Bab 221
Lisa melangkah keluar, mengenakan
pakaian dengan rapi, lalu mereka berdua sarapan di hotel.
"Aku masih ada urusan pagi ini,
jadi aku nggak bisa menemanimu," ujar Lisa.
Meskipun Lisa sangat ingin
menghabiskan lebih banyak waktu bersama Adriel, dia mengerti bahwa Adriel bukan
orang biasa. Jika dia terus menempel seperti seorang gadis kecil, itu mungkin
akan menjadi hal buruk.
"Kamu sudah membunuh Wiryo kali
ini, juga menyinggung keluarga Kusuma. Kamu harus berhati-hati. Jangan sampai
terjadi sesuatu," lanjut Lisa.
Sebelum pergi, Lisa merapikan kerah
Adriel sambil mengingatkannya.
"Tenang saja, Osman bukan
tandinganku. Dia nggak bisa melakukan apa-apa padaku," jawab Adriel.
Adriel mencium kening Lisa, lalu
mengendarai mobil kembali ke Mansion Nevada, membawa keluarga Gantra untuk
melihat rumah.
Kompleks Widari berada tidak jauh dari
Mansion Nevada. Dengan dipandu oleh agen properti, mereka pergi melihat rumah
terlebih dahulu.
Rumah ini adalah tipe kecil dengan
tiga kamar, ukurannya agak sempit, serta dekorasinya sudah usang. Namun,
harganya relatif lebih murah.
"Apa di kompleks ini ada rumah
lainnya?" tanya Adriel setelah melihatnya.
"Ada, tapi ukurannya lebih
besar, harganya juga jauh lebih mahal. Anggaran mereka terbatas. Jadi,
pilihannya nggak banyak," kata agen properti.
"Bawa kami untuk melihat rumah
yang lebih besar dengan dekorasi yang lebih bagus," kata Adriel.
"Pak Adriel, rumah ini saja
cukup. Ini sudah cukup untuk keluarga kami," kata Gantra.
"Paman Gantra, tetap ikuti
sesuai anggaran kalian saja. Kekurangannya akan aku tambahkan," ujar
Adriel.
"Nggak bisa, kamu sudah banyak
membantu kami. Bagaimana bisa kami membiarkanmu mengeluarkan uang lagi? Lagi
pula, ini bukan uang yang sedikit," balas Gantra, tetap bersikeras.
"Paman Gantra, kali ini
dengarkan aku. Kamu dan Bibi Lidya sudah merawatku sejak kecil, kalian sangat
baik padaku. Demi hubungan kita, uang sebesar itu bukanlah masalah," bujuk
Adriel.
Setelah dibujuk oleh Adriel, akhirnya
mereka membeli rumah yang lebih besar, dengan harga yang lebih mahal dua miliar
dari sebelumnya.
Adriel yang menutupi selisih harga tersebut.
Pagi itu, mereka langsung menyelesaikan proses pemindahan kepemilikan.
Akhirnya, keluarga Gantra pun bisa tinggal dengan nyaman.
Adriel membawa Vivian kembali ke
Mansion Nevada untuk memindahkan barang-barang mereka. Ketika mereka sampai di
depan pintu rumah, mereka melihat Cheky sudah menunggu di sana.
"Vivian, kamu masuk dulu dan
bereskan barang-barang," kata Adriel pada Vivian.
Cheky dengan wajah penuh penyesalan
berkata, "Adriel, aku tahu kamu marah pada Sri. Kamu nggak mau mengangkat
teleponku, jadi aku harus datang ke sini
mencarimu."
"Paman Cheky, Tante Sri telah
mendapatkan apa yang pantas dia terima. Nggak ada yang perlu dibicarakan
lagi," balas Adriel.
Adriel dulunya adalah orang yang
lembut hati, tetapi setelah dua tahun mengalami penderitaan di keluarga Juwana,
dia belajar beberapa pelajaran dan hatinya menjadi jauh lebih keras.
Gurunya juga pernah berkata,
"Hati yang lembut nggak akan pernah menjadi kuat. Jalan bela diri adalah
jalan yang sunyi."
"Tante Sri memang salah, tapi
sekarang dia sudah menyesal. Kalau kamu mau memaafkannya dan menghentikan
penderitaannya, dia pasti akan datang untuk meminta maaf secara pribadi,"
kata Cheky.
Cheky benar-benar tidak tahan melihat
istrinya menanggung penderitaan yang lebih buruk daripada kematian.
"Paman Cheky, apa kamu nggak
salah? Kalau aku nggak mau memaafkannya, apa dia nggak akan meminta maaf?"
tanya Adriel dengan nada tidak senang.
"Nggak, bukan itu maksudku. Aku
akan memintanya datang untuk meminta maaf padamu sekarang. Aku hanya berharap
kamu mau memaafkannya kali ini, demi aku," kata Cheky..
"Kalau bukan karena
menghormatimu, nasibnya nggak akan sebaik ini. Paman Cheky, aku akan
menyelesaikan masalah ini, tapi bukan sekarang, bukan hari ini," kata
Adriel dengan tegas
Lalu, dia bersiap-siap untuk masuk ke
dalam.
Cheky dengan cepat menghalanginya
sambil berkata, "Ini... Adriel, Tante Sri benar-benar nggak bisa menahannya
lagi. Bagaimana kalau besok? Atau biar aku yang menggantikan dia untuk meminta
maaf padamu. Kalau kamu masih nggak mau memaafkannya, aku hanya bisa berlutut
memohon padamu."
Adriel mengerutkan keningnya ketika
mendengar perkataan ini dan rasa tidak senangnya menjadi makin kuat.
No comments: