Membakar Langit ~ Bab 209

 

Bab 209

 

"Akhir-akhir ini, aku sudah terlalu sering melihat adegan memohon ampun seperti ini. Kamu bukanlah orang yang pertama. Kalau aku memaafkan kamu dengan mudah, maka aku sama saja sedang merusak standar mahaguru," ujar Adriel sambil berjalan ke depan Wiryo dan menatapnya dengan tatapan angkuh.

 

Wiryo sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya dan hanya bisa menatap kedua kaki Adriel.

 

"Mahaguru Adriel, Anda adalah orang yang sangat bijaksana. Aku mohon padamu untuk memberikanku kesempatan sekali lagi, demi Aliran Kusuma dan juga Nona Glenny. Aku rela memberikan seluruh harta milikku sebagai tebusan nyawa," ujar Wiryo.

 

Wiryo sudah memikirkannya dengan matang, asalkan dirinya bisa keluar dari sini dengan selamat, dia akan segera melarikan diri dari Kota Silas dengan membawa semua hartanya dan tidak akan kembali lagi.

 

"Demi Aliran Kusuma, aku mungkin masih bisa memberikan satu kesempatan, tapi kesempatan ini hanya bisa diberikan pada Wilsen, bukan bawahan rendah seperti dirimu! Mengenai hartamu, aku sama sekali tidak tertarik," jawab Adriel.

 

Setelah mengatakan itu, Adriel tidak lagi memberikan kesempatan pada Wiryo untuk berbicara. Dia langsung menampar wajah Wiryo dengan telapak tangannya.

 

Wiryo tewas seketika, tubuhnya tergeletak di atas tanah tanpa luka sedikit pun.

 

Ken dan empat pengikutnya lainnya benar - benar ketakutan setelah melihat Wiryo mati dengan tragis di depan mata mereka.

 

Ini adalah keagungan dari seorang mahaguru, dapat menguasai satu daerah dan dapat menentukan hidup dan mati seseorang.

 

Ken dan empat pengikut lainnya merasa sangat ketakutan hingga kencing di celana!

 

Meski merupakan seorang ahli tingkat enam, Ken juga kencing celana.

 

Melihat situasi ini, Wilsen merasa sangat tidak berdaya. Dia sama sekali tidak merasa sedih ketika melihat Wiryo dibunuh. Saat ini, Wilsen hanya mengkhawatirkan apakah dirinya bisa meninggalkan tempat ini dengan selamat.

 

Di sisi lain, Adriel tidak menghiraukan beberapa orang itu dan memfokuskan pandangannya pada Wilsen.

 

Wilsen dengan gigih menahan luka parahnya sambil berkata, "Aku tidak tahu kalau kamu adalah mahaguru, aku benar - benar minta maaf atas kesalahan yang aku perbuat hari ini. Aku adalah murid yang paling dipercaya oleh Mahaguru Osman, kalau kamu membunuhku hari ini, maka kamu sama saja sedang menentang keluarga Kusuma."

 

"Kamu sedang mengancamku ? Beraninya kamu!" ujar Adriel.

 

Setelah mengatakan itu, Adriel langsung mematahkan salah satu tangan Wilsen. Saat ini, Wilsen benar-benar menjadi cacat dan dia tidak mungkin bisa mencapai tingkat delapan setelah pulih nanti.

 

Wilsen mulai berteriak kesakitan dan berkeringat dingin.

 

Meski dia sangat membenci Adriel di dalam hatinya, dia tetap saja tidak berani menunjukkannya saat ini.

 

"Aku tentu saja tidak berani mengancam mahaguru Adriel, aku sedang mengingatkan Anda agar tidak menyinggung keluarga Kusuma hanya karena hal kecil ini. Setelah Anda memaafkanku, Anda bebas mmemperlakukan orang-orang ini sesuai dengan keinginan Anda dan keluarga Kusuma tentu tidak akan mempermasalahkan hal ini," jawab Wilsen dengan rendah hati sambil menundukkan kepalanya.

 

"Pergilah!" ujar Adriel.

 

Saat ini, Wilsen sudah dalam kondisi cacat. Membunuhnya atau melepaskannya sudah tidak ada bedanya bagi Adriel. Adriel melepaskan Wilsen hanya untuk menghargai Osman!

 

"Silakan sampaikan pesan ini pada Osman, tolong perhatikan semua bawahannya dengan baik. Kalau kejadian seperti ini terulang kembali, maka aku akan datang sendiri untuk meminta pertanggungjawaban! " ujar Adriel dengan nada yang cukup angkuh, tetapi Wilsen sama sekali tidak berani membantah.

 

"Aku akan menyampaikan pesan ini pada Mahaguru Osman," jawab Wilsen.

 

Wilsen tahu kalau Osman mungkin hanya akan marah dan tidak mungkin bertindak setelah mengetahui kondisinya saat ini, tetapi perkataan Adriel barusan menunjukkan kalau dia sama sekali tidak menganggap Osman penting.

 

Setiap mahaguru sangat mementingkan harga diri, Osman tentu saja tidak akan duduk diam setelah mendengar perkataan Adriel barusan.

 

Wilsen segera pergi meninggalkan tempat ini dengan mobilnya sambil menahan rasa sakit pada lengannya yang sudah patah.

 

Adriel mengusap hidungnya sendiri, lalu berjalan ke arah Ken dan empat orang lainnya.

 

Saat ini, Wiryo sudah meninggal dan Wilsen juga sudah pergi meninggalkan tempat ini dengan kondisi terluka parah. Ken dan empat pengikut lainnya tentu saja sadar kalau mereka seperti semut kecil yang bisa dipermainkan oleh Adriel sesuka hati.

 

"Kalian membuat rumahku berantakan dan menjadi bau busuk, sungguh menyebalkan," ujar Adriel.

 

Satu kalimat dari Adriel kembali membuat beberapa orang ini ketakutan.

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 209 Membakar Langit ~ Bab 209 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on December 23, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.