Bab 206
Segel kera tua merupakan salah satu
ilmu yang paling mematikan dalam Jurus Telapak Tiga Elemen. Setelah terkena
serangan ini, tubuh Oki terlempar jauh ke belakang dan hampir memuntahkan darah
dari mulutnya. Hanya saja, Oki berhasil menelannya kembali dengan paksa.
Melihat Oki berusaha untuk bangkit
berdiri, Wilsen juga tidak berhenti dengan satu serangan, dia bergegas untuk
kembali menyerang Oki.
Oki tidak sempat melakukan gerakan
pertahanan, dia hanya bisa menahan serangan dari Wilsen dengan kedua lengan di
depan dadanya. Di saat yang bersamaan, tubuhnya kembali terlempar dan mengenai
tiang setelah terkena Jurus Telapak Tiga Elemen dari Wilsen.
Krek!
Oki mulai mengalami patah tulang dan
kali ini dia tidak lagi bisa bertahan. Dia langsung memuntahkan darah dari
dalam mulutnya dan tidak lagi memiliki kemampuan untuk bertarung.
"Meski kita berdua sama-sama
merupakan ahli tingkat delapan, kamu tetap saja tidak bisa mengalahkanku. Ini
adalah perbedaan di antara seni bela diri internal dan seni bela diri
eksternal. Ini juga merupakan kekuatan Jurus Telapak Tiga Elemen dari Aliran
Kusuma yang sebenarnya," ujar Wilsen setelah melihat kondisi Oki yang
cukup parah.
Saat ini, keselamatan nyawa Oki ada
di tangan Wilsen.
Oki juga tidak keras kepala setelah
menyadari kekalahannya.
Faktanya, Oki tidak kalah dalam
tingkatannya, melainkan dalam kemampuan bela diri.
"Kekuatan dari Jurus Telapak
Tiga Elemen dari Aliran Kusuma memang pantas diakui. Aku harus mengakui
kekalahanku kali ini," jawab Oki sambil mengusap darah di sudut mulutnya
dan perlahan berdiri.
"Mungkinkah kamu tidak mengakui
kekalahan ini? Orang-orang yang memiliki latar belakang yang tidak jelas
seperti kalian bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan kami yang merupakan
murid dari keluarga terhormat?" tanya Wilsen dengan ekspresi yang sombong.
Wilsen kembali berkata,
"Mencapai ahli tingkat delapan bukanlah hal yang mudah bagimu. Aku akan
memberimu kesempatan agar bisa tetap bertahan hidup."
"Kesempatan seperti apa?"
tanya Oki.
Wilsen mengeluarkan sebuah logam
hitam yang terlihat seperti cermin bagua.
"Ini adalah tanda pengenal
Aliran Kusuma, dengan menerima logam ini, kamu akan selamat, tapi kamu harus
menjadi bagian dari Aliran Kusuma yang taat dengan pemimpin Aliran Kusuma.
Pemimpin Aliran Kusuma akan sangat senang kalau aku membawakan seorang bawahan
yang sudah mencapai tingkat delapan," ujar Wilsen sambil memberikan logam
hitam itu pada Oki. Hanya saja, Oki tidak menerimanya.
Wilsen kembali bertanya sambil
mengerutkan keningnya, "Hm? Kamu bahkan tidak menerima logam ini?"
"Aku masih memiliki harga diri,
aku tidak akan menjadi bawahan kalian!" ujar Oki dengan tegas meski dalam
kondisi terluka parah.
"Sepertinya kamu benar-benar
sudah bosan hidup! Kamu bahkan lebih memilih menjadi bawahan seorang bocah yang
tidak dikenal daripada menjadi bawahan Aliran Kusuma? Apakah otakmu masih
sehat?" tanya Wilsen.
Wilsen benar-benar tidak mengerti apa
yang ada di pikiran Oki.
"Aku menghentikanmu di sini hari
ini karena aku telah berjanji sebelumnya. Aku tidak akan mundur kecuali
mahaguru hadir di sini. Ini bukan persoalan menjadi bawahan siapa, aku tetap
harus menepati janjiku meski harus mengorbankan nyawaku, " jawab Oki.
"Baiklah, baiklah! Aku malas
mendengar omong kosongmu, kalau kamu tidak mau menerima tawaran ini, maka kamu
harus mati!" ujar Wilsen sambil mengangkat tangan kanannya untuk menyerang
Oki.
Oki yang terluka parah sama sekali
tidak bisa menghentikan serangan Wilsen. Oki mungkin masih bisa menahan satu
atau dua serangan darinya, tetapi Oki tetap akan mati hari ini.
Pada saat ini, Adriel datang.
Adriel melompat dari lantai atas dan
menunjuk seperti pedang. Di saat yang bersamaan, ujung jarinya menusuk telapak
tangan Wilsen.
Wilsen seketika merasakan sakit yang
menusuk di telapak tangannya, seolah-olah ditusuk oleh pedang tajam. Lengannya
menjadi mati rasa dan dia bergegas mundur beberapa langkah.
"Apa yang perlu dibanggakan dari
Aliran Kusuma? Beraninya kamu memamerkan Aliran Kusuma di sini?" tanya
Adriel sambil melipat kedua tangannya di belakang punggung.
"Siapa kamu?" teriak Wilsen
sambil menghempaskan tangan kanannya yang mati rasa untuk mengurangi rasa sakit
yang luar biasa.
No comments: