Bab 224
"Gadis bodoh, akan berbahaya
kalau kalian tetap di sini," kata Adriel.
Vivian tentu saja memahami hal itu.
Namun, hatinya tetap merasa sedih. Dia enggan untuk berpisah.
"Kak Adriel, apa aku masih bisa
kembali untuk menemuimu nanti?" tanya Vivian sambil menangis.
"Tentu saja bisa. Jangan
menangis lagi, kamu sudah menangis sampai seperti kucing kecil. Nggak cantik
lagi, tahu," balas Adriel.
Adriel tersenyum, mengeluarkan tisu
untuk menghapus air mata Vivian.
Namun, tiba-tiba Vivian berjinjit,
memberikan sebuah ciuman manis.
Adriel sedikit terkejut, tidak
menyangka bahwa Vivan yang biasanya pemalu dan pendiam bisa bersikap seberani
itu.
Namun, sebelum Adriel sempat
merespons, Vivian sudah menghentikan ciumannya. Wajahnya langsung memerah, lalu
dia berlari keluar.
Adriel merasakan kehangatan bibir
Vivian yang masih tertinggal di bibirnya, lalu tersenyum sambil berkata,
"Gadis ini terlalu asal-asalan."
Adriel mengambil koper, lalu
melangkah keluar. Sementara itu, Vivian sudah masuk ke dalam mobil dengan hati
yang berdebar - debar.
Setelah meletakkan barang-barang,
sekretaris Tobby datang saat Adriel hendak masuk ke dalam mobil.
"Pak Adriel, ini adalah salinan
berkas yang kamu minta. Pak Tobby memerintahkanku untuk menyerahkannya langsung
kepadamu, " ujar sekertaris itu.
"Sampaikan terima kasihku kepada
Pak Tobby," balas Adriel sambil segera menerima berkas tersebut.
"Pak Tobby juga mengatakan kalau
dia telah meminta Departemen Keamanan Kota untuk menyelidiki masalah ini. Kalau
ada informasi baru, dia akan segera memberitahumu," kata sekertaris itu.
Setelah sekretaris Tobby pergi,
Adriel segera membuka berkas tersebut. Namun, setelah membaca semuanya dari
awal, dia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
"Apa ini benar-benar hanya
kecelakaan?" pikir Adriel dalam hati.
Dengan berat hati, Adriel merasa
bahwa berkas itu semuanya normal. Selain itu, kejadian tersebut sudah lebih
dari dua tahun lalu. Meski diselidiki lagi, mungkin akan sulit menemukan
petunjuk apa pun.
Tidak ada pilihan lain, Adriel
memutuskan untuk sementara mengabaikan masalah itu, lalu mengemudi untuk
mengantar Vivian ke rumah barunya.
"Pak Adriel, semuanya sudah
hampir beres. Kenapa nggak tinggal untuk makan malam? Aku akan pergi membeli
bahan makanan," kata Lidya.
"Bibi Lidya, aku masih ada urusan
malam ini. Masih banyak waktu lain untuk makan bersama," jawab Adriel.
Adriel tidak tinggal lebih lama di
rumah keluarga Sujono, melainkan langsung mengemudi kembali ke Mansion Nevada.
Dia berencana mandi obat menggunakan rendaman rumput air liur naga yang dikirim
oleh Oki untuk mencoba menerobos ke tingkat kelima.
Baru saja tiba di rumah, ponsel
Adriel berdering dan menampilkan nomor yang tidak dikenal.
Saat ini, hanya sedikit orang di
seluruh Kota Silas yang mengetahui nomor ponselnya jadi Adriel ragu sejenak
sebelum akhirnya mengangkat telepon itu.
"Halo, Mahaguru Adriel."
Terdengar suara seorang wanita dari
telepon.
"Siapa kamu?" tanya Adriel.
"Tebak saja," jawab wanita
itu.
"Enyahlah," kata Adriel
dengan malas.
Dia tidak ingin membuang waktu untuk
berbicara dengan orang asing sehingga dia langsung menutup telepon
Namun, tidak lama kemudian, panggilan
dari nomor yang sama masuk lagi.
Adriel mengangkat telepon itu
kembali, lalu dengan nada dingin berkata, "Jangan berbelit-belit, aku
nggak punya banyak kesabaran."
"Nggak heran kamu dijuluki
Mahaguru Muda, kamu memang agak sombong, ya. Tapi aku nggak percaya kamu
benar-benar seorang mahaguru. Aku ingin mengundangmu untuk datang dan berbicara
langsung agar aku bisa melihat sendiri seberapa hebat orang yang berani
menginjak -injak keluarga Kusuma dan membunuh anjing keluarga Kusuma."
Setelah mengatakan hal itu, identitas
wanita tersebut menjadi jelas.
Wanita itu pasti adalah si Janda
Hitam yang terkenal, Glenny Kusuma.
Keluarga Kusuma yang mencari balas
dendam adalah sesuatu yang sudah Adriel duga.
No comments: