Bab 216
Ketika Lisa tiba di restoran, dia
melihat Adriel sudah duduk di dalamnya. Dia segera menenangkan perasaannya,
memeriksa dirinya di cermin, lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran.
"Sudah berapa lama kamu di
sini?" tanya Lisa sambil duduk.
"Aku baru tiba," jawab
Adriel.
Mata Adriel bersinar saat melihat
Lisa di depannya. Dia seolah-olah melihat bayangan masa sekolah dalam dirinya.
Penampilan Lisa mungkin tidak
secantik Yunna dan Ana, tetapi dia tetaplah seorang wanita cantik. Tubuhnya
tinggi dan langsing, gayanya yang anggun dan sederhana cocok dengan
penampilannya yang sempurna malam ini. Meskipun tidak mencolok, tetapi dia
memiliki gaya yang unik.
Adriel dan Lisa sudah pernah bertemu
beberapa kali, tetapi Lisa tetap bisa membuat lelaki itu terpesona.
"Kamu terlihat cantik dengan
pakaianmu hari ini," puji Adriel.
Mendengar pujian Adriel, wajah Lisa
terlihat bahagia.
Wanita menjadi cantik untuk
menyenangkan dirinya sendiri. Lisa merasa usahanya tidak sia-sia.
"Terima kasih," ucap Lisa.
Setelah Lisa duduk, Adriel memintanya
untuk memesan makanan. Lisa memesan sebotol sampanye.
Lisa mengangkat gelasnya dan berkata,
" Adriel, aku sangat berterima kasih padamu. Kamu telah menyelamatkanku
dan keluargaku. Sebenarnya, hari ini kami sudah bersiap-siap untuk menyerahkan
perusahaan dan pabrik kami sebagai jaminan utang."
"Baguslah kalau sudah
terselesaikan," kata Adriel.
Adriel bersulang dengan gelas Lisa,
lalu mengangguk sedikit.
"Kami baik-baik saja, tapi aku
agak khawatir tentangmu," kata Lisa.
"Apa yang harus kamu
khawatirkan?" tanya Adriel sambil tersenyum.
"Apa kamu tahu siapa pendukung
Wiryo?" tanya Lisa.
"Janda Hitam dari keluarga
Kusuma," jawab Adriel.
"Tampaknya kamu tahu segalanya.
Keluarga Kusuma adalah salah satu dari Empat Mahaguru. Sekarang kamu telah
membunuh anjing keluarga Kusuma, pemiliknya nggak mungkin akan diam begitu
saja," kata Lisa.
Meskipun Lisa tidak setuju dengan
sikap keluarganya terhadap Adriel, dia percaya bahwa perkataan kakeknya itu
berlogika.
"Kamu nggak perlu khawatir
tentang ini. Kalau aku berani membunuhnya, aku tentu saja nggak akan takut
dengan balas dendam keluarga Kusuma. Bagaimana denganmu? Apa kamu menemuiku
tanpa memberi tahu keluargamu?" kata Adriel.
Dia langsung mengubah topik dan
bertanya. Lisa terkejut sejenak, matanya agak panik, tetapi dia segera
menyembunyikannya.
"Nggak... Kenapa aku harus
menyembunyikan ini dari keluargaku? Kamu adalah pahlawan kami, keluargaku
sangat berterima kasih kepadamu," jawab Lisa.
Dia menjawab dengan rasa bersalah
dalam hatinya.
Adriel hanya tersenyum tipis dan
tidak melanjutkan topik ini lagi.
Bahkan Lisa pun bisa berpikir bahwa
keluarga Kusuma akan balas dendam pada Adriel. Bagaimana mungkin orang tuanya
tidak bisa memikirkan itu? Jika tidak, bagaimana mungkin mereka tidak
menunjukkan rasa terima kasih padanya setelah mendapatkan bantuan yang begitu
besar?
Namun, Adriel tidak terlalu
memedulikan hal -hal tersebut.
Setelah Adriel mengalihkan topik,
hati Lisa merasa lebih lega.
Setelah mereka menghabiskan sebotol
sampanye, pipi Lisa sedikit merah, seolah - olah dia sedikit mabuk.
Begitu keluar dari restoran, Adriel
berkata padanya, "Panggil sopir pengganti saja."
"Aku masih nggak mau pulang,
bisakah kamu temani aku jalan-jalan?" tanya Lisa sambil memanyunkan bibir.
Adriel mengangguk. Dia menemani Lisa
berjalan-jalan di jalur pejalan kaki sepanjang Taman Bandawa. Mereka berjalan
berdampingan dan melihat banyak pasangan berjalan bersama.
Lisa menggigit bibirnya, lalu
berinisiatif menggandeng tangan Adriel.
Terakhir kali Adriel berjalan sambil
bergandengan tangan dengan seorang gadis adalah lebih dari dua tahun yang lalu,
yaitu dengan tunangannya, Fanny. Namun, sekarang mereka sudah makin jauh dan
tidak bisa kembali lagi.
Berjalan sambil bergandengan tangan
bersama gadis tercantik di kelas adalah fantasi yang pernah dimiliki oleh
Adriel. Di masa sekolah, siapa yang tidak pernah menyukai gadis tercantik di
kelas?
Sebuah aroma harum yang lembut
terpancar dari tubuh Lisa dan masuk ke hidung Adriel dengan perlahan. Pada saat
ini, mereka berdua tampak seperti sepasang kekasih di jalan itu.
Namun, mereka tidak berbicara dan
hanya berjalan sambil bergandengan tangan.
Ketika mereka tiba di sebuah tempat
peristirahatan di tepi sungai, Lisa berkata, " Aku ingin duduk
sebentar."
Setelah duduk, Lisa bersandar pada
bahu Adriel. Adriel bukanlah orang bodoh, dia sudah lama memahami perasaan
Lisa, jadi dia memeluk pinggangnya dan memalingkan kepalanya untuk bertatap
muka dengan Lisa.
Lisa menggerakkan bibir merahnya dan
itu terlihat sangat menggoda.
Adriel menelan ludahnya, lalu
perlahan mendekat, dan bibir mereka menyentuh satu sama lain.
Kedua orang itu berciuman untuk waktu
yang lama, baru kemudian berpisah.
"Apa kamu akan pulang malam
ini?" tanya Adriel.
Lisa menggigit bibir merahnya, lalu
berkata dengan suara rendah, "Aku baru saja bertengkar dengan ayah dan
ibuku sebelum keluar. Aku nggak mau pulang."
"Kalau begitu, mari kita pergi
ke hotel," kata Adriel.
Adriel bukan orang yang lambat
tanggap. Suasana saat ini sudah memanas. Jika dia tidak berinisiatif lagi, maka
itu akan sangat keterlaluan.
"Ya," jawab Lisa dengan
suara yang sangat pelan seperti suara nyamuk.
Adriel dengan inisiatif menggandeng
tangan Lisa. Mereka berjalan menyeberangi jalan menuju ke hotel untuk memesan
kamar.
Adriel sudah pernah bermain bersama
wanita dewasa yang luar biasa seperti Ana dan wanita cantik yang menawan
seperti Diana. Dia sudah sangat berpengalaman dalam hal ini sehingga tidak ada
sedikit pun rasa gugup.
Sementara itu, Lisa terlihat agak
tegang. Dia bahkan tidak berbicara dengan Adriel sepanjang perjalanan naik
lift.
Sesampainya di depan pintu, Adriel
langsung membuka pintu. Begitu masuk ke dalam kamar, dia langsung memeluk Lisa
dan mencium bibirnya tanpa memberinya waktu untuk berpikir. Bersamaan dengan
itu, dia juga menutup pintu dengan kakinya.
Tubuh Lisa awalnya sangat kaku,
tetapi kemudian menjadi lemas. Pikirannya kosong sejenak, kemudian
perlahan-lahan terangsang oleh semangat Adriel. Kedua tangannya memeluk leher
Adriel, memberikan tanggapan yang penuh semangat.
Mereka berjalan dari pintu masuk ke
ranjang. Setelah perlahan-lahan berbaring di atas ranjang yang besar, barulah
bibir mereka berpisah dan mereka saling menatap lagi. Jarak mereka sangat
dekat, bahkan bisa mencium napas satu sama lain.
"Apa kamu akan menyesal? Kamu
masih punya kesempatan untuk berubah pikiran sekarang," tanya Adriel
dengan suara lembut.
Mata Lisa penuh dengan perasaan yang
dalam, dia menggelengkan kepala sedikit, lalu berinisiatif mencium Adriel dan
berkata, "Adriel, aku menyukaimu."
Adriel mengusap hidung mancung Lisa
dengan lembut. Jarinya menyentuh pipi Lisa yang mulus, lalu jatuh ke bibir
merah perempuan itu.
Postur tubuh Lisa benar-benar berbeda
dengan Ana. Dia tidak seberisi dan sepadat Ana, tetapi memiliki pesona uniknya
sendiri.
Bagian terindah dari tubuh Lisa
adalah pinggangnya yang lembut dan ramping, tanpa sedikit pun lemak berlebih.
Jika hanya memperhitungkan pinggang, Adriel bahkan merasa Lisa lebih baik
daripada Ana.
No comments: