Bab 204
"Anjing siapa yang berani
berteriak di sini?"
Oki mengenal Wiryo, dia juga pernah
pergi ke Istana Phoenix. Hanya saja, sebagai seorang ahli tingkat delapan, dia
sangat meremehkan Wiryo.
Oki takut pada keluarga Kusuma, pada
Mahaguru Osman dan pada si Janda Hitam, Glenny, bukan pada Wiryo.
"Oki? Kenapa kamu bisa ada di
sini?"
Wiryo sedikit terkejut ketika melihat
Oki.
"Ini rumahmu? Pantas saja
bajingan kecil Adriel itu berani menyerang Istana Phoenix dan melukaiku.
Ternyata dia mengandalkan dukunganmu. Sepertinya dia terlalu mengagumimu, kamu
nggak akan bisa bertahan!"
Biasanya, Wiryo tidak akan
menyinggung ahli tingkat delapan seperti Oki.
Namun sekarang, akar hidupnya sudah
dihancurkan. Dendam sebesar ini, jangankan Oki yang sudah mencapai tingkat
delapan, bahkan seorang master bela diri pun harus menghadapi musuh sebesar
ini.
"Apa maksudmu? Bagaimana mungkin
aku berani mendukung Pak Adriel? Aku hanya menjaga pintu untuk Pak Adriel
saja," ucap Oki sambil mengerucutkan bibirnya.
"Kamu menjaga pintu untuk si
bajingan Adriel itu? Oki ... Oki, kamu itu 'kan ahli tingkat delapan dan sangat
terkenal di Kota Silas. Nggak nyangka kamu malah menjadi penjaga pintu untuk
orang nggak dikenal itu. Aku merasa malu," ejek Wiryo.
"Aku menjadi penjaga pintu untuk
Pak Adriel dan kamu menjadi anjing untuk keluarga Kusuma. Dari mana rasa
superioritasmu itu? Aku bisa membunuhmu dengan satu tamparan, kamu pikir kamu
itu siapa?" dengkus Oki.
Wiryo juga menantang dengan tegas,
"Tentu saja aku merasa lebih unggul. Keluarga Kusuma adalah keluarga
mahaguru, memangnya bisa dibandingkan dengan anak ingusan Adriel itu? Ada
pepatah yang mengatakan bahwa anjing harus menjaga majikannya. Apakah majikanmu
bisa dibandingkan dengan majikanku?"
Pada saat itu, ada seorang pria yang
turun dari mobil belakang. Dia adalah murid ketiga Osman, Wilsen Herman.
Setelah menjadi murid pribadi Osman,
semua murid harus mengganti namanya sebagai penghormatan kepada guru.
Dia juga merupakan seorang petarung
tingkat delapan. Wilsen dan Oki pernah bertarung. Wilsen sedikit lebih unggul
karena menggunakan Jurus Telapak Tiga Elemen dari Aliran Kusuma.
"Kamu benar. Menjadi anjing bagi
Aliran Kusuma jauh lebih baik daripada menjadi anjing bagi orang tak
dikenal," ujar Wilsen dengan sombong setelah turun dari mobil.
"Oki, kamu itu 'kan ahli tingkat
delapan yang terhormat, kenapa malah jatuh ke posisi ini? Kamu malah merasa
bangga pula, nggak merasa malu sedikit pun. Konyol sekali!"
Saat melihat Wilsen turun dari mobil,
ekspresi Oki sedikit berubah.
"Aku melakukannya dengan senang
hati, apa urusanmu? Lagian, bagaimana kamu tahu kalau Pak Adriel tidak sebaik
Aliran Kusuma?"
Meskipun dalam hati Oki tidak
berpikir bahwa Adriel sebanding dengan Aliran Kusuma, pada saat ini dia harus
tetap bertahan. Dia tidak boleh kalah dalam pertempuran. Bahkan jika dia kalah
dalam pertarungan fisik, dia tidak boleh menyerah dalam pertarungan kata-kata.
Wilsen dan Wiryo tertawa terbahak
-bahak setelah mendengar ucapannya, seolah-olah mereka mendengar lelucon besar.
"Siapa dia? Berani membandingkan
dirinya dengan Aliran Kusuma. Oki, kamu ini bodoh, ya?" ejek Wilsen.
Oki masih ingin berdebat sebentar
dengan Wilsen. Dia juga ingin mengulur-ulur waktu untuk Adriel. Kalau tidak
perlu, dia tidak ingin bertarung dengan Wilsen dan menyinggung perasaan
keluarga Kusuma.
Namun, Wilsen langsung menyela ucapan
Oki dengan mengayunkan tangannya.
"Sudah, sudah, aku malas
berbicara omong kosong denganmu. Hari ini aku datang untuk membunuh bocah
Adriel itu. Aku nggak peduli apa hubunganmu dengannya, lebih baik kamu jangan
ikut campur."
Mendengar perkataan itu dan tahu
bahwa situasinya sudah sampai pada titik ini, Oki tidak bisa menunda waktu
lagi, dia harus membuat keputusan.
"Aku sudah berjanji kepada Pak
Adriel untuk menjaga pintu gerbang. Tanpa izinnya, nggak boleh ada orang yang
masuk."
No comments: