Membakar Langit ~ Bab 181

Bab 181

 

Ana perlahan bangkit dari duduknya.

 

"Tampaknya kamu mencurigai aku," kata Ana.

 

Adriel tidak menyangkal. Dia berkata dengan dingin sambil menyipitkan mata, "Apa kamu nggak layak dicurigai? Setelah orang tuaku meninggal, kamu dengan mudah mengendalikan Grup Bintang, lalu menahanku. Semua keuntungan kamu ambil sendiri."

 

"Semua yang kamu katakan hanyalah dugaan, semua ini pemikiranmu saja. Apa kamu punya bukti?" tanya Ana dengan tenang.

 

"Ngga ada! Tapi aku akan mencari buktinya. Aku akan menyelidiki kematian orang tuaku hingga tuntas," tegas Adriel yang menyatakan sikapnya.

 

Ana membalas, "Kalau begitu, silakan kamu selidiki saja."

 

"Apa nggak ada yang mau kamu katakan? Atau kamu nggak ingin membela dirimu sedikit pun?" tanya Adriel sembari mengernyitkan kening.

 

Ana tersenyum simpul.

 

Dia menjawab, "Karena kamu sudah mencurigaiku, hanya beberapa kalimat pembelaan dariku nggak akan bisa menghapus kecurigaanmu, 'kan? Aku sangat paham seperti apa diriku di matamu."

 

Pada saat itu, Ana tampak sangat bijaksana dan cerdas, tanpa menunjukkan celah sedikit pun.

 

"Masuk akal. Kamu adalah orang yang kejam dan tanpa ampun. Demi keuntungan, kamu bisa melakukan segala cara, perkataanmu memang nggak bisa dipercaya," balas Adriel sambil mengangguk sedikit.

 

"Apa kamu pikir kamu sangat mengenalku?" tanya Ana dengan penuh ketertarikan.

 

"Aku rasa nggak ada orang lain di dunia ini yang lebih mengenalmu selain aku," jawab Adriel.

 

Ana memang wanita yang sangat rumit. Bahkan saat ini pun, Adriel merasa dirinya belum sepenuhnya mengenalnya, belum bisa memahami dirinya sepenuhnya.

 

Ana berujar, "Mungkin yang kamu pahami hanyalah permukaan saja."

 

"Kalau begitu, aku akan berusaha lebih mengenalmu lagi di masa depan!" kata Adriel.

 

Jemari Adriel mengangkat dagu Ana.

 

"Adriel, aku justru punya satu pertanyaan untukmu. Jawablah dengan jujur," kata Ana.

 

"Baiklah, tanyakan saja," ujar Adriel sambil mengangguk.

 

"Kalau aku adalah pembunuh yang menyebabkan kematian orang tuamu, apa yang akan kamu lakukan padaku? Apa kamu akan membunuhku untuk membalaskan dendam mereka?" tanya wanita itu.

 

Adriel tidak menyangka Ana akan menanyakan pertanyaan ini.

 

Matanya langsung menajam dengan kilatan yang dingin. Dia segera mencengkeram dagu Ana dengan kuat, membuat wajahnya agak berubah bentuk.

 

"Tentu saja! Dendam atas kematian ayah dan ibuku nggak akan pernah berakhir," kata Adriel dengan tegas.

 

"Ana, kamu nggak berpikir kalau aku jatuh cinta padamu sehingga aku nggak tega membunuhmu, 'kan?" lanjut Adriel.

 

Wajah Ana tidak menunjukkan rasa takut, sebaliknya dia tersenyum simpul.

 

Ana membalas, "Kalau begitu, aku harap kamu menepati ucapanmu. Jangan sampai pada saatnya tiba kamu menjadi lembut hati.

 

Adriel merasa kesal atas perkataan Ana. Dia langsung menekan Ana ke atas tempat tidur.

 

"Apa benar kematian orang tuaku ada hubungannya denganmu? Ana, dasar kamu wanita ular! Aku akan membunuhmu sekarang juga," kata Adriel.

 

Menghadapi amarah dan niat membunuh Adriel, Ana tetap tenang. Dia hanya berkata, "Baru segini saja sudah marah? Tampaknya, dua tahun ini belum cukup untuk melatihmu. Kamu masih kurang tenang."

 

"Bagaimana aku nggak marah kalau ini menyangkut kematian orang tuaku?" tanya Adriel.

 

Aura membunuh di tubuh Adriel menjadi makin tajam.

 

Ana malah tersenyum sambil berkata, "Aku hanya bercanda. Aku sengaja memprovokasimu. Sekarang aku bisa memberitahumu kalau kematian orang tuamu nggak ada hubungannya denganku sedikit pun."

 

"Tentu saja kamu pasti nggak akan percaya. Kamu bisa menyelidikinya sesuka hatimu. Kalau kamu menemukan bukti aku yang sengaja membunuh mereka, kamu boleh melakukan apa saja padaku," lanjut Ana.

 

Sudut mata Adriel bergetar, dia melepaskan cengkeramannya pada Ana.

 

"Tenang saja, aku pasti akan menyelidikinya hingga tuntas," balas Adriel.

 

Setelah berkata demikian, Adriel tidak berencana menginap di rumah Ana lagi. Dia langsung meninggalkan kamar Ana dan turun ke ruang tamu. Setelah mengenakan pakaian, dia keluar dari kediaman keluarga Juwana.

 

Dia berdiri di taman, menoleh untuk menatap Ana yang sedang berdiri di balkon luar kamar sambil mengenakan pakaian tidur dan merokok.

 

Ana melihat kepergian Adriel sambil mengisap rokok dalam-dalam, lalu menghembuskan asap dengan elegan sebelum akhirnya mematikan rokoknya.

 

"Adriel, aku berharap kamu nggak pernah mencari tahu kebenarannya. Karena mengetahui kebenaran mungkin bukan hal yang baik untukmu," gumam Ana.

 

Ana menghela napas panjang, angin malam yang bertiup membuatnya merasa sedikit dingin.

 

Malam ini, dia akan kembali sendirian dan sulit untuk tertidur.

 

Adriel mengendarai mobilnya ke persimpangan tempat orang tuanya mengalami kecelakaan. Dalam pikirannya, dia kembali mengingat video dari lokasi kecelakaan.

 

Sopir yang menyebabkan kecelakaan meninggal di tempat, sementara Departemen Keamanan Kota juga sudah menyelidiki latar belakang sopir itu. Dia adalah sopir truk biasa dengan catatan kriminal. Dia baru setengah tahun keluar dari penjara saat kejadian berlangsung.

 

"Tampaknya aku harus mencari kesempatan untuk menyelidiki lagi berkas kasus di Departemen Keamanan Kota," gumam Adriel.

 

Adriel berpikir di dalam mobil. Menyelidiki berkas kasus di Departemen Keamanan Kota sangat sulit. Meski dia meminta bantuan keluarga Millano, belum tentu dia akan berhasil.

 

Namun, Tobby mungkin punya cara untuk mendapatkan berkas itu. Bagaimanapun juga, dia adalah kepala di Divisi Keuangan, posisinya cukup tinggi dan dia punya pengaruh.

 

Meskipun Departemen Keamanan Kota tidak berada di bawah kendali Divisi Keuangan, tetapi Tobby seharusnya tidak kesulitan untuk mendapatkan akses satu berkas itu.

 

Adriel berencana untuk menemui Tobby secara langsung besok.

 

Dia menyalakan mobil lagi dan bersiap untuk kembali ke Mansion Nevada.

 

Saat itu, pintu mobilnya tiba-tiba dibuka. Sesosok bayangan melesat masuk seperti seekor kucing liar.

 

"Akhirnya aku menemukanmu," ujar sosok tersebut.

 

Yang masuk ke mobil Adriel bukanlah orang lain, melainkan Iblis Ungu Diana, yang nyaris mati di tangannya.

 

Adriel tahu Diana adalah wanita berbahaya yang membunuh tanpa berkedip. Jadi dia tetap waspada terhadapnya.

 

"Kamu masih di Kota Silas? Apa kamu datang untuk membalas dendam padaku?" tanya Adriel.

 

"Dasar kamu pria yang nggak punya hati. Setelah tidur denganku, kamu pergi begitu saja. Apa kamu nggak takut aku dimanfaatkan oleh orang lain?" ujar Diana.

 

Diana sama sekali tidak menunjukkan niat membunuh.

 

"Kalau kamu dimanfaatkan orang lain, apa urusannya denganku? Kamu takut dimanfaatkan?" balas Adriel.

 

Adriel tidak punya sedikit pun rasa suka pada Diana. Terakhir kali, dia tidak membunuhnya hanya karena rasa iba sekejap saja.

 

"Tapi sekarang aku hanya ingin menjadi milikmu. Orang lain sudah nggak pantas untukku lagi!" ujar Diana.

 

Diana merayap dari kursi belakang ke kursi penumpang depan, matanya yang menggoda menatap Adriel.

 

"Apa kamu sudah gila? Keluar dari mobilku sekarang juga!" bentak Adriel tanpa ragu sambil mengernyitkan kening.

 

"Aku memang gila. Cepat, sembuhkan aku dengan baik. Kalau nggak, aku akan mati," balas Diana.

 

Diana menunjukkan ekspresi yang menyedihkan. Keterampilan merayunya sudah meresap hingga ke tulang hingga bisa dilakukannya tanpa meninggalkan jejak.

 

"Kalau mau mati, matilah jauh-jauh," ujar Adriel.

 

Mata Adriel memancarkan niat membunuh.

 

"Aku suka sekali saat kamu memaki dan memarahiku. Aku merasa aku hampir gila. Gunakan saja cara yang kamu pakai di kuil tua itu untuk menghajarku lagi!" kata Diana.

 

Adriel benar-benar kehabisan kata-kata. Bertemu dengan wanita seperti ini benar - benar sangat merepotkan.

 

"Kalau kamu nggak pergi juga, aku akan membunuhmu," kata Adriel.

 

Adriel mencengkeram leher Diana, tetapi Diana tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut. Matanya tetap memancarkan cahaya menggoda.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 181 Membakar Langit ~ Bab 181 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 16, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.