Bab 183
Meskipun saat ini wajah Diana bengkak
dan memar, pesonanya tidak bisa ditolak oleh pria biasa. Mata pria kaya itu
terpaku padanya.
Diana berkata, "Tampan, kamu
nggak berniat menipuku untuk naik mobil lalu berbuat jahat padaku, 'kan?"
"Bagaimana mungkin? Aku bukan
tipe orang seperti itu," jawab pria kaya itu.
"Kalau begitu, nggak ada
gunanya. Kamu bahkan nggak mau tidur denganku. Ini membuktikan kalau aku nggak
punya daya tarik. Ini adalah penghinaan bagi diriku," ujar Diana.
Setelah berkata demikian, Diana
membuka pintu mobil untuk melangkah turun.
Pria kaya itu tertegun, lalu
buru-buru turun dari mobil sambil berkata, "Cantik, apa maksudmu? Apakah
kamu berharap aku berbuat jahat padamu?"
"Apa kamu punya nyali untuk
itu?" tanya Diana sambil tersenyum.
"Punya! Nyaliku sangat besar.
Selama kamu naik mobilku, nggak peduli kamu mau ke hotel atau di luar, aku siap
menemani hingga kamu puas," jawab pria itu.
Pria kaya itu dengan sengaja
memamerkan ototnya, merasa sangat gembira. Dia tidak menyangka bisa bertemu
dengan wanita luar biasa seperti Diana di tengah malam saat pulang.
Diana mengabaikan pria kaya itu.
Namun, setelah meliriknya dengan tatapan menggoda, dia berjalan dengan anggun
menuju taman terdekat.
Pria kaya itu segera mengerti.
Hatinya yang sudah terpesona oleh Diana membuatnya buru-buru mengikutinya.
Namun, begitu mereka tiba di tempat
yang gelap, Diana tiba-tiba berbalik. Kemudian, dengan satu gerakan cepat dia
mematahkan leher pria kaya itu.
Pria kaya yang penuh nafsu itu mati
seketika.
"Dengan tampang seperti ini,
kamu ingin bersamaku? Kamu nggak pantas," ujar Diana.
Diana melemparkan tubuh pria kaya itu
ke semak-semak di dekat tembok, lalu mengambil kunci mobilnya dan mengendarai
mobil sportnya pergi.
Día tetaplah Diana yang membunuh
tanpa berkedip.
Adriel kembali ke rumahnya di Mansion
Nevada, lalu langsung ke kamar untuk mandi dan beristirahat.
Pagi harinya, setelah hanya tidur dua
atau tiga jam, Adriel bangun tepat waktu untuk berlatih. Dia berharap bisa
segera mencapai tahap kedua dari latihan mata ganda yang akan sangat membantu
dalam latihan dan pertempurannya.
Wendy tetap berlatih bersama Adriel,
mereka bertukar hampir seratus jurus. Adriel mengeluarkan kitab rahasia teknik
tinju membelah yang sudah disiapkannya.
"Mahaguru Wendy, aku punya
sebuah kitab rahasia seni bela diri. Ini adalah seni bela diri dalam tingkat
tinggi. Tolong lihatlah," kata Adriel.
Wendy menerima kitab itu, membalik
beberapa halaman dengan cepat, lalu menutupnya.
"Ini memang bisa dianggap
sebagai seni bela diri dalam yang bagus. Sangat cocok untukmu. Kalau kamu
berhasil menguasainya, kekuatan bertarungmu akan meningkat satu tingkat,"
ujar Wendy sambil memberikan penilaian.
"Maksudku, kalau Mahaguru Wendy
nggak keberatan, kamu bisa mengambil kitab ini untuk dipelajari. Anggap saja
ini sebagai ungkapan terima kasih atas bimbingarımu selama ini," kata
Adriel dengan tulus.
Wendy tersenyum simpul sambil
berkata, " Nggak perlu, kamu latihlah dirimu sendiri dengan baik,"
jawab Wendy.
"Mahaguru Wendy nggak tertarik
dengan jurus ini?" tanya Adriel dengan bingung.
"Saat ini aku nggak tertarik
untuk berlatih. Setiap hari aku mendaki gunung, melatih seni bela diri untuk
kesehatanku, lalu menikmati berbagai hidangan lezat. Itu sudah membuatku merasa
senang," jawab Wendy, lalu mulai menuruni gunung.
Adriel menatap punggungnya, tidak
bisa menahan diri untuk bergumam, "Mahaguru Wendy memang orang yang aneh.
Bagaimana mungkin seorang ahli bela diri nggak tertarik untuk berlatih?
Seseorang yang nggak tertarik pada kitab rahasia dan latihan bela diri, nggak
mungkin menjadi seorang Mahaguru!"
Adriel selalu merasa Wendy seperti
sebuah kabut yang misterius, samar-samar dan penuh dengan teka-teki.
'Sudahlah, kenapa aku harus
memikirkan begitu banyak hal,' pikir Adriel.
Setelah lama berpikir, dia masih
tidak bisa menemukan jawabannya, jadi dia memutuskan untuk tidak memikirkannya
lagi. Setiap orang memiliki rahasia masing- masing. Memaksa untuk mengetahui
rahasia orang lain adalah perilaku yang sangat tidak sopan.
Adriel kemudian melatih teknik tinju
membelah lagi di atas gunung. Dibandingkan dengan latihan malam sebelumnya, ada
sedikit kemajuan. Setelah itu, dia turun gunung dan kembali ke rumah.
Baru saja sampai di rumah, dia sudah
menerima telepon dari Yunna.
"Sepertinya, aku harus pergi ke
rumah sakit, "gumam Adriel.
No comments: