
"Kita bisa meminta bantuan dari
seorang mahaguru. Aku nggak percaya kalau seorang mahaguru juga nggak bisa
menghadapinya," ucap Thomas dengan tidak sabar. Dia tidak ingin menunggu
sedetik pun.
"Diam! Kamu kira mahaguru itu
amatir yang bisa dipanggil seenaknya?" tegur Heri.
"Ayah, Adriel memintaku untuk
menyiapkan dua akar ginseng berusia ratusan tahun dalam waktu tiga hari. Kalau
nggak, dia akan mematahkan tanganku yang satunya dan membuatku benar-benar
lumpuh! Kita harus mengambil tindakan lebih dulu. Kita punya dukungan keluarga
Millano, jadi kita nggak perlu takut!" ucap Thomas sombong dengan ekspresi
ganas.
No comments: