Bab 177
"Dokter, apa yang sebenarnya
terjadi? Tolong cari solusinya!" ujar Cheky dengan cemas.
"Aku sudah berusaha yang terbaik
dan aku benar-benar nggak bisa melakukan apa-apa, "jawab dokter dengan
tidak berdaya.
Dokter itu belum pernah melihat
penyakit aneh seperti ini. Selain rasa sakit, tidak ada masalah lain di tubuh
Sri dan dia bahkan tidak tahu apa penyebab rasa sakit tersebut.
Saat Cheky dan Fanny tidak tahu harus
berbuat apa, rasa sakit yang menusuk tubuh Sri perlahan-lahan berkurang dan
akhirnya menghilang.
Namun, Sri sudah lelah dengan rasa
sakit yang terus menyiksanya ini. Dia bahkan merasa trauma karena ini jauh
lebih sakit daripada saat dia melahirkan. Dia merasakan sakit hingga ke tulang
sumsum.
Dokter segera memeriksa kondisi tubuh
Sri dan tidak menemukan kejanggalan apa pun di dalam tubuhnya.
"Sayang, bagaimana perasaanmu
sekarang? "tanya Cheky dengan cemas di samping kasur.
Sri berkata dengan tubuh yang
gemetar, "Ini semua pasti ulah Adriel. Dia mau balas dendam padaku!"
"Omong kosong! Kenapa dia harus
balas dendam padamu?" ujar Cheky.
Mendengar ini, Fanny pun menceritakan
kejadian sore itu kepada Cheky.
Cheky sangat terkejut ketika
mendengar Thomas meminta bantuan Oki yang merupakan penguasa tingkat delapan
untuk membalas dendamnya pada Adriel.
"Apa kalian yang memberi tahu
alamat tinggal Adriel kepada Thomas? Apa kalian mau membunuhnya?" tanya
Cheky.
"Kenapa Ayah begitu marah? Dia
masih hidup dan sehat, nggak mudah baginya untuk mati! Lagi pula, dia sendiri
yang menyuruh kami untuk memberi tahu alamatnya pada Thomas. Jadi, jangan
salahkan kami!" ujar Fanny.
Cheky kembali bertanya,
"Bagaimana kondisi Adriel sekarang?"
Setelah mendengar penjelasan dari
Fanny, Cheky tidak menyangka hal ini akan terjadi.
"Pantas saja Adriel nggak takut
dengan Thomas, ternyata dia punya dukungan. Baguslah kalau dia baik-baik
saja," ujar Cheky.
"Dia memang baik-baik saja, tapi
aku nggak! Cheky, apa kamu lebih membela orang luar? Aku hampir saja mati
karena kesakitan! Ini semua pasti ulah Adriel!" teriak Sri dengan keras
setelah kondisi tubuhnya membaik.
"Walaupun itu memang ulahnya,
kamu hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri. Lagi pula, dokter sudah memeriksamu
dan nggak menemukan masalah apa pun di dalam tubuhmu. Jadi, kamu nggak perlu
mempermasalahkan hal ini lagi," ujar Cheky.
Ketika teringat dengan rasa sakit
tadi, Sri kembali berteriak dengan tubuh yang gemetar, "Bagaimana kalau
kambuh lagi? Aku nggak mau mengalami rasa sakit itu lagi. Kamu nggak tahu
bagaimana rasanya, sakitnya seperti menusuk tulang dan membuat orang nggak
tahan hidup. Adriel benar-benar kejam, dia bahkan berani memperlakukan aku
seperti ini!"
"Lalu... apa yang bisa aku
lakukan? Aku juga bukan dokter," jawab Cheky.
Sri segera berkata, "Telepon
bocah itu sekarang dan tanyakan apa yang dia lakukan padaku!"
"Baiklah," ujar Cheky
dengan tidak berdaya.
Cheky tidak punya pilihan lain, dia
pun berjalan keluar dari ruang perawatan dan menelepon Adriel.
Di Masion Nevada, Adriel melihat
panggilan masuk dari Cheky dan dia tahu kalau panggilan ini berhubungan dengan
Sri.
Adriel langsung mematikan nada dering
ponselnya dan tidak menjawab panggilan itu.
Adriel sudah menganggap Cheky sebagai
pamannya sendiri dan toleransinya terhadap Sri tergolong tinggi. Meski begitu,
dia tidak akan duduk diam dan membiarkan Sri bersikap sesukanya hanya karena
dia menghormati Cheky.
Adriel selalu jelas dalam membedakan
teman dan musuh.
No comments: