Bab 179
"Kamu nggak mau mengambil alih
Grup Bintang karena kondisinya yang begitu sulit saat ini, 'kan?" tanya
Ana.
Adriel tidak memberi penjelasan lebih
dan hanya bertanya, "Terserah kamu mau berpikir seperti apa. Apa ada yang
bisa aku bantu untuk menyelamatkan Grup Bintang?"
"Apa yang bisa kamu bantu? Kamu
juga bukan tipe orang yang cocok untuk berbisnis. Aku sudah mengetahui hal ini
sejak awal," jawab Ana.
"Kamu meremehkanku?" ujar
Adriel sambil menepuk bokong Ana yang indah itu. Suara tepukan itu terdengar
sangat jelas dan nyaring dengan elastisitas yang cukup mengejutkan.
Ana merasa sakit dan segera berbalik
untuk menutupi bagian bokongnya dengan pakaian. Meski begitu, wajahnya yang
memerah tetap saja memancarkan pesona yang memikat.
"Sakit!" ujar Ana.
"Kamu akhirnya tahu sakit?"
tanya Adriel sambil tersenyum sinis.
Ana segera mencubit pinggang Adriel
dan berkata dengan penuh amarah, "Tentu saja sakit."
"Kamu nggak bisa membantu
masalah Grup Bintang dan aku juga nggak menaruh harapan padamu. Aku nggak akan
membiarkan Grup Bintang bangkrut karena ini adalah hasil kerja kerasku,"
ujar Ana.
Kesedihan dalam mata Ana seketika
menghilang dan digantikan dengan ketegasan dan kebijaksanaan. Saat ini, Ana
kembali terlihat seperti wanita tangguh.
"Yunna hanya punya latar
belakang yang lebih baik dari aku. Kalau soal kemampuan, aku nggak kalah
darinya. Aku akan membalas semua yang dia lakukan padaku!" ujar Ana dengan
penuh dendam.
Adriel tidak bisa menahan tawa,
tetapi dia tidak ingin mengungkapkan apa pun. Dia hanya berkata dengan tenang,
"Kalau dilihat dari kemampuanmu saat ini, bukankah sedikit berlebihan
kalau kamu mau melawan keluarga Millano yang begitu besar?"
"Aku tentu tahu kalau aku nggak
bisa mengalahkan Yunna sekarang, tapi bukan berarti sama sekali nggak ada
kesempatan. Aku hanya perlu mencari kesempatan untuk bangkit sepenuhnya,"
jawab Ana.
Ketika berbicara tentang bisnis dan
persaingan, Ana langsung bersemangat, seperti seorang jenderal wanita yang
memimpin prajurit di medan perang.
"Kesempatan seperti apa?"
tanya Adriel.
"Baru-baru ini ada tokoh besar
misterius muncul di Kota Silas dan tokoh tersebut sangat dihormati oleh
keluarga Millano. Orang itu bahkan sempat menyelamatkan nyawa Pak Tobby. Aku
sangat yakin kalau orang ini punya kedudukan yang cukup tinggi di Kota Silas
selain dari Empat Guru Besar," jawab Ana.
Mendengar ini, Adriel hanya tersenyum
dan menahan tawanya.
Tokoh misterius yang baru saja
disebut oleh Ana adalah dirinya sendiri.
Adriel kembali bertanya, "Apa
hubungannya tokoh itu denganmu?"
"Kalau aku bisa mengenal tokoh
misterius itu, aku akan berusaha untuk meminta bantuan darinya. Dengan begitu,
aku bisa mengalahkan keluarga Millano. Selain itu, Grup Bintang juga bisa
menjadi perusahaan terbesar di Kota Silas," jawab Ana dengan tatapan yang
penuh pengharapan.
"Kamu bilang tokoh itu adalah
tamu terhormat keluarga Millano, mana mungkin dia akan membantumu? Selain itu,
bagaimana cara kamu menjalin hubungan dengannya? Apa kamu akan menggodanya
menggunakan kecantikanmu?" tanya Adriel.
Adriel sangat penasaran dengan cara
yang akan Ana gunakan untuk menjalin hubungan dengannya.
"Apa yang kamu pikirkan
tentangku ? Aku tentu saja memiliki cara dan metodeku sendiri untuk menjalin
hubungan dengannya," ujar Ana sambil melirik Adriel dengan tatapan yang
tajam.
Ana kembali berkata, "Apa kamu
khawatir aku akan menggoda dia?"
"Tentu saja, kamu adalah milikku.
Kalau kamu pergi menggoda pria lain, bukankah kamu sama saja selingkuh dariku?
Aku nggak akan membiarkan itu terjadi. Mulai sekarang, kamu adalah milikku dan
aku akan membunuh semua pria yang berani menyentuh sehelai rambutmu," ujar
Adriel dengan tegas.
Ana bisa merasakan keseriusan dan
keberanian di dalam tatapan Adriel. Dia juga merasa terancam ketika Adriel
mengucapkan perkataan itu. Meski begitu, Ana tetap merasa senang di dalam
hatinya.
"Jangan omong kosong, siapa yang
ingin menjadi milikmu? Aku melakukan semua ini karena dipaksa oleh kamu. Kalau
ada kesempatan, aku akan membunuhmu tanpa ragu. Hanya saja, aku nggak mampu
membunuhmu sekarang," ujar Ana dengan keras kepala.
No comments: